Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

2. Dirumah sakit

Di depan pintu, dimana nona mudanya terbaring dalam keadaan tak sadarkan diri. David tengah berdiri sambil bersender pada dinding di samping pintu tersebut, ditangannya yang mengepal terlihat sesuatu benda yang dicengkeram dengan erat. Sementara di samping David, tepatnya di kursi besi panjang, Dion tampak sedang duduk mengotak-atik ponselnya. Menulis sesuatu yang entah apa, kemudian dia mengirim ke nomor seseorang.

"Apa Kamu sudah melihat beritanya di media sosial?" tanya Dion tanpa menoleh. Pandangannya tetap fokus mengetik pada layar pipih yang menyala terang itu.

Desahan terdengar keluar dari balik bibir David yang terbuka. Tidak langsung menjawab, David kemudian ikut duduk. "Aku malas melihat berita online. Isinya terlihat dibuat-buat."

Bahkan perlu mereka tahu, para wartawan sempat berkerumunan di kediaman Jordan. Memang sudah tugasnya para pemburu berita dan gosip untuk mencari informasi.

"Dibuat-buat bagaimana?" benda pipih itu Dion masukkan ke dalam saku kemeja. "Berita tentang pernikahan ini, benar-benar sudah menyebar luas."

David mengusap wajah dengan kedua tangan, dia membungkuk menyikukan kedua tangan di atas paha. "Justru itu, aku jadi malas melihatnya. Kalau Juli sampai tahu, pasti dia semakin syok."

"Kamu benar. Ayah dan Ibuku yang di luar negeripun sudah mengetahui tentang gagalnya pernikahan Juli." Dion mendesah sesaat, ikut merubah posisi sama persis seperti yang dilakukan David. "Mereka terus bertanya padaku, apa yang sebenarnya terjadi."

"Benarkah?" David menarik punggung ke belakang. Bersandar pada dinding, menyandarkan tubuhnya yang mulai lelah. "Secepat itu beritanya tersebar, Media online sekarang mengerikan."

Keduanya terdiam, sunnyi senyap tidak ada yang bersuara. Masing-masing hanya duduk dengan pikiran yang melayang-layang tanpa arah, sampai tiba-tiba terdengar suara knop pintu tertarik hingga pintu terbuka sebagian.

"Bibi...." Keduanya terkesiap. Berdiri secara bersamaan menghadap Tesa.

"Bagaimana keadaan Nona Juli?"

"Apa lukanya serius? Dia baik-baik saja kan, Bibi?"

Pertanyaan bersamaan keluar dari mulut keduanya. Wajah keduanya sama-sama menampakkan wajah penuh kekhawatiran. Apa lagi untuk David. Jujur saja dia begitu khawatir. Tapi, karena sadar akan posisi, David hanya bisa memendam rasa khawatirnya di dalam hati. Selebihnya David memang tak perlu banyak tahu.

Tidak mau membuat siapun merasa khawatir yang berlebihan, Tesa sontak melempar senyum. "Juli baik-baik saja, Juli pingsan bukan karena luka itu. Dia hanya syok."

Benar, sesuai dugaan David. Luka itu tak mungkin membuat Juli sampai pingsan. Karena David yakin, biarpun meneteskan darah, tapi lukanya tak terlalu dalam. Setidaknya, mendengar kabar Juli baik-baik saja sudah membuat David merasa lega.

"Oh iya, David." Tesa menutup pintu itu rapat-rapat, bergeser sedikit menjauh. "Kamu pulang saja, tidak apa. Disini ada Dion. Kamu pasti lelah kan?"

David refleks menggeleng. "Tidak Nyonya, Aku sama sekali tidak lelah. Ini sudah tugas saya untuk menjaga Nona Juli disini." David tidak mau pulang. Sungguh berat rasanya, kalau harus mengangkat kaki meninggalkan nona mudanya yang masih belum sadarkan diri.

Memangnya David siapa? Belum tentu juga Juli akan merasa senang kalau David menemani. Entahlah.

"Tidak apa David." Dion menepuk pelan pundak David. "Ini kan hari minggu, tugasmu adalah dirumah, menjaga ayahmu."

"Benar David." Tesa mengimbuhi.

"Sudah pulang sana, Kamu bisa datang lagi besok." Tesa tersenyum penuh rasa terimakasih.

David menghela napas berat. "Baik, Nyonya. Aku akan pulang, Aku janji akan datang lebih awal, besok." ucapnya sigap dan meyakinkan, membuat Tesa tersenyum.

"Hati-hati. Dan terimakasih untuk hari ini," ucap Tesa sebelum David beranjak pergi.

Tesa menatap punggung pria gagah itu, yang perlahan semakin menjauh. Tesa lantas mengajak Dion untuk masuk kedalam, Dion juga butuh istirahat.

Meskipun tahu tempat itu tidaklah nyaman, tapi didalam sana disediakan dua sofa panjang yang di lengkapi bantal berukuran 30 cm sebanyak 4 buah. Bukan hanya itu saja, ruang itu jelas-jelas hanya bisa di masuki oleh keluarga konglomerat, yang permalamnya saja bisa mencapai 5 juta. Didalamnya terlihat beberapa fasilitas yang tidak mungkin ada di ruangan lain dikelas bawah. Misalnya seperti TV yang menempel di dinding. Belum lagi ada juga kulkas setinggi satu meter kurang di sudut ruangan, dan lain-lain.

Tapi, sebagus-bagusnya tempat itu karena mengutamakan fasilitas yang unggul, tetap saja itu adalah sebuah rumah sakit. Dimana semua orang dalam keadaan lemah terbaring tanpa kekuatan penuh. Contohnya Juli, meskipun dia tampak berbaring dengan nyaman di atas brankar yang empuk, tapi raganya sedang merasakan sakit.

"Kamu istirahat juga, Kamu juga pasti lelah kan?" Tesa menyuruh Dion segera beristirahat di sofa yang sudah disediakan.

Dion sudah duduk. Menepuk-nepuk sofa itu, menata bantal kemudian membaringkan tubuhnya yang super lelah.

******

"Kenapa baru pulang?" pria berumur sekitar 60 tahun, menyambut kedatangan David yang baru saja beberapa langkah masuk kedalam rumah.

ayah David yang bernama Tian, tengah duduk di ruang tamu sambil membaca majalah. Tidak langsung menjawab, David melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Pukul 10 malam. Meskipun terlihat masih terlalu awal untuk anak muda, tapi bagi David pukul 10 malam adalah waktu yang bisa dikatakan terlambat. Setiap hari minggu biasanya David sudah sampai rumah sebelum magrib.

Kalau ada yang tanya, kenapa ayah David yang notabenya adalah mantan pengawal keluarga Jordan tak hadir dalam acara pernikahan. Itu memang karena kondisinya yang tidak memungkinkan, sudah hampir lima bulan Tian jarang ke luar rumah. Tepatnya sejak kepergian sang istri enam bulan yang lalu.

Kepergian sang istri, nyatanya sempat membuat Tian dan David merasa terpukul. Kalau David bisa mengikhlaskan, tentu Tian juga begitu. Sayangnya serangan panik yang terjadi usai pemakaman, berlangsung sampai detik ini. Dan itu membuat Tian disarankan untuk menjauhi kerumunan banyak orang.

"Kenapa Ayah belum tidur?" David berjongkok di depan Tian, meraih majalah dari tangan sang ayah, kemudian menaruhnya di atas meja. "Ini kan sudah malam, Ayah. Ayo tidur."

Tian berdecak, dia menjitak kepala David membuat pria itu sontak meringis. "Kenapa kamu malah mengelak?" Tian melotot tajam. "Darimana saja kamu? Kenapa baru pulang? Apa acara pernikahannya baru selesai?"

David menggaruk tengkuk, dengan sederetan gigi yang berbaris di balik mulut terlihat jelas. Runtutan pertanyaan itu membuat David bingung harus menjawab apa.

"Iya Ayah ... Acaranya memang baru selesai. Itu kenapa aku baru pulang." David menggenggam hangat kedua tangan sang ayah. Menatap wajah yang mulai jelas kerutannya itu, David lantas tersenyum. "Tidak perlu khawatir, ayo Ayah istirahat."

David meraih kedua pundak ayahnya, dia membantunya untuk berdiri. Menuntun menuju kamar, agar lekas bisa istirahat. Hari ini sungguh sangat melelahkan.

Bugh!!

David sudah terjatuh di atas kasurnya. Setelah mengantar ayah tidur, dia pun langsung bergegas masuk ke kamarnya sendiri. Tidak perlu mandi, lebih baik langsung tidur. Besok kemungkinan pekerjaan sebagai mengawal nona muda akan lebih berat.

Tidur saja, itu kalau bisa David lakukan. Fiuh!

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel