Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

4 // Pengorbanan Bai Anhe.

Setelah memeriksa nadi Ratu Bai, tabib dibuat tercengang!

Ukhuk!

Di akhir batuk, Kaisar Lin Yi bertanya, "Dia baik-baik saja, 'kan?"

Tabib beranjak serta menggeleng pelan. "Tidak tahu hamba sebut apa situasi ini, tetapi yang jelas… dalam tubuh Ratu Bai terdapat racun yang sebelumnya berasa di tubuh Yang Mulia Agung."

Kaisar Lin terbelalak!

Kasim sepuh terbengong tanpa kedip. "Bagaimana bisa?"

Tabib tak berani berasumsi.

Sementara Kaisar Lin jelas tahu sebab musababnya.

"Meski demikian, racun tersebut sangat sedikit. Sejauh ini hamba belum bisa menemukan penawar. Dan karena Ratu Bai sendiri yang memiliki cara, maka berarti Ratu Bai pula yang bisa mengatasi," tutur tabib.

"Biar saja wanita itu mati!" Di tengah ketegangan, Nenek Permaisuri masuk dengan suara angkuhnya.

Kaisar Lin menoleh tak suka. "Nenek, jangan bicara sembarangan! Bai Anhe istriku."

"Berapa kali Nenek katakan? Dia maupun Nalan Haishi sangat mencurigakan. Sejak kedatangan mereka, kamu telah beberapa kali keracunan. Tentu kamu ingat bukan? Mata-mata Yue Liang dikirim masuk saat hari pemilihan pengantin," kesal Nenek Permaisuri.

Kaisar Lin bersikukuh. "Mereka pilihanku sendiri, aku yakin mereka bukan mata-mata Yue Liang."

Nenek Permaisuri menghela nafas kasar. "Otakmu sudah dibutakan!"

Lantas, wanita tua dan terhormat itu melirik Bai Anhe.

Walaupun saat ini kondisi Bai Anhe kurang baik gara-gara menyelamatkan Kaisar Lin, tetapi kebenciannya terhadap wanita itu tak secuil pun berkurang.

"Dia hanya berpura-pura sakit," cibir Nenek Permaisuri.

Kaisar Lin mengepalkan tinju tak tahan. 

Kasim sepuh segera tahu maksudnya. Gegas pria tua itu membimbing Nenek Permaisuri ke luar kamar.

"Nenek Permaisuri, hamba dengar anda gemar membaca buku karya penulis bagian Selatan. Kebetulan hamba punya tiga buku, semua masih baru tak tersentuh. Jika berkenan, mari Nenek Permaisuri hamba antar ke ruang baca."

Nenek Permaisuri melirik sinis Bai Anhe, sebelum akhirnya berbalik pergi mengibaskan mantel secara angkuh.

Kasim sepuh mengekor hati-hati. Dan tabib Kekaisaran juga melangkah mundur berpamitan.

Pada kamar berukuran besar tersebut, sisa Kaisar Lin beserta Bai Anhe seorang.

"Anhe."

Kaisar Lin duduk di tepi dipan. Tangannya terulur meraih tangan dingin nan lembut milik Bai Anhe.

Sejak kali pertama melihat wajah samar-samarnya di balik tudung merah, Kaisar Lin telah menaruh perasaan cinta pada wanita marga Bai tersebut.

Melihatnya sekarang terbujur pucat di bawah selimut, Kaisar Lin tidak tahan bersedih sekaligus mengingat alasan Bai Anhe demikian.

Waktu itu…

Berkat energi penuh dan teknik yang tak sama sekali diketahui Kaisar Lin, Bai Anhe berhasil mengeluarkan racun dalam tubuh pria tersebut.

Beberapa detik setelahnya, kesadaran Kaisar Lin perlahan-lahan kembali!

Sayangnya ketika Bai Anhe mengecek nadi pria itu, racun masih tertinggal di satu titik, yakni bagian lengan.

Bai Anhe tidak bisa mengambil resiko melakukan teknik sebelumnya, jadi hanya bisa menyayat lengan Kaisar Lin kemudian mengeluarkan racun tersebut menggunakan hisapan mulutnya sendiri.

Bai Anhe membuang seluruh racun hasil hisapan pada baskom. Tapi sedikitnya racun tetap tertinggal di langit-langit mulutnya.

Petaka tak terhindar!

Bai Anhe berakhir tak sadarkan diri, bahkan sebelum melihat Kaisar Lin membuka mata serta sadar secara penuh.

"Asal aku tahu penawarnya, meski harus menyelami lautan dalam sekalipun, aku rela!" pelan suara Kaisar Lin.

Cinta sepenuh hati menghiasi tatapan Kaisar Lin. Sembari memejamkan mata, dia berdoa agar Bai Anhe sesegera mungkin sadarkan diri.

"Sungguh?"

Di meja bacanya, Nalan Haishi setengah terkejut mendengar kabar heroik Bai Anhe.

"Dia seorang yang menyelamatkan Kaisar Lin?"

Pertanyaan itu jelas menunjukkan rasa tidak percaya Nalan Haishi.

Pelayannya membenarkan. "Benar, Nyonya. Sekarang giliran Ratu Bai, yang tak sadarkan diri. Entahlah teknik seperti apa yang Ratu Bai gunakan."

Nalan Haishi menggeleng samar. "Wanita ini… mustahil memiliki identitas biasa."

"Hukuman Nyonya hampir selesai, akankah Nyonya mengunjungi Kaisar Lin?" 

Nalan Haishi selesai menyalin kitab. Dia meletakkan kuasnya agak malas. "Entahlah."

Waktu pun bergulir.

Pada pertengahan malam yang sejuk, kelopak mata Bai Anhe pelan tapi pasti terbuka.

Secara bersamaan energinya seakan kembali memenuhi tubuhnya secara bertahap.

Wanita itu menggerakkan bola matanya ke kanan, menemukan Kaisar Lin tertidur menyangga sebagian wajah.

Sepasang mata Kaisar Lin mengatup rapat. Entah lelap atau masih setengah terjaga, Bai Anhe tidak peduli.

Waktu tak boleh tertunda!

Wanita itu menyibakkan selimut, menuang isi mangkuk giok di bawah dipan lalu… dalam waktu tiga detik, dia menotok titik margin pada dadanya lantas darah segar muncrat mengisi mangkuk giok tersebut.

Kaisar Lin tergugah. Dirinya menggeliat kaget, serta langsung berlari ke arah Bai Anhe dengan gurat kepanikan.

"Ratu Bai."

Pria tersebut menahan punggung Bai Anhe dari belakang.

Bai Anhe mengembuskan napas pendek, sekaligus terpejam sambil mengulum senyum. "Yang Mulia terlihat jauh lebih sehat."

"Semua berkatmu tapi kamu sendiri menjadi seperti ini."

Bai Anhe tak bersuara. Wanita itu hanya menyandarkan kepalanya pada punggung Kaisar Lin.

Kaisar Lin secara otomatis memandang kepala Bai Anhe, dan entah sejak kapan, wanita marga Bai itu sudah tidak menggunakan tusuk rambut pemberiannya.

"Kamu melepas tusuk rambut pemberianku." Terdengar kecewa nada bicara Kaisar Lin.

Bai Anhe menarik diri, sekaligus menyentuh kepalanya. "Ahh, mungkin terjatuh di sekitar sini atau… penjara bawah tanah."

Kaisar Lin mengernyitkan alis. "Penjara bawah tanah?"

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel