7 // Dua Rekan Berjumpa.
Musim semi cenderung hangat.
Di sudut kota selalu ada tempat ramai pengunjung di setiap musim apapun, termasuk semi.
Rumah mawar. Orang menyebutnya demikian, karena segala dekorasi di sana selalu berwarna merah merah dan merah.
Rumah ini selayaknya bangunan restoran Dua lantai, tetapi selalu sukses mengundang siapapun singgah. Namun, dia yang memiliki jabatan atau posisi tentu akan dianggap kotor bila tertangkap basah.
Rumah mawar… rumah gundik.
Siapapun tahu fungsi utama rumah ini. Selain untuk bersenang-senang, mungkin tidak memiliki lagi fungsi lain.
Drap! Drap!
Malam itu, setelah melewati beberapa hal rumit, Yue Han bersama botol araknya membelokkan arah ke rumah mawar.
Penampilan khas, yakni berpakaian rapi selayaknya sarjana muda, mudah dihafal pengelola rumah mawar.
Belum juga turun dari kudanya, Nyonya berdandan nyentrik pengelola rumah mawar lekas-lekas berseru menyambut, "Tuan muda Zhang, setelah sekian lama anda baru terlihat."
Wanita ini… tidak akan bersikap baik kalau tidak ada maunya. Itu pasti!
Yue Han sebagai Tuan muda Zhang bergegas melompat turun. Ketika kepalanya mengedar, serta mendongak, para Nona tersenyum lembut melambai-lambai lundai.
"Ah, ya ampun, lama tidak terlihat wajah anda bertambah gagah."
Yue Han belum sempat masuk, pengelola rumah mawar sudah lebih dulu menggapai lengannya lantas membimbing pria tersebut ke dalam.
Suasana tidak berubah!
Setiap kursi tetap diisi sedikit pria tapi wanitanya tak terhitung, setiap sudut selalu saja ada pria dan wanita; entah kekasih atau bukan, yang jelas saling bercumbu seolah-olah di sekitar mereka hanyalah patung pengelabuan.
"Tuan muda Zhang!"
Suara-suara lembut serupa desiran angin musim semi turut menyambut Yue Han tapi tatapan pria itu bagai tak memiliki tujuan.
Yue Han mengedar mencari seseorang!
"Dia ada di lantai atas, tidak menerima tamu karena sedang ada tamu pribadi."
Maksudnya datang bulan.
Yue Han mengangguk. "Selain dengannya, aku tidak tertarik."
Para Nona terkekeh menutup mulut.
"Tuan muda ini." Suara pengelola rumah mawar terdengar kecewa namun tatapannya jelas meledek.
Gluk!
Yue Han meneguk araknya sejenak. Jika malam ini tak dapat menemui 'dia' maka lebih baik berbalik pergi.
"Jangan sungkan, tidak seperti biasanya saja. Tuan muda dan Nona Bai sudah seperti gelap dan malam… A Fei, antar tuan muda ke kamar Nona Bai."
"Baik!" A Fei bukan gundik, melainkan kacung setia pengelola rumah mawar.
Karena perintahnya, perempuan berkulit tidak terlalu putih itu lekas memimpin jalan. Dan dalam keadaan setengah mabuk, Yue Han mengikuti hingga tiba di lantai dua, tepatnya di depan pintu kamar dengan giok menggantung… milik Nona Bai.
Setelah itu A Fei tak mengatakan apapun. Dirinya berbalik pergi, sedang Yue Han mengetuk pintunya sebanyak lima kali tapi memiliki jeda dua detik pada ketukan ketiga.
Dari balik kelambu kuning keemasan, perempuan berpakaian serba putih bersih beranjak duduk dari tidur miringnya. Rambut hitam panjangnya tergerai, bibir merah tipisnya menyungging, kelopak mata lembutnya terbuka perlahan.
"Masuk!" Suara itu… jauh lebih lembut dari suara lembut siapapun.
Kriet!
Pintu berderit, ujung sepatu boots putih berkualitas terulur ke dalam, diikuti munculnya penampilan bersih Yue Han laksana cendekiawan.
Seolah memasuki rumah sendiri yang lama ditinggalkan, Yue Han langsung mengambil posisi duduk menyangga pipi, pandangannya lurus ke luar jendela, botol arak yang dibawanya masih setia dalam genggaman.
"Tidakkah kamu bosan di tempat ini?" Yue Han bertanya tenang.
Perempuan di balik tirai, si Nona Bai, lekas menyibak, serta mengulurkan kakinya ke pijakan satu persatu.
Begitu meninggalkan dipan, langkahnya terayun lembut menghampiri Yue Han.
"Bagaimana lagi… aku suka menjalankan misi dalam kesenangan," balas Nona Bai.
Yue Han menoleh, lirikannya tak sama sekali bersahabat. "Kamu perempuan, suatu hari akan menikah."
Nona Bai menatap jari-jari lentiknya. Semuanya indah, lembut, tampak terawat. "Dengan segala kecantikan ini, apa kamu masih tidak tertarik menjadikanku milikmu seorang?"
Bibir Yue Han menyungging. "Yue Hong… kamu mengenalku lebih dari sepuluh tahun, tidakkan sadar perasaan ini condong ke arah mana?"
Yue Hong, nomor dua dari tiga pembunuh senior Yue Liang. Keahlian tersembunyinya tersimpan di balik kuku, pantas dia sangat merawat dan memanjakan.
"Si seribu nama."
Yue Hong tentu paham nomor tiga dari senior Yue Liang, dan dialah satu-satunya yang berhasil menempati perasaan Yue Han.
Ha ha ha
Yue Hong terkekeh menutup mulut, persis seperti gundik-gundik di lantai bawah.
"Satu tahun aku di sini, sembilan kali kamu singgah, dan selama itu pula kamu belum mendapatkan kabarnya padahal demi mendapat kabar pembunuh Yue Liang yang lain, kamu hanya butuh waktu kurang dari satu pekan."
Sama seperti saat menemukan Yue Hong. Hanya dalam waktu dua hari!
Yue Han berpaling. Dia berpikir, mungkin ini sisi kelemahan dirinya.
"Si seribu nama… aku pun kagum padanya. Entah hidup atau mati, sekelas pemimpin Yue Liang saja tidak tahu bagaimana sekelas dirimu dan diriku."
Yue Han bergeming, tanpa sadar ketampanannya bertambah berkali-kali lipat.
Yue Hong menyentuh lengannya, bergerak lembut menuju pundak, lalu berakhir menyandarkan kepalanya pada pundak tersebut.
"Malam ini sakitku datang, temani aku terjaga hingga pagi menjelang."