Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab.05

“Iya aku setuju!”

Mario terpaksa harus mengikuti keinginan Eriska, supaya jabatannya sebagai CEO di perusahaan itu tidak di cabut oleh orang tuanya.

“Nah gitu dong ... tenang saja, kamu itu akan kubuat menyukai seorang Perempuan!” ujar Eriska, dan membuat semua karyawan mempunyai persepsi miring soal bos besarnya.

Padahal Mario sangat kesal atas pernyataan Eriska yang mengiranya mempunyai orientasi seksual menyimpang, padahal kenyataannya tidak seperti yang Eriska katakan.

Mario hanya bisa mengelus dadanya, berusaha menahan amarahnya terhadap Eriska, ia hanya bisa bergumam dalam hati. ‘Dasar Sekretaris sakit jiwa! Awas saja kau, setelah tiga bulan akan aku usir dari perusahaan ini,' gumam Mario menatap tajam pada Eriska.

“Sudah-sudah, kalian cepat kembali ke ruangan kalian masing-masing!” perintah Mario dingin, pada semua karyawannya. “Dan kamu Eriska cepat kembali ke ruanganmu!” ujarnya memerintahkan sekretarisnya untuk segera kembali ke ruangan.

“Iya-iya ... jangan galak-galak sayang, nanti gantengnya hilang!” cibir Eriska tersenyum penuh kemenangan.

Eriska segera kembali ke ruangannya, kini selangkah lagi dia berhasil menaklukkan Mario pikirnya.

Dalam ruangannya Eriska tampak senang menatap hamparan kota membentang luas dari balik jendela ruangannya.

“Aku yakin Mario mulai menyukaiku, hanya saja dia masih gengsi mengakuinya. Tidak apa-apa sayang aku tunggu kamu sampai mempublikasikan hubungan kita,” gumamnya tersenyum penuh percaya diri.

KRING! KRING!

Suara telepon menyadarkan Eriska dari lamunanku.

Belum sempat ia mengangkatnya, akan tetapi Eriska sudah tahu jika si penelepon adalah Mario.

“Itu pasti Mario!” tebak Eriska dengan segera mengangkat telepon tersebut.

[Iya halo, ada apa kau meneleponku? Kau kangennya?] tanya Eriska dengan nada menggoda.

Sementara di ruangannya, Mario mendecih kesal. [CIH! Siapa juga yang kangen,] ucapnya dengan segera meminta Eriska untuk menemuinya di ruangan. [Cepat ke ruangan saya sekarang!]

[Iya ... kamu sudah tidak tahan ya?] cekikikan Eriska menanggapi Mario.

Mario menyandarkan kepalanya di bahu kursi kebesarannya. Menyesali keputusan bodohnya yang membuat perjanjian konyol dengan Eriska. [Sudah cepat ke ruangan saya, ada hal yang ingin saya bicarakan!] sentaknya.

[Iya-iya aku segera ke sana sayang ...] ucap Eriska, mengakhiri percakapannya lewat telepon.

Eriska segera menemui Mario di dalam ruangan CEO.

Terlihat Mario menatap pada berkas yang ada di atas mejanya.

“Ada apa kau memanggilku? Apa kau sudah rindu?” Eriska tersenyum di ambang pintu menatap wajah kaku Mario.

“Duduk!” perintah Mario mendominasi. “Kamu perbaiki draf kerja sama dengan para Klien yang tertunda gara-gara kekonyolan kamu tempo hari!” dengan kasar Mario menyerahkan berkas yang tidak sesuai baginya.

Padahal Mario ingin membuat Eriska menyerah dengan sendirinya, tapi mental Eriska terlalu kuat untuk Mario runtuhkan.

“Hanya ini saja kan?” tanya Eriska dengan santai. “Kalau Cuma ini kecil, Bos tampan!” ujar Eriska, malah dengan senang hati menerima perintah dari Mario.

Kemudian Eriska segera bangkit dan bicara pada Mario. “Bos ... Anda mau tahu sesuatu tidak!” ucapnya mendekati Mario.

“Apa!”

“Anda itu ganteng, terlebih lagi kalau Anda tidak galak, Anda bakal lebih ganteng lagi,” bisik Eriska di telinga Mario.

“Jangan menjilat, saya sama sekali tidak butuh pujian darimu! Cepat kerjakan draf kerja sama itu, setelah selesai saya tunggu di ruang meeting!” ujar Mario dengan lantang.

“Dengan senang hati,” ucap Eriska segera undur dari ruangan sang bos besar.

Eriska sangat gembira lantaran jaraknya dengan Mario sudah tidak ada lagi sejak Mario menyetujui syarat yang di ajukannya.

“Eummm ... aku sangat senang, sebentar lagi Mario akan mengatakan kalau dia jatuh cinta padaku,”

Eriska duduk di kursi, sambil mengetik di layar laptop, untuk memperbaiki draf kerja sama dengan klien kerja Mario.

“Wah-wah ... tampaknya ada yang sedang bahagia nih!” seru Gwen berdiri di ambang pintu.

Eriska yang sedang fokus bekerja pun menoleh ke sumber suara yang menyadarkannya. “Eh Gwen ...” ucap Eriska tersenyum menatap sahabatnya.

Perlahan Gwen mendekat pada Eriska, lalu menempelkan tangan di kening Eriska. “Kamu tidak panas kok? Tapi kenapa kamu senyum-senyum terus dari tadi, kamu baik-baik saja kan?” Gwen memastikan jika sahabatnya itu tidak sedang abnormal.

Eriska menepis tangan Gwen yang masih menempel di keningnya. “Kamu apa-apaan sih, aku enggak kenapa-kenapa Gwen!” ucap Eriska menggembungkan pipinya.

“Iya-iya percaya kalau kamu tidak kenapa-kenapa, lantas apa yang membuat kamu sebahagia ini Er?” tanya Gwen terhadap sahabatnya.

“Tentu saja aku bahagia, kamu tahu gak kalau Mario itu sudah menyetujui jika aku akan membuat dia jatuh cinta dalam waktu tiga bulan,” ucap Eriska dengan senyuman.

Gwen menatap heran dengan mulut menganga, berusaha mencerna ucapan yang terlontar dari mulut sahabatnya. “Eummm bagaimana kalau dalam waktu tiga bulan kamu tidak bisa membuat Mario jatuh cinta? Kamu gila Er, seharusnya kamu jangan seperti itu!”

“Sudahlah lagi pula aku yakin, kalau dalam waktu tiga bulan aku akan benar-benar membuat dia jatuh cinta, kamu jangan khawatirkan aku, tenang saja!” balas Eriska santai.

“Ya sudah kalau itu memang menurutmu keputusan yang tepat, aku sebagai sahabat kamu, hanya bisa mendoakan yang terbaik, semoga sahabat aku ini selalu hidup bahagia, dan segera mendapatkan keinginannya,” peluk Gwen kepada Eriska.

Eriska merasa beruntung memiliki sahabat seperti Gwen, yang selalu ada di saat dia sedih ataupun bahagia.

Eriska bangkit dari tempat duduknya, dan memeluk Gwen. “Uuuh ... cintaku, terima kasih Gwen, kamu memang sahabat baikku,” Eriska memeluk sahabatnya.

“Sudah ya pelukannya, aku masih banyak pekerjaan Gwen, nanti aku di marahi Pak Mario draf kerja sama dengan Klien belum juga selesai,” ucap Eriska lagi.

Gwen pun melepaskan pelukannya. “Ya sudah kalau begitu, kebetulan aku juga masih ada banyak pekerjaan,” ujar Gwen segera pergi meninggalkan ruangan Sekretaris Er.

Sementara Mario sudah menunggu kedatangan Sekretaris Eriska di ruang meeting.

Terlihat di sana ada banyak klien dari berbagai perusahaan yang akan terlibat pekerjaan dengan perusahaannya.

“Mana Sekretaris bodoh itu, kenapa dia belum juga membawa berkas-berkasnya, bisa malu saya jika seperti ini terus!” gumam Mario menoleh, dan menoleh lagi pada arah pintu ruangan meeting.

Kemudian Willy berbisik pada bos besarnya itu, meskipun dalam hatinya Willy masih merasa takut dengan kelainan Mario, pikirnya.

“Apa Bapak sedang menunggu Sekretaris Er?” bisik Willy pelan di telinga sang bos besar.

“Cepat kau panggil Sekretaris gila itu! Karena saya sudah tidak bisa menunggu lebih lama lagi, kamu lihat Klien kita sudah mulai tidak sabar kan?” ucap Mario penuh penekanan, namun masih berkata dengan suara pelan.

“Baik Pak, saya akan segera memanggil Sekretaris Er,” ucap Willy, perlahan bangkit keluar dari ruangan meeting.

Belum sempat Willy keluar ruangan, Eriska sudah memasuki ruangan itu.

TOK! TOK! TOK!

Eriska melenggang masuk ke dalam ruangan meeting, semua orang di sana tepaku dengan kedatangan Sekretaris Eriska.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel