Bab 8 Sebuah Rencana
Bab 8 Sebuah Rencana
Troy dan pernyataan yang keluar dari mulutnya sering kali membuat Flora bertanya-tanya. Bagaimana seseorang yang baru saja ia kenal bisa terlihat begitu mengerti tentang dirinya. Tentang keinginan Flora terhadap kemajuan usahanya, tentang kebutuhan yang ia perlukan, dan tentang bagaimana cara menyampaikannya pada Flora hingga dapat ia mengerti maksudnya.
Pertemuan berujung pertemanan itu sepertinya memang manjadi takdir mereka berdua. Diiringi doa tulus dari hati yang terdalam, Flora berharap bahwa ini akan bertahan lama. Hubungannya dengan Troy yang terasa begitu nyaman.
Troy punya ide-ide baru yang terdengar sangat meyakinkan. Ia memiliki gagasan-gagasan menarik yang patut untuk Flora pertimbangkan kedepannya. Mungkin tidak bisa sekarang karena memang tidak ada biaya untuk mewujudkannya. Tapi suatu saat nanti, Flora yakin ia pasti bisa.
“Jika boleh jujur, tentu saja aku juga ingin melakukan apa yang kamu katakan. Aku percaya ini adalah jalan yang Tuhan tunjukan padaku untuk kulalui. Tapi kamu sendiri melihat keadaanku saat ini. Hal seperti ini tidak akan bekerja dengan baik sekarang. Malah akan membuang keuntungan yang sudah aku dapatkan,”ucap Flora dengan tegas. Ia menikmati makan siangnya dengan tenang meskipun sambil membahas mengenai usahanya bersama dengan bibi, paman, dan Troy. Tidak masalah bagaimana mereka mau membicarakan mengenai ide itu. Yang jelas, keputusan Flora sudah tidak dapat dibantah.
Troy menoleh pada Flora sesekali dan melanjutkan kegiatan mengunyah makanan yang sedang ia lakukan. Flora memang gadis yang cukup keras kepala. Ia mengambil keputusan dengan resiko sekecil mungkin supaya ia dapat mengurangi resiko kerugian yang nanti akan ia dapatkan jika rencana itu gagal. Namun, ketakutan seperti itu bisa saja berbalik menyerang gadis itu. Resiko usaha yang ketinggalan zaman, kehilangan pelanggan, dan kurangnya variasi dari produk yang sudah ada. Flora harus berani mengambil resiko. Harus ada trobosan baru yang dapat mengembangkan usahanya.
“Kamu kekurangan modal?” tanya Troy dengan ringan saja. Ia tidak boleh meninggalkan kesan bahwa ia mengasihani Lova. Ataupun merendahkannya karena masalah ekonomi. Sebagai teman, ia harus berusaha membantu Flora dengan cara yang nyaman.
“Tidak. Modalku masih sangat cukup untuk melanjutkan kios,” balas Flora. “Kamu tidak perlu repot membantuku memikirkan soal usahaku. Ini tanggungjawabku sendiri.”
Troy berdecak. Ia menghela napas kemudian meletakkan sendoknya. “Kenapa berkata seperti itu? Kita ini teman. Wajar bagi teman untuk saling membantu.”
“Aku tahu. Tapi rasanya sedikit terlalu jauh,” balas Flora. “Sudahlah. Aku bisa melakukannya sendiri,” ucap Flora meyakinkan.
“Hem, dasar keras kepala,” sindir Troy yang langsung mendapat lirikan tidak suka dari Flora. Bukannya diam dan berdamai, lelaki itu malah menjulurkan lidahnya mengejek gadis itu.
Flora menautkan alisnya. Ia lantas menggelengkan kepala. Enggan untuk menanggapi lebih jauh.
“Flora sebenarnya usaha kamu ini bisa berkembang lebih besarm,” ucap paman berkomentar. “Selama ini paman lihat, kamu belum bisa mengatasi masalah toko tutup saat kamu sibuk mengantar pesanan. Kamu melakukan semuanya sendiri dan menurut paman itu tidak efisien.”
Mendengar ucapan paman, Flora langsung mengalihkan pandangannya. Sebenarnya mengenai apa yang paman sampaikan sudah pernah ia pertimbangkan. Namun, karena memang kekurangan dana ia jadi tidak bisa berbuat banyak.
“Iya, paman. Tapi memang keadaannya harus seperti itu. Kalau saya tinggal mengantar bunga, saya harus menutup toko. Kalau tidak, takutnya malah terjadi sesuatu yang tidak diinginkan,” ujar Flora.
“Tapi karena itu juga pelanggan kamu banyak yang pergi karena kecewa tokomu tutup,” balas paman. “Ingat saat ada Troy yang membantu? Bagaimana keuntungan di tokomu?”
Flora diam. Mencoba mengingat dan menghitung laba usahanya selama Troy membantu. Memang keuntungan yang ia peroleh benar-benar naik. Ia bahkan bisa menyisihkan lebih banyak uang dan sudah dapat memastikan bahwa cicilannya terbayarkan selama dua kali angsuran kedepan. Tapi, itu terjadi sebab ia tak perlu mengeluarkan biaya lebih untuk membayar hasil kerja Troy.
“Saya akui, keuntungannya memang naik. Tapi itu karena saya pun tidak perlu membayar gaji untuk Troy,” sahut Flora dengan sopan. “Keuntungan tentu akan bertambah jika ada pemasukan tapi minim pengeluaran. Kemarin saya mendapatkan pemasukan lebih dan tidan mengeluarkan uang untuk keperluan yang tidak penting. Jadi bisakah itu menjadi sebuah alasan?”
Paman tersenyum kemudian mengangguk. “Benar. Itu adalah sebuah alasan yang jelas. Kamu mendapatkan tenaga bantuan tanpa memberinya gaji. Selama dia membantu dengan mengantar pesanan, kamu menjaga toko dan melayani pelanggan lainnya. Kerjasama seperti itulah yang harusnya terjalin,” jelas pria tua itu.
“Memang sekarang ini solusi terbaik adalah menemukan karyawan untuk membantumu dengan gaji se-rendah mungkin. Tapi tentu saja hal seperti itu akan sulit didapatkan apalagi dalam keadaan seperti ini.”
“Tentu. Tidak ada orang yang mau bekerja tanpa dibayar,” balas bibi. “Tapi, jika itu adalah bantuan teman mungkin dapat kita lakukan,” lanjutnya.
“Bantuan teman? Maksud bibi bagaimana?”
Bibi tersenyum. “Kami sangat ingin membantumu, Nak. Kami tidak akan mungkin diam saja saat kamu memerlukan bantuan.”
“Jadi maksud bibi, anda ingin mencarikan saya karyawan untuk membantu saya menjaga toko?” tanya Flora. “Oh, saya rasa tidak perlu. Saya benar-benar yakin dapat melakukannya sendiri. Apalagi toko saya sangat kecil. Pembelinya tidak akan ramai seperti kedai paman dan bibi. Jadi maaf, saya rasa saya tidak dapat mempertimbangkan ide itu.”
Bibi dan paman tersenyum kemudian saling tertawa kecil. Mereka cukup terkesan dengan jawaban spontan yang Flora ucapkan. Terlihat jelas bahwa gadis itu benar-benar polos dan apa adanya. Mungkin memang itu adalah cara Flora mempertahankan dirinya. Dengan hanya mengandalkan usahanya sendiri tanpa campur tangan orang lain atau bahkan merepotkan mereka.
“Nak, bukan begitu. Maksud paman adalah kenapa tidak membiarkan kami membantumu? Menjaga tokomu barang dua atau tiga jam sampai kamu selesai mengantar pesanan. Mungkin saja selama dua atau tiga jam itu ada pelanggan yang datang dan dapat menambah keuntungan bagimu,” jelas paman. “Paman dan bibi akan dengan senang hati bergantian membantumu. Kamu tahu sendiri kami memiliki karyawan dan pekerjaan kami tidaklah banyak. Membantumu di toko beberapa jam saja tentu tidak akan membuat kami kelelahan. Malah akan membawa manfaat untukmu.”
“Tidak, Paman,” tolak Flora. “Saya rasa ide itu cukup tidak baik. Nantinya akan terkesan bahwa saya memanfaatkan paman dan bibi. Tidak. Paman tidak perlu melakukannya.”
“Kenapa kamu mengkhawatirkan hal itu? Kamibahkan tidak merasa keberatan,” sahut bibi.
“Tidak, Bibi. Aku sudah berhutang banyak pada kalian. Kebaikan kalian, juga kepedulian kalian. Kalian sudah memastikan aku bisa makan dengan layak setiap hari. Jadi bantuan tadi itu aku rasa tidak perlu. Tapi terima kasih karena sudah memperhatikan aku.”
Flora benar-benar menolak ide itu. Rasanya makin menjadi beban bagi dirinya jika merepotkan banyak orang. Dia sudah terbiasa dengan semua kegiatan yang ia lakukan sendiri. Dengan adanya bantuan seperti ini, rasanya malah menjadi semakin asing. Dan Flora akan semakin tidak nyaman.
Situasi setelahnya menjadi canggung. Tidak ada obrolan lagi selama beberapa menit kemudian. Semua orang melanjutkan kegiatan makannya ditemai suara-suara yang saling bersahutan dari orang-orang di sekitar mereka yang saling berbicara satu dengan yang lain.
Semua diam. Tenang menghabiskan makan siangnya. Troy pun sama. Dia diam dan lebih tenang dari sebelumnya. Namun, diamnya Troy bukanlah tanpa alasan. Ia diam karena ia sudah memutuskan langkah apa yang akan ia ambil setelah hari ini.
“Jika Flora menolak bantuan paman dan bibi, dia tidak akan menolak bantuanku. Karena aku, tidak akan banyak bicara. Aku akan memaksa,” batin Troy.
[]