Bab. 02
“Kamu kenapa si Bos? Wajahmu jangan di tekuk seperti itu, nanti gantengnya ilang,” cibir Eriska dengan santainya duduk di sebelah bos besarnya.
Mario masih diam dia tidak bereaksi apapun, kalau dia sedikit saja menanggapi Sekretarisnya yang nyaris gila itu, makan dengan senangnya Eriska terus mengikuti ke manapun.
Gwen sudah biasa dengan kegilaan sahabatnya, dia tidak heran akan di tinggalkan oleh Eriska melihat Mario sedang menganggur.
BRAK!
Mario menggebrak meja, makanan yang ada di atas itu pun berjatuhan termasuk tempat makan Eriska.
“Uuuh takut!” Eriska terkekeh melihat Mario yang sudah emosi di atas ubun-ubun.
“Dengarkan saya Sekretaris kurang ajar! Jangan pernah mengikuti saya!” bentak Mario memperingatkan Eriska, dia sudah mulai gerah dengan sikap Eriska yang semakin kurang ajar padanya.
“Lantas, kalau saya tidak mengikutimu apa akan ada jaminan kalau saya akan menjadi Pacarmu Bos?” Eriska meminta jaminan atas perintah Mario, yang berkata untuk tidak mengikutinya.
Mario di buat tidak berkutik lagi, Eriska selalu saja memiliki celah untuk memaksanya menerima ungkapan cinta konyol dari gadis berpangkat sekretaris itu.
Tiba-tiba saja ada yang berceloteh, dan itu membuat Mario semakin geram. “Terima saja Bos, dari pada ribet di ikuti ke sana kemari oleh Sekretaris Er, dia juga cantik kok Bos,” celoteh dari salah satu karyawannya.
Kini tatapan Mario beralih pada karyawan yang berceloteh itu. “Apa katamu? Coba-coba ulangi lagi ucapanmu?” tatapan Mario begitu tajam mereka semua segera meninggalkan kantin itu, lantaran suasana mengerikan telah tercipta di sana.
Bersyukur Eriska mencairkan suasana itu. “Hey sayang ... masalahmu denganku bukan dengan mereka, cobalah lihat kedua bola mata ini, kau akan menemukan cintaku untukmu!” ucap Eriska berbicara pada Mario.
Mario semakin kesal, ia mengepalkan tangannya. Kalau saja Eriska bukanlah perempuan mungkin Mario sudah menghajarnya.
“Sayang katamu? Jangan ngada-ngada ya, tidak ada sayang-sayangan di antara kita,” jelasnya menepis semua itu.
“Terserah apa katamu, mulai saat ini aku mau panggil kamu sayang!” dengan tidak tahu malunya Eriska berbicara seperti itu.
Mario melepaskan pukulannya di udara, dia kesal terus menerus di ganggu oleh perempuan bernama Eriska, menurut Mario Eriska itu hanya gadis ingusan yang sok-sokan berani terhadapnya.
Kemudian Mario berbalik arah, berniat untuk meninggalkan Eriska. Namun, dengan gerak cepat Eriska menarik tangan Mario.
Kejadian singkat itu pun tidak terelakkan, Mario tidak sengaja mendaratkan bibirnya yang penuh pada bibir Eriska.
“UMMM!” pekik Eriska, mata mereka hanya berjarak kurang dari lima centimeter, Mario merasakan ada sengatan hebat mengalir dalam dadanya.
Suasana seketika hening, mereka masih dalam posisi saling menempel.
Sesaat kemudian Mario melepaskan bibirnya dari bibir Eriska.
Mario mengelap bibirnya, ia sangat kehilangan muka saat itu lantaran telah mengecup gadis yang tidak selevel dengannya.
Sementara Eriska langsung pingsan di tempat, dan membuat Gwen khawatir. Semuanya berbondong-bondong membantu Gwen mengangkat Eriska.
“Duhhh! Ada-ada aja Eriska, kenapa dia bertindak sekonyol itu sih!” gumam Gwen menelan salivanya saat membayangkan adegan Mario dengan Eriska yang tidak di sangka-sangka.
Beberapa saat kemudian Eriska telah sadarkan dirinya, sesekali tersenyum ketika mengingat lagi kejadian saat di kantin, lantaran usahanya selama ini banyak mengalami kemajuan.
“Eriska ... hei!” Gwen melambaikan tangan di hadapan temannya itu, tapi Eriska tidak peduli, ia hanya tersenyum terus-terusan tersenyum.
“Er ... kau masih waraskan?” tanya Gwen baru bisa mengalihkan perhatian Eriska.
“Uuuh, dasar bodoh kau ini, tentu saja aku waras!” pekik Eriska merasa bahagia.
“Pokoknya aku senang banget, bibirnya sangat manis Gwen ... aaaah, aku mau lagi,” ucap Eriska kegirangan.
Lalu Gwen menempelkan tangannya pada dahi Eriska memastikan kalau temannya itu baik-baik saja.
“Kau tidak panas, kau hanya terkena Euforia kayaknya!” seloroh Gwen masih di buat heran dengan tingkah Eriska.
“Kau ini, kau kira aku ini sakit apa! Aku baik-baik saja. Tapi aku tidak bisa berhenti merasakan wangi aroma khas bibir Pria itu aaaah!” Eriska lagi dan lagi meracau seperti orang gila, padahal baru hanya segitu dan itupun tidak di sengaja.
Kemudian dengan semangatnya Eriska bangkit, lalu melangkah untuk kembali melanjutkan pekerjaannya.
“Kau mau ke mana? Apa kau yakin kalau kau baik-baik saja Er?” tanya Gwen memastikan.
Eriska merangkul bahu Gwen dengan tangannya. “Tenanglah aku baik-baik saja Gwen, bahkan untuk mengulanginya aku sangat siap!” seru Eriska dengan penuh semangatnya.
“Kau ini ada-ada saja, aku ngomong apa kamu ngomong apa, serah deh ya!” celoteh Gwen kembali ke ruangannya.
Kini Eriska tinggal sendiri berjalan di koridor kantor, dia lewat di depan ruangan Mario Dewantara, pria dingin yang selalu acuh terhadapnya.
“OH-May ... dia sangat tampan sekali,” gumam Eriska menikmati ketampanan Mario dari balik jendela.
Mario tersadar jika dia sedang di perhatikan oleh seseorang, yang tak lain ialah sekretarisnya sendiri.
Mario menoleh, dan Eriska pun segera bersembunyi di bawah jendela yang terhalang tembok.
“Aishhh ... Perempuan gila itu lagi,” gumam Mario menggeleng kepalanya. Lalu menutup tirai jendela.
SRUKKKK!
Mario menarik tali tirai ruangannya. Kemudian melanjutkan pekerjaannya, tidak lupa dia mengunci pintu karena takut Eriska bertindak lebih agresif lagi.
Sudah dirasanya aman, Eriska bangkit untuk mengintip bosnya itu lagi, tapi sayangnya tirai sudah di tutup.
“HUH! Sial ... bahkan Cuma menatapnya saja tidak boleh, pelit banget sih Mario,” dengus Eriska kembali ke ruangan kerjanya.
Eriska telah sampai di dalam ruangannya, dia menengadahkan kepalanya di bahu kursi kebesarannya. Membayangkan lagi kejadian itu, sepertinya itu membuat Eriska terkesan dalam perjuangannya mengejar cinta Ceo dingin ganteng luar biasa.
TOK-TOK-TOK!
Suara ketukan membuyarkan lamunannya, terlihat di ambang pintu telah berdiri pria bernama Willy yaitu asisten dari Mario.
“Kenapa kau datang ke ruanganku?” Nada bariton Eriska terdengar menggema dalam ruangan itu. “Apakah kau sadar, kalau kedatanganmu sangat menggangguku!” gerutu Eriska.
“Maafkan saya kalau begitu sekretaris Er, sebelumnya kedatangan saya ke sini, hanya untuk meminta beberapa berkas yang di minta oleh Pak Mario,” ujar Willy.
“Kenapa dia tidak memintaku yang menyerahkan langsung ke ruangannya? Kalau begitu katakan padanya, saya tidak akan memberikan berkasnya kalau bukan saya yang mengantarkan ke ruangannya, apa kau paham Will!” sentak Eriska menolak sekaligus meminta Willy memberitahu bosnya.
‘Aishhhh ... sungguh kekanakan,' gumam Willy.
“Kenapa kau diam di situ cepat pergi!” perintah Eriska pada Willy asisten pribadi dari Mario.
Willy memijat kepalanya lantaran pusing akibat kelakuan Eriska dengan Mario, bosnya.
KLEK!
Willy membuka pintu ruangan Mario, hatinya bergetar lidahnya terasa kelu, dia takut kalau sampai Mario memarahinya.
“Kenapa kau diam di situ, mana berkasnya?” suara dengan nada tinggi itu meminta berkas kliennya.
“Maaf Pak, Sekretaris Er tidak akan menyerahkan berkas itu pada Anda, kecuali Anda memintanya langsung, dan termasuk Sekretaris Er yang akan mengantarkan berkas itu ke ruangan Anda!” ujar Willy menyampaikan.
“Apa!” sentak Mario menggebrak meja kerjanya. “Dia berani berkata seperti itu! Huh ... sungguh kekanakan Perempuan itu, licik sekali!” gumam Mario memoncongkan bibirnya kesal.
Padahal Mario sengaja membuat jarak di antara dirinya dengan Eriska, ia membuat semua itu hanya untuk mengurangi interaksinya dengan Eriska, sang sekretaris yang terobsesi padanya.
“Sudah cepat kau ambil saja berkas itu, saya akan meneleponnya!” ujar Mario sambil meraih telepon di sampingnya.
“Aku datang ... I’m Comming!” seru Eriska tanpa terduga sudah memasuki ruangan itu. Lalu menoleh pada Willy. “Willy cepat pergi dari Ruangan ini, apa kau mau menonton kami bercinta hemmm,” Eriska memerintah Willy untuk keluar dari dalam ruangan bosnya.
Willy menelan salivanya, ketika mendengar kata bercinta dari bibir manis Eriska, badannya terasa gemetar, langkahnya pun gemetaran.
“Kau gila, ngomong apa barusan. Jangan membuat opini-opini yang mengajak mereka berfantasi liar tentang kita yah!” murka Mario menatap tajam pada Eriska.
“Kau ini selalu saja galak, padahal aku yakin kau juga suka kan sama aku, ayolah akui saja?” Eriska terus mendekatkan dirinya, menggoyang dua buahnya di hadapan Mario.
Sontak kedua bola matanya membulat sempurna.