Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

6. Ada apa dengan juli?

Grek!

David menutup pintu kamar Juli. Selesai dengan tugasnya, tentu David harus keluar dari kamar sesuai perintah sang majikan.

Kalau didalam terus, memang mau ngapain? Melihat Juli berganti pakaiankah? David lantas terkekeh sendiri membayangkan hal itu.

"David?"

"Eh!" pekik David hingga berjinjit. Telapak tangan sudah mendarat didada, mengusapnya pelan menghilangkan keterkejutan.

"Bagaimana dengan Juli?" tanya Tesa sebelum masuk.

David langsung bergeser memberikan ruang atau jalan untuk Nyonya besarnya.

"Dia sedang mandi, Nyonya. Silahkan...."

Tesa pun meraih knop pintu, mendorongnya hingga terbuka kemudian lekas masuk.

Sementara David, dia langsung berjalan pergi menuju lantai bawah. Sesuatu yang berbunyi didalam perut sepertinya sudah meronta-ronta memohon diisi sesuatu sesegera mungkin.

Sampai dilantai satu, samar-samar David mendengar suara orang yang sedang berbicara. Nadanya terdengar sedikit meninggi dan juga melambat.

David mendesis kearah pelayan wanita yang bernama Mara. Terlihat dia sedang menyiapkan makan malam bersama pelayan yang lain.

"Apa?" Mara menaikkan satu alisnya.

Dengan jarak sekitar 6 meter suara Mara tak terdengar begitu jelas ditelinga David.

Apalagi memang kelihatannya Mara sengaja merendahkan volume suara dari dalam mulutnya.

"Siapa diluar?" bertanya tanpa mengeluarkan suara. Hanya satu jarinya yang menunjuk ke arah ruang tamu.

Disana, masih didekat meja makan, Mara hanya angkat bahu. Bukan karena tak tahu tapi karena tak mengerti apa yang dikatakan David.

"Siapa diluar?" pelayan di samping Mara memperjelas.

"O...." membulatkan mulut, lantas Mara kembali menatap David yang masih berdiri sambil melebarkan daun telinga.

"Tuan Baron." Begitu kata Mara.

Refleks David nampak terkejut. Namun, saat hendak mengintip, sang majikan justru muncul dari balik tirai membuat David mundur seketika.

"Maaf, Tuan."

Melihat kejadian itu, beberapa pelayan langsung terkekeh geli. Untung saja punya majikan baik, kalau tidak David pasti sudah dituduh sedang menguping. Memang iya, hanya saja belum sempat.

"Bagaimana Juli? Dia baik-baik saja?" satu pertanyaan yang hampir sama dengan yang David dengar dilantai dua.

David mengangguk. "Iya, Tuan. Nona Juli baik-baik saja. Sekarang Nyonya Tesa yang sedang menemani."

"Baiklah...." satu tepukan mendarat di pundak David. "Kamu makanlah dulu. Setelah itu kamu boleh beristirahat. Ayahmu juga butuh perhatianmu."

Siapa yang tidak akan bersyukur kalau memiliki majikan baik seperti ini? Tentu saja tidak ada. Begitupun dengan David.

David sangatlah beruntung karena bisa bekerja bersama keluarga Jordan Atmaja.

"Eh Ibu," pekik Juli begitu bola matanya bertemu pandang dengan sang ibu yang sedang duduk di tepi ranjang.

Juli baru saja selesai mandi. Dengan rambut yang digulung handuk keatas, juga melilitkan handuk melingkar ditubuhnya. Juli mendekat.

Meraih pakaian yang tergeletak disamping ibunya. "Sejak kapan Ibu disini?"

"Baru saja," jawab Tesa. Satu tangannya membantu menjembreng baju tidur yang akan dikenakan sang putri.

"Kamu sudah berani mandi?"

Sambil menyelusupkan kepala pada lubang baju, Juli menjawab, "Tentu saja. Memangnya aku kenapa?"

Tesa refleks tersenyum getir. Putrinya ini, selain keras kepala memang terkadang sangat sulit untuk diajak bicara.

Apalagi saat sedang ada masalah, selalu saja kalau ditanya jawabannya hanya sebuah kata yang singkat.

Bukan salah Juli kenapa bisa seperti ini. Hanya sebuah masalalu yang menyakitkan menjadi sebab cueknya seorang Juli.

Takdir kembali berkata lain, siapa yang tahu? Juli kembali merasakan kecewa yang amat sangat dalam karena seorang pria.

"Kamu belum makan, kan?" tanya Tesa. Pandangannya masih tertuju pada Juli yang sedang mengancing baju tidur.

Untuk bagian celana, sudah dia pakai dari tadi.

"Suruh saja David mengantar kemari."

"David?" kedua alis berkerut.

"Kenapa David?"

"Tak apa." Juli berbalik. Berjalan kearah cermin, berdiri disana sambil menggosok rambutnya yang masih basah dengan handuk.

"Suruh saja dia yang mengantar makan malamku."

Masih termenung karena heran, pada akhirnya Tesa mengiyakan.

"Ya sudah ... Ibu kebawah dulu." Tesa beranjak.

Saat hendak keluar, sebelum lengannya berhasil meraih knop pintu, dari luar seseorang sudah membuka pintu itu lebih dulu.

"Hei!" ucap Jordan. Tesa hanya membalas dengan senyuman. Disana, masih didepan cermin, Juli sempat menoleh.

Hanya sekilas karena setelah itu fokus lagi dengan rambut basahnya.

Melihat suaminya hendak masuk dan membuka mulut, Tesa lantas memberi dorongan pelan. Mengerjapkan mata memberi kode agar tidak perlu berkata apa-apa.

"Apa sih?!" bisik Jordan.

Tesa tidak memberi jawaban. Dia tetap mendorong tubuh sang suami keluar. Menutup kembali pintu itu dengan pelan.

"Jangan masuk dulu, Juli sedang tidak mau diajak bicara."

Bibir Jordan lantas membulat. Berbalik badan kemudian ikut sang istri menuruni anak tangga.

"Apa David masih disini?" tanya Tesa. Langkahnya dibuat semakin cepat sambil menggandeng lengan suami.

"Sepertinya sedang makan malam didapur. Kenapa?"

"Mau aku suruh mengantar makan malam untuk Juli."

"Ha?" ternganga lebar. Tubuhnya melangkah lebih cepat, berbalik menghentikan langkah sang istri.

"Kenapa David? Ini sudah jam dia untuk pulang. Biasanya juga dia minta dilayani asisten rumah tangga."

"Jangan banyak tanya." Menyingkirkan sang suami, Tesa berjalan lagi. "Dia masih belum bisa diajak bicara."

"David!" panggil Tesa.

Sosok David yang sedang makan malam ditemani Mara, sontak menoleh. Menelan kunyahan makanan didalam mulut secepat mungkin kemudian berdiri.

"Ada apa, Nyonya?"

"Apa malam ini kamu bisa pulang terlambat?"

David mengerutkan dahi. "Memangnya kenapa, Nyonya?" tanya David.

Merasa penasaran, Mara yang masih duduk tetap memilih diam dan pura-pura sibuk dengan sisa makan malamnya.

"Antarkan makanan kekamar Juli," pinta Tesa.

Sempat melirik kearah Mara sesaat, detik berikutnya David mengangguk. "Baik, Nyonya."

Begitu permintaan Juli sudah disampaikan, Tesa dan Jordan kembali masuk kekamar.

Meski terkadang ingin sekali menjadi tempat curahan hati sang putri, kalau begini keadaannya sepertinya akan terasa sulit.

Dulu, mungkin Juli sangat menginginkan bercerita semua hal dengan sang ibu. Tapi, mengingat kondisinya sudah berubah, Tesa tidak akan terlalu berharap.

Semua karena kesalahannya. Sebuah kesalahan karena pernah mengacuhkan sang putri saat masih dalam perkembangan menjadi dewasa.

Mungkin semua ibu dan ayah yang berkarier, sudah menjadi ciri khas akan sibuk dengan dunianya tanpa menoleh sesaat pada sang buah hati yang terkadang sangat membutuhkannya.

"Aku pergi mengantar makanan dulu kekamar Nona Juli." David meninggalkan Mara yang masih duduk sambil menggosok piring dengan sendok.

Tidak tahu saja kalau saat ini Mara sedang mengeraskan rahang karena jengkel. Semenjak kepulangan Nona Juli, David selalu di buat sibuk dengannya. Jujur saja, Mara sangatlah tidak suka.

Begitu David sudah berlenggak menaiki anak tangga dengan membawa nampan bersisi makan malam, Mara yang merasa jengkel lantas membanting sedok diatas piring hingga berdenting.

Siapapun yang tersisa di ruangan itu, sontak melirik kearah Mara.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel