Pustaka
Bahasa Indonesia

Married with bodyguard

209.0K · Tamat
Mba_M
197
Bab
6.0K
View
9.0
Rating

Ringkasan

Juli Aghata, adalah seorang wanita yang ditinggal pergi sang kekasih saat menjelang pernikahanya. Dia mengalami shock sampai jatuh terbaring dirumah sakit. Tapi itu tidak berlangsung lama, setelah dia pulang dari rumah sakit. Dia melamar David secara mendadak. Tapi akhirnya David menyetujui menikah dengan Juli, Nona Muda di tempatnya bekerja. Padahal David sudah mempunyai kekasih, Viola. dan dia juga tidak mencintai Juli. Dia menerima pernikahan itu karena David sudah berjanji kalau dia akan menuruti semua keinginan Nona Mudanya, termasuk menikahinya. Awalnya, orangtua Juli ragu untuk mengijinkan pernikahan Juli dan David karena mendengar mereka tidak saling mencintai. Tapi karena kekehan dari Juli untuk tetap menikah dengan David pun, orang tua Juli tidak bisa menolak. Akhirnya dia hanya bisa menyetujui pernikahan putrinya, dan mendoakanya. David yang sudah mempunyai kekasihpun, memutuskan untuk mengakhiri hubunganya dengan Viola. Viola begitu terkejut, saat David ingin mengakhiri hubungan mereka. Dan lebih terkejutnya lagi, David berucap kalau dia akan menikah dengan wanita lain. Viola tidak terima, dia ingin mendapatkan David kembali. Dan dia datang menemui Alex, kekasih Juli yang pergi meninggalkan Juli. Viola mengatakan kalau Juli akan menikkah dengan David

RomansaIstriLove after MarriageKeluargaPernikahanSweetCLBKplayboy

1. Gagal menikah

PRANK!!

Suara piring yang jatuh dari atas meja, membuat prasmanan di sekitarnya merasa panik dan ketakutan. Satu tarikan dari cengkeraman kuat pada taplak meja itu nyatanya memang berhasil menjatuhkan apapun yang berada diatasnya.

Juli Agatha. Gadis cantik berumur 22 tahun berbalut gaun berekor panjang, berbahan satin brokat, tengah mengamuk di sebuah aula luas yang sudah dihiasi dengan dekorasi super mewah. Sebuah dekorasi yang hanya atau khusus disediakan untuk orang-orang tertentu saja. Cantik, indah, mempesona seperti wajah Juli saat ini. Tapi, tidak dengan hatinya, hatinya saat ini tengah hancur.

Matanya yang merah, tidak lagi membuat Juli peduli dengan sorot mata prihatin dari mereka-mereka. Yang dia tahu saat ini, raganya tengah remuk dan hancur.

"Keluar, kalian semua!" Teriakan lantang itu berhasil membubarkan kerumunan yang tengah berbisik dalam umpatan.

Berbondong-bondong, para tamu undangan berhamburan keluar dari aula itu. Tidak terkecuali bagi para wartawan yang semula masih bersikukuh untuk tetap bertahan menyaksikan amukan Juli. Huh! Wartawan mana yang akan membiarkan berita besar di hadapannya tertinggal begitu saja? Tidak ada.

Kini, gadis berbalut gaun pengantin itu lantas tersungkur memeluk lantai yang kotor. Menangis sejadi-jadinya, tanpa peduli lagi bagaimana riasan bak seorang bidadari memudarkan senyum cerianya. Kecewa, sedih, marah dan malu, tengah bercampur aduk menjadi satu menghampiri raganya.

Para wartawan yang semula terus-menerus mengambil kesempatan untuk mengambil gambar, kini sudah mundur menjauh setelah diusir paksa oleh dua pengawal keluarga Jordan. Ya, meskipun mereka sempat merekam sebagian kejadian itu.

Mungkin saja besok berita tentang gagalnya pernikahan itu akan menjadi topik terhangat di setiap stasiun TV

"Juli." sentuhan lembut mendarat, memberi usapan di atas pundak. "Kemari, Sayang." wanita paruh baya yang di sebut ibu, lantas merangkul pundak yang tengah bergetar hebat.

Juli tetap menangis. Memeluk lututnya rapat-rapat, menyembunyikan betapa kacau dirinya saat ini.

"Kenapa harus begini?" bersuara tanpa terlihat wajahnya, Juli masih setia memeluk kedua lutut yang tertutup rapat oleh gaunnya yang basah terkena air mata.

"Tenang Sayang …." ibunya hanya bisa berkata demikian, karena tidak tahu harus bagaimana.

Bagi seorang ibu, melihat anaknya hancur tentu saja akan ikut merasakan kehancurannya.

Diruangan yang terlihat seperti sebuah kapal pecah, yang sudah di hancurkan sang perompak itu. Kini hanya menyisakan ayah, ibu dan sebagian para pelayan dan pengawal. Mereka tentu tidak bisa berbuat apa-apa selain mengusap dada, dan ikut merasa iba dalam kesedihan yang sedang di rasakan Nona mudanya saat ini.

Jordan. Yang berstatus sebagai ayah dari Juli, hanya bisa memandang wajah sang istri yang tengah memeluk Juli dengan erat.

Tesa. istri Jordan, berkedip beberapa kali pada sang suami meminta untuk mendekat. Meminta bantuan supaya Juli mau beranjak dari posisinya saat ini.

"Kenapa ini terjadi, Tuhan. Kenapa?" Juli mendongak sesaat, memandang langit-langit seolah sedang mengadu pada sang pencipta takdir. Menelungkup lagi, tangis itu terdengar.

"Kenapa?"

"Juli Sayang…." Jordan ikut bersimpuh. Jongkok di hadapan Juli, memberi usapan lembut di atas lutut yang tertutup gaun pengantin. "Kita pulang yuk, kita lupakan semua ini."

"Enak saja!" Juli mendongak, membelakkan mata dan mengibaskan kedua tangan sampai ayah dan ibunya terjengkang.

"Eh!" pekik para karayawan dan pengawal secara bersamaan, mereka tampak terkejut dengan apa yang dilakukan Juli.

Seorang pria dengan postur tubuh yang tinggi tegap dan berisi, sudah membungkuk dan hendak membantu. Tapi, telapak tangan Jordan terangkat memberi kode bahwa dirinya baik-baik saja.

David. Pria berumur 27 tahun, yang ditugaskan menjadi pengawal kepercayaan Keluarga Jordan yang baru mulai bekerja sekitar satu bulan yang lalu, menggantikan ayahnya yang sudah pensiun. Sosok David yang memiliki tubuh seorang tentara, tentu sangatlah cocok dijadikan sebagai pengawal bos besar seperti Jordan.

Bukan hanya David yang bertugas mengawal di keluarga Jordan, tapi ada Dion yang notabenya adalah ponakan dari Tesa.

Kembali pada topik utama, kini Juli sudah berdiri tegak. Mengusap kasar wajahnya yang basah, kemudian Juli berlenggak mendekati pecahan piring yang berserakan. Ekor gaunnya terlarak kasar, mengikuti langkahnya yang semakin dekat dengan hal yang bisa membuat Juli celaka.

"Juli! Apa yang kamu lakukan!" teriak Tesa dengan kedua tangan menjulur, mencoba meraih tubuh Juli. Sayangnya Juli langsung mundur.

"Juli Sayang … kumohon, jangan lakukan itu." perlahan Jordan mendekat, mencoba meraih lengan Juli agar berhenti untuk mengambil pecahan piring itu.

Sayangnya, kini pecahan piring itu sudah berada di genggaman tangan Juli. Menyeringai tanpa rasa takut, bahkan kini Juli sudah mendaratkan pecahan piring itu di atas pergelangan tangan bagian dalam.

"Juli!" teriak Tesa. Tidak berani mendekat, lantas Tesa hanya bisa menangis sambil mengguncang lengan sang suami. "Lakukan sesuatu."

"Hei kalian! Kenapa diam saja!" Tesa berteriak membentak para pengawalnya yang sedari tadi hanya melongo. Bukan begitu sebenarnya, mereka hanya tidak tahu harus berbuat apa, begitu juga dengan David.

Tidak ada yang berani mendekat, David mencoba maju. "Nona, aku mohon jangan lakukan hal bodoh." Dia terus maju, berharap bisa menggapai benda yang di pegang Juli tanpa melukai siapaun.

"Mundur!!" perintah Juli dengan mata melotot, dikelilingi sisa air mata. "Jangan berani mendekat." Juli menekan benda tajam itu sampai membuat semua menjerit bersamaan.

David mundur. Mengerjap-kerjapkan mata, meminta Dion untuk membantu berdiri sigap dan waspada, sepertinya David punya rencana.

"Juli, Ibu mohon. Jangan lakukan itu." Tesa sudah menangis sesenggukan, mengguncang lengan suaminya, Tesa menatap iba.

Memang apa yang bisa dilakukan Jordan? Tidak ada. Kalau mendekat, takutnya malah semakin bergerak cepat Juli untuk melukai tangan.

Masih mengatur napas yang berderu cepat, dengan beling masih mendarat di atas pergelangan tangan. Tanpa Juli sadari seseorang tengah berdiri dibelakangnya. David berkedip memberi kode dengan isyarat gerak tangan, meminta agar Jordan mengalihkan sedikit pandangan Juli. Mengulur waktu lebih tepatnya.

"Juli Sayang … lepaskan ya. Kalau kamu terluka bagaimana?" Dion mencoba membujuk sebisa mungkin, agar David segera melancarkan aksinya.

"Iya Sayang." Tesa mengimbuhi.

"Tidak!"

Teriakan itu membuat Tesa refleks mendesis, menahan ngilu dan takut. Apalagi saat sedikit goresan berhasil mengeluarkan darah dari balik kulit mulut itu. Sontak Santi langsung berteriak histeris.

Plak!

Sebelum goresan itu semakin dalam, tampikan cepat yang dilakukan David berhasil membuat pecahan piring itu lepas dari tangan Juli.

Bugh!

Tubuh berbalut gaun pengantin itu ambruk, tidak lama setelah tetesan demi tetesan berjatuhan menyentuh lantai. Juli tersungkur jatuh begitu saja tidak sadarkan diri.

"Juli!!!" teriakan bersamaan keluar dari mulut Jordan dan Tesa.

Dia menghambur menghampiri tubuh tersungkur itu, Jordan lantas membalik tubuh Juli. Meletakkan kepala di atas pangkuan, Jordan lantas berteriak. "Siapkan mobil, cepat!"

Bergegas, David dan satu temannya yang bernama Dion berlari keluar menyiapkan mobil.

Kemungkinan bukan dari luka goresan itu yang menyebabkan Juli tidak sadarkan diri, tapi. Bisa jadi karena syok menghadapi apa yang tengah terjadi saat ini.

Sebuah pernikahan termewah yang belum pernah terjadi sebelumnya, kini harus berakhir dengan sebuah malapetaka.

Dimana sang mempelai pria tidak hadir, dan justru menghilang bersama selingkuhannya.

Bagaimana Juli bisa tahu? Karena pria brengsek itu yang menghubungi Juli melalui pesan singkat.

Sungguh sangat keterlaluan! Bahkan perlu diketahui, ponsel berisi pesan itu sudah raib entah menghilang. Kemana, kapan saja sebelum juli mulai mengamuk.