Bab 9 Bekerja Sama
Bab 9 Bekerja Sama
Pagi itu hujan baru berhenti turun. Awan berwarna abu-abu pekat menggulung di langit. Tanah basah, aspal yang berubah licin, serta pepohonan yang masih meneteskan sisa air dari daun-daunnya saat tertiup angin meski perlahan. Hujan turun selama satu jam sejak pukul lima. Baru berhenti beberapa menit yang lalu saat Flora pun baru selesai merapikan rumah kecilnya.
Setiap pagi yang harus Flora pastikan adalah kasurnya terlipat dengan rapi, pakaian kotornya setidaknya harus dicuci sebelum menumpuk terlalu banyak. Ia menyiapkan sarapan sederhana. Terkadang dengan selembar roti dengan mentega dan taburan gula serta segelas teh hangat. Atau ia bisa meminum sereal cepat saji yang kerap kali ia beli dengan jumlah lebih di warung. Untuk jaga-jaga apabila ia lapar di malam hari dan tidak ada makanan sama sekali.
Sarapan sederhana bahkan ala kadarnya seperti itu sudah lebih dari cukup untuk Flora. Masih ada keperluan lain yang harus ia utamakan dari pada mementingkan urusan perut.
Usai bangun dan membersihkan rumah, Flora merebus air di sebuah panci kecil. Ia lantas menuang gula dan meletakkan satu kantung teh melati pada cangkir berbahan keramik warna putih yang ia dapat dari hadiah membeli kopi sachet. Sambil menunggu air mendidih, Flora mengambil roti yang kemarin sore ia beli dari pedagang keliling. Ia ambil satu lembar dan ia makan begitu saja. Flora tidak mengolesinya dengan mentega seeperti biasanya. Kebetulan stok mentega sedang habis dan ia belum berbelanja kembali.
Setelah air mendidih, Flora tuang air dalam cangkir dan mengaduk teh, air, dan gula bersama-sama. Sambil menunggu teh agak dingin, Flora mengambil handuk dan pergi mandi lebih dahulu.
Hanya perlu sekitar sepuluh menit untuk Flora meyelesaikan kegiatan pribadinya untuk membersihkan diri. Selesai dengan itu, ia mengabil cangkir teh dan duduk di kursi dimana tumpukan kertas nota penjualan kemarin tersusun di sana. Sambil menikmati teh yang sudah hangat, Flora memeriksa dan mencatatan penjualan kemarin.
“Turunnya cukup terasa,” gumam Flora sambil memeriksa catatannya. Flora membolak-balik kertas sambil mencatat setiap angka yang tertera di nota yang tertumpuk sesuai nomer urutnya.
“Kalau dilihat dari jumlah penjualan terakhir memang hari saat dimana Troy membantu di sini memang penjualan meningkat. Keuntungan yang aku dapat bisa sampai tiga kali lipat dari biasanya. Mungkin memang bagus memiliki karyawan. Tapi aku tentu tidak akan sanggup memberikan gaji yang cukup untuk karyawanku sementara aku sendiri masih kekurangan dari segi pemasukan. Untuk makan saja harus sangat berhemat. Apalagi jika menambah pegawai, bisa jadi aku harus minum minuman sereal saja setiap hari,” monolog Flora sambil tetap memeriksa catatannya.
Pikirannya terus berkelana. Mencari solusi dari masalah penjualan tokonya yang memang tidak ada perubahan yang berarti sebab ia pun tak melakukan perubahan dengan sistem kerja yang sudah ada.
“Andai saja ada tenaga tambahan yang bisa membantuku. Sepertinya pekerjaan di toko akan lebih mudah. Pemasukan bertambah dan keuntungan juga semakin besar. Dan aku bisa segera melunasi tanggunganku,” gumam Flora sambil memandangi deretan angka yang tergurat di buku catatannya.
Flora pun menyelesaikan pembukuannya pagi itu. Ia menutup buku catatannya lantas meninggalkan buku itu di lemari kecilnya.
“Sudah waktunya membuka toko,” gumam Flora lantas mengikat rambutnya rapid an keluar dari rumah lalu mengunci pintunya.
Flora menuntun sepedanya ke depan toko. Memarkir kendaraannya itu di sana lantas membuka toko bunganya. Waktu masih sangat pagi dan Flora perlu bersiap-siap sebab hari itu cukup banyak pesanan yang datang melalui telepon.
Flora membereskan toko seperti biasa. Merapikan susunan bunga-bunga segar yang tersimpan di sana kemudian mengganti air yang digunakan untuk merendam bunga-bunga itu. Hari ini tidak ada pengiriman bunga-bunga baru. Biasanya memang bunga akan dikirim pada pagi pagi hari sebelum subuh. Namun, semalam bunga sudah datang. Kata pengirimnya sengaja dikirim lebih awal karena mereka ada kepentingan lain di jam biasanya.
Ketika Flora sedang merapikan meja, sebuah motor tiba dan terparkir di depan tokonya. Seseorang dengen jaket olahraga berwarna biru tua turun lantas melepas helmnya. Telihat wajahnya yang segar pagi itu. Senyum cerah senantiasa terpancar di wajahnya. Flora menghentikan kegiatannya bersih-bersih. Ia menunggu hingga orang itu masuk ke dalam toko dan menyapa dirinya.
“Selamat pagi Flora.”
Suara khas Troy menyapa telinganya. Rasanya cukup menyenangkan melihat pemuda itu pagi-pagi sekali.
“Selamat pagi, Troy. Ada apa kamu datang pagi begini?” tanya Flora dengan ramah.
“Em, ada sesuatu tentu saja,” balasnya dengan senyum misterius.
“Sesuatu? Sesuatu apa? Kamu perlu bunga? Mungkin aku bisa buatkan sebuah buket bunga untukmu?”
Troy tersenyum lebar. “Benarkah? Bisakah aku mendapatkannya secara gratis?” tanya Troy menggodanya.
“Gratis? Tentu saja boleh. Aku tidak bisa membayarmu sebelumnya. Jika bungaku bisa membayar tenagamu tempo hari, aku akan sangat berterima kasih,” ujar Flora.
Gadis itu tentu sangat berharap jika memang bunga itu bisa membayar tenaga yang Troy bagi untuk membantunya. Belum lagi selama ini Troy sudah sangat baik pada Flora. Sering mengirimkan makanan, bahkan menjadi temannya.
Troy tersenyum menyenangkan. “Suatu saat nanti mungkin aku akan merepotkanmu untuk memberiku bunga gratis. Tapi untuk saat ini, terimalah bantuanku. Aku bosan sekali jika harus menghabiskan pagiku dengan hanya berolahraga. Mulai hari ini aku memaksamu untuk menjadikanku pegawai magang di toko bunga ini.”
Flora menautkan alisnya. Pegawai magang? Bagaimana mungkin ia menerima pegawai magang apalagi itu adalah Troy? Lagipula dalam rangka apa pemuda itu memaksanya?
“Kenapa? Ada sesuatu yang membuatmu ingin bekerja disini? Aku benar-benar tidak membutuhkan kamu saat ini.”
“Aku ingin bekerja di sini karena aku ingin mmebantu saja. kamu tidak perlu membayarku. Hanya saja kamu harus berjanji bahwa nanti saat aku perlu, kamu harus memberiku buket bunga gratis. Bagaimana?”
“Maksud kamu?”
“Iya. Aku ingin membantumu. Dan kamu wajib menerima bantuanku.”
“Kamu memaksa?” tanya Flora. “Aku rasa ini bukan ide yang baik. Pekerjaanmu dimulai sejak pagi. Tidak mungkin kamu menjalani dua pekerjaan seklaigus. Nanti pasti kamu kelelahan,” ujarnya.
“Tidak. Aku tidak akan kelelahan. Aku Troy memaksa Flora untuk menerimaku. Mau tidak mau setiap pagi sampai pukul sembilan aku akan membantumu bekerja di sini. Dan sebagai bayarannya aku akan mendapatkan buket bunga gratis ketika aku membutuhkannya. Titik.”
Troy berkata dengan jelas. Mendeklarasikan keinginan dan tujuannya pada Flora meskipun ia memaksa. Terdengar lucu memang. Ada seseorang yang baru saling kenal tapi sudah bersikap seperti ini.
Flora diam. Sebenarnya ia sangat bingung untuk memberikan jawaban atas perminataan Troy yang mendesak dan memaksanya. Tapi, jika dipikirkaan lagi memang bantuan Troy sangat ia butuhkan. Tenaganya untuk mengantarkan pesanan sangat membantu meringankan pekerjaannya. Lagipula Troy tidak meminta bayaran. Ia hanya meminta ganti tenaganya dengan buket bunga buatan Flora. Buket yang harganya tidak seberapa itu menggantikan tenaga yang Troy berikan padanya. Tentu itu sangat luar biasa.
“Troy, aku ragu. Apakah ini pantas untuk menerima bantuanmu bekerja di sini sementara kamu tidak di bayar dengan layak?” tanya Flora dengan ragu.
“Tidak perlu ragu,” ucap Troy meyakinkan. “Kita ini sedang bekerjasama. Kamu adalah temanku dan membantumu adalah sesuatu yang menyenangkan. Jadi ini pantas dilakukan. Jangan khawatir. Tidak ada yang perlu kamu pikirkan dengan berlebihan dari bantuan yang aku berikan.”
[]