Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

8 // Menjadi Kucing Liar Lebih Menyenangkan.

"Malam ini sakitku datang, temani aku terjaga hingga pagi menjelang."

***

Nafas Yue Hong tersengal-sengal. Keringat membasahi sekujur tubuhnya. Saat ini matanya masih terpejam dengan dada naik turun. 

Kriet!

Ketika pintu berderit. Yue Hong mengerjap, sekaligus beranjak duduk menyibak tirai.

"Mau ke mana?" tanyanya menghentikan langkah Yue Han.

Di balik punggung, di ambang pintu, Yue Han menjawab dingin. "Kamu sudah bisa duduk, matahari hampir naik ke permukaan."

Yue Hong bergeming.

Lalu, Yue Han melanjutkan langkah; meninggalkan gebrakan ringan tanda pintu tertutup rapat.

Yue Hong menyembul menapakkan kaki. Memandang botol arak bekas Yue Han, nafasnya diembus dalam dada.

Kemudian, pada pagi-pagi buta sekali, di atas punggung kudanya Yue Han menelusuri lorong berteman obor di setiap rumah.

Pandangan pria itu lurus ke depan tanpa terganggu sedikitpun.

Guk! Guk!

Melintasi salah satu rumah penduduk, anjing hitam menggonggong ke arahnya.

Lagi lagi dia tak sama sekali terganggu.

Meong!

Tapi tatkala seekor kucing liar ke luar dari celah-celah rumput sambil mengeong, pandangannya langsung tertuju kucing tersebut.

Dalam ingatan Yue Han… terkenang seorang perempuan bergaun biru laut disertai bordiran emas pada tiap sisi gaun. 

Kulitnya putih bersih bagai diterpa sang mentari, berkilau dengan pipi sedikit merona. Rambutnya panjang hitam tergerai, memiliki kepangan di beberapa titik, menjadikan wajah cantiknya lebih menonjol.

Saat itu, mereka melangkah melewati jalan raya yang sepi, kemudian dia tiba-tiba membopong seekor kucing putih sambil berkata, 'Aku ingin seperti kucing liar! Bebas tanpa batas'

Sekarang… Yue Han tersadar. Kenangan itu telah berlalu begitu lama. Wajahnya menjadi sedikit murung.

"Dimanapun kamu berada, semoga masih hidup dan kita bisa bertemu kembali."

***

Minggu berganti.

Kaisar Lin secara pribadi mengunjungi istana Nenek Permaisuri.

Karena wanita tua itu menyukai bunga azalea, aromanya mengiringi Kaisar Lin sepanjang langkah.

"Nenek Permaisuri, Yang Mulia Agung dalam perjalanan ke sini." Pelayan Nenek Permaisuri melapor pelan; hati-hati.

Satu detik di ujung kalimatnya, Kaisar Lin muncul di ambang pintu namun tidak seperti biasa… Nenek Permaisuri tidak lagi menyambut secara riang, melainkan memasang ekspresi cemberut dengan wajah dipalingkan.

Menurut pepatah, semakin tua semakin manja.

Mungkin itu yang ada pada diri Nenek Permaisuri. Semakin tua semakin banyak tingkah, semakin manja pula.

"Nenek." Kaisar Lin paham betul karakter wanita tua tersebut.

Tanpa marah, tanpa mengingat alasan dirinya menjatuhi hukuman rumah, pria itu bersimpuh duduk; menyandarkan kepala bermahkota Kekaisaran nya pada pangkuan wanita tua tersebut.

Hal ini yang paling Nenek Permaisuri sukai dari Kaisar Lin. Meski demikian, hingga detik ini ekspresi masam wajahnya belum berubah.

"Kepalaku terasa berat, beban Negara benar-benar menyiksaku sepanjang waktu, tidakkah Nenek ingin berbaik hati meletakkan kepalanya di sini," goda Kaisar Lin.

Pada dasarnya Kaisar Lin masihlah muda, baru berumur 23 tahun tepatnya. Tentu sangat mudah bagi pria itu bermanja dengan satu-satunya orang tua yang dimiliki.

Nenek Permaisuri terbiasa mengusap-usap kepala Kaisar Lin. Gara-gara pengaduan cucunya itu, kemarahan dalam hatinya perlahan meredam.

"Kamu!" Walau begitu nada suaranya masih setengah jengkel. "Minta saja wanitamu yang memijat!"

Kaisar Lin berpura-pura mengeluh. "Bagaimana lagi… sudah aku lakukan tapi sepertinya kepala ini hanya nyaman dengan tangan Nenek."

Kalimat itu secara tak langsung memuji.

Hati Nenek Permaisuri seketika berbunga laksana taman musim semi. Sisa-sisa kemarahan bagai terhempas angin. Dia memukul pundak Kaisar Lin dengan gemas.

"Dasar!"

"Nenek, tolong pijat kepalaku!" rengek Kaisar Lin persis anak kecil… persis seperti beberapa tahun silam.

Nenek Permaisuri tak lagi bisa menolak. Dengan keahlian terpupuk sejak dini, tangannya mulai menyentuh kepala Kaisar Lin melalui usapan lembut, dilanjut pijatan demi pijatan.

Kaisar Lin terpejam. Tampaknya sangat menikmati pijatan tangan wanita tua tersebut. Dan benar saja… tak kurang dari satu dupa dia terlelap.

Kasim sepuh yang setia mendampinginya hanya bisa menghela nafas diikuti senyuman tipis.

Tak kaget, tingkah Kaisar Lin terkadang sangat manja terkadang pula sangat dingin.

Siang masih panjang, Kaisar Lin lelap dalam pangkuan sang Nenek Permaisuri, sedang pada saat yang sama.

Bai Anhe berdiri memandang jauh di sisi jendela bulat terbuka.

Xu Rong muncul; meletakkan sekeranjang mawar.

Karena menyadari sikap Bai Anhe tak biasa, Xu Rong mendekat untuk bertanya, "Ada yang mengganggu pikiran Ratu?"

Dalam tenang, Bai Anhe menggeleng samar.

Xu Rong mengikuti arah pandang Bai Anhe. Yakni pada pemandangan hijau di luar jendela, berlanjut pada pemandangan hijau berbukit-bukit di kejauhan sana.

Tempat tinggal Bai Anhe berada di tempat yang jauh di sana. Katanya harus melewati sabana, beberapa aliran sungai, hutan belantara dan padang rumput berisi kawanan domba.

"Ratu Bai merindukan rumah?" tanya Xu Rong sekali lagi.

Senyum Bai Anhe menyungging. Dalam bola matanya terkandung buliran bening yang tertahan.

Tidak perlu banyak kata-kata, Xu Rong tahu Nyonya nya itu benar merindukan rumah. Terlebih… yang dia tahu juga adalah, Bai Anhe pada dasarnya tidak ingin menikah sejauh ini, tetapi karena situasi di perbatasan barat laut kadang kala membahayakan, orang tua yang sangat mencintainya mengirim dia jauh supaya aman.

"Di depan semua orang aku begitu patuh namun tak ada yang tahu… hati ini meronta ingin berlari."

Xu Rong bergeming. Pikirnya, dipaksa pergi dari kampung halaman adalah perihal menyakitkan setelah ditinggal yang tersayang.

"Setelah satu tahun pernikahan, Ratu Bai bisa izin pulang bertemu orang tua," ucap Xu Rong kemudian berhenti sejenak dan dilanjutkan setelah memperhitungkan, "menurut perhitungan, seharusnya sembilan bulan lagi atau melewati tiga musim."

Bai Anhe tertunduk, wajahnya tampak kian lesu.

"Sejak dulu aku berangan-angan, menjadi kucing liar jauh lebih menyenangkan."

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel