Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 3

Sebelum aku sempat mengatakan sesuatu, Samuel melihatku terlebih dahulu.

Dia melangkah mendekatiku dan berkata dengan nada tidak senang, "Kenapa kamu ada di sini?"

"Ya, Kak Lucia, kebetulan sekali." Cantika juga ikut menghampiri dan berkata sambil memeluk lengan Samuel, seakan sedang menyuarakan kepemilikannya.

"Kak Lucia, kenapa kamu kelihatan tidak senang?"

Aku berpikir dalam hati, "Aku merasa sial karena bertemu dengan kalian. Untuk apa aku merasa senang?"

Melihatku tidak mengatakan apa-apa, Cantika menjadi lebih bangga.

"Kak Lucia, apa kamu salah paham lagi? Aku ke sini bersama Kak Samuel karena ingin membuat jimat keselamatan."

"Kalian berdua memang harus meminta keselamatan hati. Karena bukan pasangan resmi, kalian juga harus berhati-hati saat pergi keluar."

"Kamu ...." Wajah Cantika berubah menjadi marah.

"Cukup, jangan bilang begitu tentang Cantika!"

Samuel kembali membela Cantika.

Aku menepis telunjuknya yang menunjuk ke arahku. "Dan kamu, pengacaraku sudah mengurus perceraian kita. Aku akan menceraikanmu."

"Apa katamu? Bercerai?" Samuel tampak tidak percaya bahwa aku akan menceraikannya. Seketika, wajahnya menjadi pucat.

"Sudah berapa kali aku bilang padamu, hubunganku dengan Cantika hanya sebatas pertemanan. Kalau mau bersikap aneh-aneh juga ada batasnya!"

"Ya, Kak Lucia, kenapa kamu melukai perasaan Kak Samuel seperti itu?"

"Kak Samuel, ini semua salahku. Aku yang membuatmu dan Kak Lucia bertengkar. Aku akan pergi sekarang."

Beberapa air mata jatuh saat dia mengatakan itu. Aku menatap Cantika yang bersikap berlebihan dengan senyum dingin.

Seperti yang sudah diduga. Samuel tidak tega melihat Cantika bersedih, jadi dia menarik Cantika yang hendak pergi.

"Cantika ... kita tidak salah apa-apa, kamu tidak perlu pergi."

"Lucia, aku peringatkan. Jangan sampai menyesal karena kamu melakukan ini!"

"Apa kamu ingin bayi di dalam perutmu lahir tanpa seorang ayah?"

Cih, aku masih bisa menahan diri kalau dia tidak menyebutkan masalah bagi. Namun, begitu dia menyebutkannya, kemarahanku melonjak seperti gelombang pasang, mataku menjadi merah dan suaraku berubah serak.

"Anak? Anakku sudah tiada."

Mungkin terkejut dengan sikapku, mereka berdua mundur selangkah, bahkan Samuel berkata sambil mengerutkan kening.

"Lucia, apa kamu gila?"

Air mataku sudah menggantung di pipiku dan aku tidak menghapusnya, membiarkannya mengalir dengan bebas di wajahku.

Aku ingin menangis, aku ingin tertawa, tetapi aku tahu bahwa tidak peduli apa yang aku lakukan, aku tidak akan pernah membuat putriku kembali.

Saat itu, pemimpin kuil keluar.

Melihat kami bertiga, dia mengangguk pelan.

"Amitabha."

Setelah mengatakan itu, dia menatapku. "Nona, lampionnya sudah siap. Apa mendiang sudah punya nama?"

Aku menyeka air mataku.

"Ya. Namanya Eunia."

Ini adalah nama yang aku dan Samuel putuskan setelah melihat-lihat kamus.

Samuel membeku saat mendengar nama itu.

"Eunia? Meninggal?"

"Lucia, apa yang terjadi dengan anak kita?"

Dengan dingin aku menepis tangannya yang mencengkeram lengan bajuku. "Itu anakku, tidak ada hubungannya denganmu. Aku berdoa agar dia tidak memilih orang sepertimu sebagai ayahnya di kehidupan selanjutnya!"

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel