Akad Nikah Suami
“Ya sudah, aku mau masak dulu, Ra. Ntar siang mau melihat perkembangan pernikahan mereka yang pastinya sangat bahagia. Aku sudah tidak sabar untuk menghancurkan kebahagiaan mereka,” ucap Vania dengan tertawa. Tidak lama kemudian, panggilan itu pun terputus.
Vania menghidupkan mesin mobilnya kembali. Dia menjalankan mobil dengan tenang. Dia berharap perjalanan jauh yang dilakukannya akan membawa hasil yang maksimal.
Dua jam kemudian, mobil yang dikemudikan oleh Vania sampai di seberang jalan lokasi gedung dimana acara pernikahan tersebut akan digelar. Dia sampai bertepatan dengan suara azan zuhur yang berkumandang dengan sangat jelas dari masjid yang ada di hadapannya.
Sekilas, Vania memperhatikan lokasi hotel mewah yang menjadi tempat resepsi. Tanpa sadar air matanya menetes kembali saat melihat bagaimana mewahnya pesta yang dilakukan oleh suaminya.
“Tega kamu, Mas. Apa salahku selama ini? Apa tidak cukup semua pengorbanan yang aku berikan untuk membesarkan anak-anak kita?” lirihnya sendirian seraya turun dari dalam mobil. Vania melangkah masuk ke dalam masjid untuk menunaikan sholat dzuhur.
Dua puluh menit kemudian, Vania terlihat menundukkan kepalanya kepada Sang Pencipta. Dia memohon jalan keluar dari semua masalah yang sedang dihadapinya. Wanita itu memohon agar diberikan kekuatan untuk menjalani semuanya.
Dia berpikir bahwa ini adalah takdir dari Tuhan. Air matanya menetes dalam doa yang dipanjatkannya kepada Allah yan maha kuasa. Bahunya terlihat bergoncang sebagai pertanda betapa dalam luka yang telah ditorehkan oleh suaminya sendiri.
Suami yang sangat disayanginya, suami yang sangat dicintainya, suami yang sudah memberikan kebahagiaan dalam rumah tangga mereka selama puluhan tahun lamanya. Sekarang, suaminya pula yang menorehkan luka terdalam di hatinya. Suaminya juga yang sudah menghancurkan semua kebahagiaan Vania dan juga anak-anaknya.
Vania melangkah setelah selesai menunaikan kewajibannya sebagai seorang muslimah. Dia masuk kembali ke dalam mobilnya dan menjalankan mobil keluar dari pekarangan masjid.
Vania menghentikan mobilnya tepat di tempat parkir gedung hotel yang disewa oleh Haikal. Dia mematut dirinya di depan cermin yang ada di dalam mobil. Sebuah senyuman tipis terlihat di wajahnya yang cantik.
Vania mengeluarkan cadar dari dalam tasnya. Selanjutnya, dia turun dari dalam mobil setelah memastikan bahwa cadarnya telah terpasang dengan kuat.
“Kamu tidak akan mengenali siapa aku, Mas. Kita tunggu apa yang akan kamu lakukan setelah ini.”
Vania melangkah memasuki gedung hotel bintang lima tersebut. Dia tidak bisa membayangkan berapa uang yang dikeluarkan oleh suaminya untuk menikahi perempuan lain. Pastinya dana yang dikeluarkan mencapai ratusan juta rupiah. Lagi-lagi, hatinya menjerit perih saat membayangkan uang sebanyak itu.
Di depan sana, dia bisa melihat Haikal yang sedang bercanda gurau dengan calon istrinya. Seorang perempuan muda yang cukup cantik dan langsing dalam balutan kebaya yang berwarna putih.
Vania melangkah ke depan agar bisa melihat lebih dekat proses akad nikah yang sebentar lagi akan dilakukan. Penghulu nikah juga sudah duduk di depan meja yang telah disediakan.
Vania mengedarkan pandangannya untuk melihat ke sekitarnya. Jantungnya berdetak dengan sangat kencang saat melihat orang tua Mas Haikal juga ada di ruangan tersebut. Hatinya terasa perih saat menyadari bahwa semuanya sudah dirancang dengan sangat sempurna, bahkan mertuanya sendiri sudah mengetahui semuanya.
Semua impian indah dalam hidupnya yang dibangunnya selama ini seakan hancur berkeping-keping menjadi serpihan kecil yang tidak akan pernah bisa dibentuk lagi. Hal yang lebih menyakitkan bagi Vania adalah, ternyata mertuanya juga mendukung tindakan salah yang dilakukan oleh anaknya tersebut.
Vania berusaha untuk menenangkan perasaannya dengan istighfar. Tangannya bergetar hebat saat moderator mengatakan bahwa acara akan segera dimulai. Moderator meminta pasangan pengantin untuk mengambil tempat yang telah disediakan.
Vania tidak ingin ketinggalan semua bukti nyata yang terpampang jelas di depan matanya. Dia segera meraba tasnya dan mengeluarkan ponselnya. Beberapa detik kemudian, dia sudah siap dengan kamera ponselnya yang akan merekam semua kejadian menakjubkan dalam hidupnya.
‘Kamu akan menyesali semua ini, Mas. Aku pastikan itu!’ batinnya sendirian seraya mengarahkan kamera ponselnya ke arah depan untuk merekam proses akad nikah yang sakral tersebut. Tidak lupa, Vania juga merekam semua tamu undangan yang hadir dan juga orang tua Haikal yang merupakan mertuanya.
Dua puluh menit kemudian, pasangan itupun sudah resmi menyandang status sebagai suami istri. Proses ijab kabul telah selesai dilakukan dengan lancar.
Vania menyimpan ponselnya ke dalam tas. Selanjutnya, dia menunduk dan membuka cadarnya. Dia meminta mikrofon kepada pembawa acara.
“Selamat kepada pasangan pengantin yang baru saja resmi menikah. Perkenalkan, saya Vania Agnesia istri sah dari Haikal Anggara. Teruntuk Mas Haikal yang selama ini telah membohongi kami sekeluarga, terima kasih atas semua kabar menyakitkan ini dan aku menunggu penjelasan kamu di rumah. Jangan menjadi pria pengecut yang hanya berani menabur benih tanpa berani bertanggung jawab. Benih yang telah kamu semai sedang menunggu kamu di rumah untuk menjelaskan semua ini.”
Vania menghentikan ucapannya sejenak. Dia menatap ke arah Haikal yang berubah pucat. Vania bisa melihat dengan jelas bahwa tubuh Haikal bergetar hebat saat menatap ke arah dirinya.
“Dan untuk Miranda Bella pengantin perempuan, saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya karena kamu telah mau menampung pria ini sebagai suamimu, semoga kalian bahagia dunia akhirat. Kamu sudah sukses menjadi pelakor sejati yang menghancurkan rumah tangga saya. Satu hal lagi, jangan harap kalian akan bahagia setelah ini. Jangan panggil aku Vania jika aku tidak bisa membuat kalian sengsara. Selamat datang di neraka, Bella.”
Vania tersenyum sinis menatap ke arah pengantin perempuan. Selanjutnya, dia beralih menatap ke arah kedua orang tua Haikal. Mertua yang sangat disanjungnya selama ini, mertua yang sangat disayanginya selama ini, sekarang semua itu berubah. Rasa sayang yang dimiliki Vania mendadak menghilang seiring dengan pengkhianatan yang dilakukan oleh suaminya sendiri.
“Untuk Ibu dan Bapak yang sudah saya anggap sebagai orang tua kandung saya sendiri, terima kasih untuk semua kejutan ini.”
Setelah mengucapkan semua itu, Vania memberikan mikrofon kepada pembawa acara. Dia melangkah dari tempatnya berdiri.
“Tunggu, Van. Mas bisa menjelaskan semua ini. Dengarkan dulu penjelasan, Mas. Semua ini hanyalah salah paham,” teriak suaminya yang berdiri mengejar. Dia tidak ingin kehilangan Vania.
Vania menghentikan langkahnya dan memutar tubuhnya. Dia menatap ke arah Haikal dengan mata yang berkaca-kaca. Dia berusaha untuk menahan tangisannya. Dia berusaha untuk memendam betapa dalam luka yang ditorehkan oleh pria yang disebutnya sebagai suami selama ini.
“Salah paham? Apa kamu sudah tidak waras lagi? Kamu bilang pernikahan ini salah paham? Jangan mempermainkan agama kamu, Mas. Jadilah pria yang gentle. Aku menunggu penjelasan kamu di rumah. Jelaskan semuanya kepada anak-anak kamu yang telah kau bohongi. Kamu tidak hanya melukai aku, Mas. Akan tetapi, kamu telah menghancurkan impian dan harapan serta kebahagiaan darah dagingmu sendiri. Tega kamu melakukan semua ini!” jawab Vania dengan suara yang terdengar lantang dan keras. Sedikitpun tidak ada keraguan dalam ucapannya. Dia sudah memutuskan bahwa akan mengurus perceraian dengan Haikal setelah melihat kejadian ini.