Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 4

"Masalah sebesar ini, kenapa kamu tidak memberitahuku?"

Samuel bertanya padaku dengan mata merah.

Aku tertawa terbahak-bahak, menatap Cantika di sampingnya dan berkata, "Aku tidak memberitahumu? Yang kamu perhatikan cuma Cantika, mana mungkin kamu peduli padaku dan bayiku."

Cantika merinding karena tatapanku, tetapi dia masih terus mempertahankan sikap polos dan tidak bersalahnya, "Kak Lucia, kesalahan apa yang sudah aku lakukan sampai kamu kesal seperti ini kepadaku? Kalau mau marah, marah saja kepadaku. Bagaimanapun Kak Samuel itu ayah dari anak itu. Kalau kamu bicara begitu saat anaknya sudah tidak ada, dia bisa sedih."

"Benarkah? Dengan adanya Nona Cantika yang baik dan pengertian, mana mungkin dia bisa merasa sedih?"

Samuel terdiam, tidak mengucapkan sepatah kata pun.

Hamil empat bulan, perut akan terlihat sedikit buncit. Setelah tidak bertemu denganku selama lebih dari sebulan, tidak bisakah dia melihat bahwa perutku yang harusnya membuncit, sekarang sudah terlihat rata?

Dia bisa saja melihatku sekali lagi dan menyadari ada yang tidak beres, bukan?

Namun, dia tidak melakukannya.

Dia tidak buta mata, tetapi dia buta secara mental.

Sebulan yang lalu, Cantika mendorongku hingga jatuh dari tangga. Namun, dia mengatakan kalau aku membuat pergelangan kakinya terkilir.

Samuel meninggalkanku yang kesakitan dan pergi dengan Cantika dalam gendongannya.

Hari itu adalah hari dimana aku melewatkan waktu terbaik untuk menyelamatkan bayiku dan berakhir dengan kehilangannya.

Ketika aku kembali dari rumah sakit, hal pertama yang dia katakan adalah dia menyalahkanku.

Apa dia bersedih karena anaknya meninggal?

Dia sudah sejak lama tidak punya hati!

Aku menarik napas dalam-dalam dan tidak akan memikirkannya lebih lama lagi.

Samuel menggenggam tanganku lagi saat kami berpapasan

"Lucia, aku tahu kamu sedang sedih sekarang. Kita bicarakan lagi nanti saat kamu sudah tenang."

"Tidak perlu. Jangan lupa untuk menandatangani surat cerai."

Setelah mengatakan itu, aku menepis tangannya dan berjalan pergi dengan cepat.

Samuel masih ingin mengejarku, tetapi Cantika menariknya kembali. "Kak Samuel, Kak Lucia benar-benar sudah keterlaluan kali ini."

"Kamu juga sedih karena kehilangan anak, tetapi itu bukan kesalahanmu. Kenapa dia malah memperlakukanmu seperti ini!"

"Cukup!" Samuel memotong perkataan Cantika secara tiba-tiba.

"Dia butuh waktu, aku akan menunggunya untuk tenang dan berbicara dengannya baik-baik."

Samuel tidak melihat kilatan kebengisan di mata Cantika karena Cantika menundukkan kepalanya.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel