Pustaka
Bahasa Indonesia

MENGEJAR CINTA MAS DIREKTUR

84.0K · Ongoing
Agus Irawan
80
Bab
503
View
9.0
Rating

Ringkasan

Eriska Nattusha selalu berusaha ingin menaklukkan CEO dingin bernama Mario Dewantara, pemimpin perusahaan di bidang advertising terkemuka multinasional. Eriska sampai rela menjadi sekretaris diperusahaan yang di pimpin Mario itu. Tindakan semena-mena dari Mario pun dia dapatkan, hingga pada akhirnya Eriska hampir menyerah, dan berniat resign dari perusahaan. Namun, pada saat yang bersamaan Eriska di hadapkan dengan kenyataan pahit, bahwa dia telah mengandung seorang bayi di rahimnya, tanpa dia tahu siapa ayah biologisnya. Bagaimana bisa, dia sampai tidak tahu siapa ayah dari bayi dalam kandungannya? Cover free comersial use from pexels Foto oleh casper somia

RomansaPresdirLove after MarriageOne-night StandPernikahanSweetTuan Muda

Bab. 01

Dalam ruangan Ekslusif Class pria rupawan berwajah oriental terlihat memagut dua dagu menatap malas pada lembaran berkas di atas meja kerjanya.

“Ini pasti pekerjaan Sekretaris bodoh itu?” gumamnya berdecak heran. Kemudian meraih telepon di sampingnya, lalu menghubungi Willy asisten pribadi yang sudah tahunan bekerja padanya.

[Tolong ke Ruangan saya sekarang!] sentaknya terlihat murka.

Tanpa berbasa-basi pria tampan bernama Mario itu melemparkan berkas-berkas tepat di hadapan Willy yang sudah ada dalam ruangan.

“Panggil Sekretaris bodoh itu ke Ruangan saya!” nada membentak sekaligus memerintah itu terdengar mengerikan bagi Willy.

“Maksud Bapak Sekretaris Er?” tanya Willy memastikan.

Mario menatap asistennya, kesal. “Ya! Memangnya siapa lagi Sekretarisku, kalau bukan Eriska!” bentaknya lagi.

Dengan lutut gemetar Willy segera pergi menuju ruangan Eriska, ia tahu bos besarnya benar-benar marah kali ini.

KLEK!

Suara pintu mengalihkan perempuan cantik, yaitu Sekretaris Eriska yang tengah di sibukkan dengan berbagai pekerjaannya.

“Ada apa Will? Kenapa kamu terlihat gemetar seperti itu, apa Bos sedang marah lagi?”

Willy menelan salivanya saat melihat dua buah bening mengkilap, di terpa Kilauan cahaya mentari. ‘Aish ... dasar Orang ini, di tanya malah diam saja!’ dengus Eriska dalam hati sambil mengancingkan kemeja yang mengekspos bagian terindah itu.

Eriska sudah tahu maksud kedatangan Willy ke ruangannya, sudah dapat di pastikan kalau bos besar mereka sedang teramat murka, lantaran dengan beraninya Eriska menyelipkan surat cinta di antara berkas-berkas yang di setor pada bosnya.

“Bos, apakah Anda memanggil saya?” Eriska sudah berdiri di ambang pintu, tatapan Mario langsung beralih padanya.

“Ini apa maksudnya?” Mario mengacungkan selembar kertas di tangannya. “Tulisan sampah! Beraninya kau menyelipkan surat cinta ini di berkas yang akan di serahkan kepada Klien,” murka Mario pada tindakan Eriska.

Bukannya takut, Eriska malah menanyakan jawaban dari isi surat itu. “Jawaban Bos apa? Apakah saya diterima oleh Bos?” tanyanya kemudian.

“Astaga kau gila! Mana mungkin aku menerima cinta dari Sekretaris sepertimu!” Mario menatap remeh pada Eriska. “Seujung kukupun kau tak pantas untukku!”

Fiuhhh!

Embusan ucapan membuyarkan keteguhan hati Eriska, sejak dulu dia mengharapkan cinta dari Mario, kini harus menerima penolakan untuk ke sekian kalinya.

Namun, bukan Eriska namanya jika begitu saja menyerah.

Perlahan Eriska maju sedikit mendekat pada pria dingin bernama Mario itu, kini Eriska lebih memberanikan diri lagi.

Eriska mendongakkan wajahnya menatap sorot mata biru itu. “Saya tidak akan menyerah, saya yakin suatu saat Bos akan mencintai saya. Bahkan Bos akan cemburu jika saya berjalan dengan Pria lian!” tegas Eriska dengan mata berkaca-kaca.

CIH!

“Gadis bodoh! Jangan menghalu, aku tidak akan pernah mencintaimu!” sentak Mario semakin geram.

“Terserah apa kata Bos, atau jangan-jangan Bos ini tidak suka Perempuan?” entah dari mana Eriska berpikir hingga sejauh itu, menduga bosnya memiliki kelainan.

Mario mengepalkan tangannya, kesal karena Eriska menuduhnya punya kelainan seksual.

“Kurang ajar sekali kamu ini! Itu bukan urusanmu, pergi dari ruangan saya atau kau akan di pecat hari ini juga!” usir Mario terhadap sekretarisnya itu.

“Tanpa Bos usir pun saya akan keluar dari Ruangan ini, maaf mengganggu Bos yang terhormat pagi ini!” tegas Eriska menunjuk dada bidang Mario dengan telunjuknya.

Sementara di luar ruangan para karyawan lainnya, terlihat menonton kejadian heboh pagi itu.

BRUGH!

Eriska membanting pintu, sontak Mario terlonjak kaget.

“Sial! Perempuan gila! Kalau bukan karena dia Anak dari Sahabat Papa, aku tidak sudi menerima dia jadi karyawan di kantor ini,” gumam Mario setelah kepergian Eriska dari ruangannya.

Eriska berjalan di koridor kantor di tatap semua karyawan, ada yang mengagumi sosoknya ada pula yang mencemoohnya. Lantaran tingkat kepercayaan dirinya di atas rata-rata.

“Apa kalian lihat-lihat? Saya bukan badut yang bisa kalian lihat-lihat ya!” sentak Eriska terhadap karyawan lain. Namun, para karyawan itu masih saja menatap Eriska. “Owh ... atau kalian mau saya kasih hukuman ya!” ancamnya, lantaran dengan kedudukannya sebagai sekretaris Eriska bisa dengan mudah membuat mereka kesusahan dalam pekerjaan.

“Maaf Sekretaris Er, saya tidak bermaksud seperti itu,” sahut bawahan Eriska.

“Ya sudah cepat kalian kembali bekerja!” perintahnya garang.

Seketika semuanya membubarkan diri, lantaran Eriska sudah melontarkan ancaman untuk mereka semua.

Dengan malas Eriska kembali ke ruangannya, kesal sedih bercampur aduk, dan untuk ke sekian kalinya, Eriska di tolak mentah-mentah oleh CEO DEWANTARA_ADVERTISING.

ARGHHH!!!

“Dasar Pria bodoh! Apa dia tidak bisa membedakan mana yang tulus dan mana yang modus,” gerutu Eriska dalam ruangan, mengobrak-abrik seisi ruangan itu.

Tapi setelah emosinya mereda Eriska segera membereskan ruangannya, dan bersikap seolah-olah tidak ada kejadian di hari itu.

Kepercayaan dirinya telah kembali, dan siap berjuang untuk mendapatkan hati seorang CEO.

Eriska melihat arloji ditangannya, waktu sudah menunjukkan pukul 12.00WIB menandakan jam istirahat sudah tiba, Eriska berjalan menuju ruangan HRD, yaitu Gwen Stefani Joanne, teman sekaligus bawahannya.

TOK! TOK! TOK!

“Masuk saja, pintunya enggak di kunci!” teriak salah seorang di dalam ruangan itu.

Eriska segera berjalan masuk dalam ruangan Gwen. Belum sempat Eriska bercerita, Gwen sudah terkekeh geli melihat Eriska.

Ha-ha-ha!

Gwen tertawa saat mengingat tingkah konyol sahabatnya itu. Eriska menautkan kedua alisnya bersedekap tangan berdiri menatap Gwen.

“Kenapa kau tertawa, memangnya ada yang lucu?” decih Eriska menatap Gwen yang terus menertawakannya. “Gwen ... berhentilah menertawakan aku!” peringatan itu di lontarkan oleh Eriska.

“Iya-iya maaf, lagian kamu tuh ya. Ada-ada saja tingkahnya! Terus gimana itu kelanjutannya pagi tadi, apakah Pak Mario jadi memecat kamu?”

“Ya enggaklah! Mana berani dia mecat aku Gwen!” balas Eriska. “Ayo jangan bahas Mario, aku laper banget!” ajak Eriska meraih tangan Gwen.

“Iya sebentar aku beresin kerjaan aku dulu,” ucap Gwen merapikan berkas-berkas di mejanya.

Setelah itu mereka pergi menuju kantin khusus para karyawan menerima jatah makanan, ya memang perusahaan advertising itu sengaja menyediakan Catering tiap hari untuk para karyawannya.

Di sana juga ada Mario sedang terlihat makan sendirian di meja, tengah lahap menyantap makanan.

“OHMAY ... Marioku!” gumam Eriska segera menghampirinya.

“Mau ke mana?” Gwen menahan langkah Eriska.

“Aku mau nyamperin Mario!” serunya menatap Mario.

Gwen menepuk kepalanya sendiri, heran pada sahabatnya itu, meskipun sudah berpuluh-puluh kali di tolak oleh Mario, tetap saja dia mengejar cinta itu.

“Boleh aku gabung?” ucap Eriska dengan mata penuh harap, sambil menggenggam nasi kotak di tangan, masih berdiri di samping Mario yang sudah duduk di tempat makan.

Mario menoleh, memutar bola matanya. Sangat malas baginya selalu di ribetkan oleh Eriska yang terus-menerus mengganggu.

Tanpa sepatah kata terlontar dari mulutnya, Mario kembali melahap makanan.

“Hemmm ... kalau diam tandanya setuju kan, aku duduk di sini?” tandasnya meletakkan pantat di samping Mario.

‘Perempuan sialan dasar gak tahu diri, tidak tahu malu, kurang ajar pada Bos besarnya!’ gerutu Mario dalam hati.

Lantas apa yang akan terjadi selanjutnya?