Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

DIKIRA MABUK

Sedang memakai high heels setinggi harapan tua, karena ia akan melanjutkan perjalanan menggunakan taksi, tiba-tiba kaca jendela mobil miliknya diketuk.

TOK! TOK!

Lea tidak hanya menurunkan kaca jendela mobil miliknya, tetapi ia dengan berani membuka pintu mobil, sampai hampir mengenai pria pengemudi Rubicon yang nyaris bertabrakan dengannya tadi.

“Hey, girl! Apa ada masalah dengan matamu? Ini bukan jalurmu kenapa kamu menerobos?” omel Leo pada pengemudi mobil Mazda itu.

Gadis itu melangkahkan kakinya yang jenjang lebih dekat untuk berhadapan dengan Leo. Kemudian ia menyilangkan kedua tangannya menatap angkuh pria yang sedang mengomelinya.

“Bau alkohol. Kamu mabuk di siang bolong dan mengemudi? Haruskah aku memanggil polisi sekarang?” tukas Leo.

“Aku nggak mabuk dan aku bukan peminum,” bantah Lea.

“Bau minuman keras sekuat ini kamu mengatakan kamu nggak minum?” cerca Leo membeberkan bukti otentik yang ada pada diri gadis itu.

“So what? Apa kalau kamu mencium aroma parfum, itu artinya aku minum parfum?” balas Lea memutar kata-kata Leo.

Tidak ingin melayani perdebatan dengan pengemudi Rubicon hitam dop itu. Lea segera membanting pintu mobilnya dan hendak berjalan mencegat taksi, tetapi langsung dicekal oleh Leo.

“Hey, tunggu!” cegah Leo.

“Apa? Aku sibuk!” ketus Lea mengibaskan pegangan tangan Leo.

“Oke, aku nggak tau apakah kamu minum atau nggak, tapi menurut logikanya ada bau minuman keras, jadi kupikir kamu minum mungkin mabuk, dan kecelakaan ini terjadi karena kecerobohan kamu. Jika ditemukan pengendara dalam kondisi mabuk, polisi akan menjatuhkan hukuman sesuai Pasal 311 UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Nantinya, pengendara bisa dipenjara paling lama satu tahun,” omelan Leo masih berlanjut membuat Lea kepanasan seperti setan yang dibacakan Alkitab.

“Oke! Oke! Dengar ya, Hia! Aku nggak punya waktu untuk mempelajari dasar-dasar hukum logika kamu. Katakanlah aku minum dan aku minta maaf. Aku nggak bermaksud begitu. Aku nggak melihat mobil kamu dan aku bersalah, oke?” Lea tidak ingin berdebat agar bisa segera keluar dari masalah ini. Ia punya hal yang lebih penting untuk dikerjakan sekarang.

“Lalu apa?” tanya Leo tidak puas dengan permintaan maaf Lea.

“Lalu apa? Aku bilang aku minta maaf. Aku nggak bermaksud begitu. Aku nggak melihat mobil kamu dan aku bersalah. Berapa kali harus kuulangi!?” gusar Lea mulai jengah.

“Jika kamu betul-betul minta maaf kamu nggak akan berteriak di wajahku seperti ini,” protes Leo menganggap permintaan maaf Lea tidak tulus dan hanya formalitas belaka.

“Astaga ...,” keluh Lea.

Lea merasa sangat kesal dan sial bertemu dengan pria ini. Hidupnya seketika rumit, sebelumnya tidak ada satu pun orang yang berani menguliahinya di depan umum seperti sekarang ini.

“Tahukah kamu kalau aku sedang mengejar orang jahat yang menganiaya orang nggak bersalah? Kemudian mereka lolos gitu aja karena ada cewek mabuk dan nggak punya sopan santun macam kamu ini!” tunjuk Leo pada Lea.

“Awas!”

Mengabaikan perkataan Leo, Lea justru menyibak tubuh pria itu karena dianggap menghalangi pandangannya. Fokusnya terus pada jalanan menunggu Bluebird lewat.

“Hey! Hey! Aku belum selesai. Apa kamu mau melarikan diri sekarang?” tukas Leo masih terus mengejar.

“Ahia, dengar! Seseorang seperti Lea Crystal nggak ada ceritanya melarikan diri, tapi aku nggak punya waktu untuk berdebat dengan orang asing seperti kamu. Orangku dalam perjalanan ke sini dan akan mengurus semuanya. Adapun kompensasi atas kecelakaan ini, ini! Ambillah!” Lea mengambil sebuah amplop coklat dari dalam tasnya, kemudian memasukkannya secara paksa ke kantong celana Leo. Amplop berisi uang itu tadinya akan ia gunakan untuk kegiatan amal setelah acara peragaan busana Jeng Anne selesai. Akan tetapi, karena situasi mendesak ia pakai dulu untuk memberikan ganti rugi pada Leo yang sebenarnya tidak butuh.

“Apa ini?”

“Jika ini masih nggak cukup, beri tahu pada orangku!” pungkas Lea. Gadis itu kemudian berlari menyongsong Bluebird yang melambat setelah melihat isyarat stop dari tangannya.

“Hey, Girl!” Leo masih mengejar.

“Stop! Apa kamu nggak tahu siapa aku? Apa kamu nggak punya televisi di rumahmu? Kamu nggak tahu apa itu YouTube? Tik Tok? Minggir! Aku sedang buru-buru!”

Lea masuk ke dalam taksi, membanting pintu, lalu meminta sopir kendaraan berwarna biru itu melajukan mobilnya dengan segera.

“Girl! Hey, Girl! Wait! Sialan!”

Leo mengumpat kesal. Ia benar-benar merasa dikacangi oleh bocah ingusan yang ternyata adalah seorang artis.

Sementara itu, di unit kondominium milik Neymar ....

“Oke, apa sudah semua?” tanya Taksis pada putrinya, memasukkan semua buku sesuai schedule besok ke dalam tas.

“Sudah, Mama.”

“Mari kita berdoa setelah itu tidur yang nyenyak dan mimpi yang indah,” ajak Taksis pada putrinya untuk berdoa.

Bocah perempuan itu telah berusia hampir 7 tahun dan saat ini belajar di sebuah sekolah dasar pada tahun pertama. Kesibukan Taksis tidak berubah karena menolak untuk menggunakan asisten rumah tangga meski suaminya sudah berkali-kali menyarankan. Alasannya adalah save money.

Bayi kecilnya telah selesai diurus dan sekarang ia pindah ke kamar satunya untuk mengurus bayi besar.

“Apa dia sudah tidur?” tanya Neymar full senyum.

“Iya, sudah. Kamu juga tidurlah, bukankah besok ada rapat pagi-pagi dengan Presdir Xanders Djokosoetopo?”

“Bantu aku tidur nyenyak, yok!”

Neymar menaik-naikkan kedua alisnya, melihat ke arah Doom Doom istrinya. Tingkah genitnya itu semakin getol saja akhir-akhir ini. Ya, kedua pasangan suami istri itu memang sudah sangat ingin punya bayi baru sebagai adik Yuka nantinya.

Taksis malu-malu naik ke pangkuan Neymar yang duduk bersandar di atas tempat tidur. Mini daster berbahan satin itu perlahan naik saat kedua tangan Neymar menerobos masuk mulai dari paha, lembut menjalari kulit halus itu, hingga menyentuh Doom Doom.

“Kamu dengar itu, Ney?” tanya Taksis.

“Apa? Aku nggak denger apa-apa,” jawab Neymar.

“Itu!” tunjuk Taksis pada pintu kamar mereka.

Taksis segera melompat turun dari pangkuan Neymar. Membuka pintu yang sudah ditunggu oleh putrinya.

“Mama, kata teacher besok disuruh bawa kapal Nabi Nuh.”

“Apa!?”

Neymar dan Taksis kompak terperanjat. Sekarang sudah jam setengah sebelas malam dan putri mereka baru saja memberi tahu besok harus membawa tugas sekolah.

“Ney, gimana ini? Apa ada toko yang masih buka?” tanya Taksis panik.

“Kalaupun ada mana ada toko yang menjual kapal Nabi Nuh?” Neymar mencoba menenangkan istrinya.

Neymar meminta Taksis untuk memeriksa broadcast message di grup sekolah putri mereka, mencari tahu apa yang sebenarnya ditugaskan oleh wali kelas kepada para murid. Namun, setelah menscroll chat grup tidak ada pembahasan tugas tersebut.

Keduanya lantas pergi ke kamar Yuka dan membongkar tas milik Yuka. Benar saja, ada kertas memo berwarna merah muda ditempel pada buku Tema yang ditulis tangan oleh wali kelas Yuka.

Acara gemes-gemesan pun di-cancel dan keduanya begadang untuk membuat kapal dari gabus. Untungnya Taksis baru saja mengganti penanak nasi di rumahnya, sehingga masih belum membuang gabus di dalam kardus benda elektronik tersebut.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel