Bab 6 Percakapan Telepon
Bab 6 Percakapan Telepon
Malam menjelang meninggalkan matahari yang telah tenggelam. Lampu-lampu sudah mulai menyala menerangi kota. Menghias setiap sudutnya dengan warna-warna serupa bintang yang sudah sulit untuk melihat lagi cahayanya. Jalan-jalan sudah mulai ramai. Berganti dari para pekerja yang yang berusaha pulang ke rumah, dengan mereka yang ingin mencari hiburan dan melepas penat setelah bekerja seharian.
Jalanan depan toko bunga Flora tidak pernah sepi tiap malam selepas matahari tenggelam. Deretan ruko yang begitu sibuk pada siang hari, perlahan mulai beristirahat satu per satu. Mengisyaratkan bahwa sang pemilik sudah lelah dan memerlukan istirahat untuk kembali membuka usahanya esok hari.
Bibi Mira dan suaminya pun telah menutup kedai milik mereka jam empat sore tadi. Mereka menutup tempat usahanya kemudian pergi ke belakang kedai dimana sebuah tempat seluas dua puluh lima meter itu menjadi rumah tempat mereka beristirahat. Flora pernah sekali pergi ke rumah itu. Untuk sampai ke sana Flora harus melewati gang sempit juga sama seperti gang menuju rumahnya. Bedanya, rumah bibi Mira lebih luas. Sedangkan rumah Flora cukup kecil dan sederhana.
Rumah tempat Flora tinggal sendirian itu hanya setengah bagian dari toko. Karena kekurangan lahan, semua diatur sedemikian rupa asal cukup untuknya. Sebuah kasur untuknya tidur, kamar mandi, dapur kecil, dan tempat menjemur pakaian yang ada di atap dimana untuk sampai kesana flora harus menggunakan tangga putar yang memang tidak memakan banyak tempat. Tidak ada barang-barang mewah di sana. Hanya lemari pakaian Flora dan sebuah meja untuk meletakkan makanan atau benda lainnya.
Gadis itu sudah selesai mandi. Ia juga sudah mengunci toko sejak sore tadi. Hari ini usai menutup tempat usahanya, Flora sempatkan mencuci pakaian lebih dahulu. Ia juga memeriksa laporan penjualan hari itu. Flora sebisa mungkin harus memastikan penjualan tokonya stabil. Menekan pengeluaran pribadi sedalam mungkin supaya ia dapat menabung. Bagaimanapun Flora harus menyisihkan uang untuk masa depannya. Terutama untuk keperluan-keperluan tidak terduga lainnya.
Malam itu, Flora beruntung. Biasanya ia memaksakan dirinya untuk tidak makan malam. Ia menghemat uang makan malamnya untuk ia tabung. Namun, hari itu ia mendapatkan rejeki lebih. Flora mendapatkan kiriman makanan melalui layanan pesan antar. Seporsi ayam goreng dengan nasi dan sambal menjadi menu utamanya. Pudding mangga dan segelas jus stroberi menjadi pelengkap yang menyempurnakan makan malamnya. Jika ada yang bertanya darimana semua itu berasal, jawaban Flora hanya satu. Dari lelaki ajaib bernama Troy yang seharian tadi terus mengirim pesan padanya.
Flora tersenyum melihat makanan yang tersaji di atas meja di rumahnya. Mungkin bagi orang lain menu seperti ini sangatlah sederhana. Tapi, bagi Flora ini benar-benar mewah. Semuanya luar biasa termasuk fakta bahwa Troy dengan begitu perhatian memastikan bahwa Flora dapat makan dengan layak.
Troy menjadi orang yang cukup cerewet belakangan ini. Dia selalu bertanya banyak hal yang bahkan sering kali bukanlah hal penting. Flora memahami perilaku Troy yang seperti itu. Mungkin lelaki itu hanya bosan. Ia memerlukan teman untuk berkirim pesan dan Flora yang menjadi tujuannya. Flora sendiri tidak masalah dengan hal itu. Lagipula Troy adalah orang baik dan ia nyaman dengan kehadirannya.
Flora menikmati makan malamnya dengan baik. Ia sengaja membiarkan ponselnya berbunyi beberapa kali sebagai tanda bahwa ada pesan masuk. Flora ingin menyelesaikan makannya dahulu. Lagipula ia sudah tahu siapa yang mengirim pesan pada jam-jam itu. Dan Flora yakin, orang itu takkan keberatan untuk menunggu sebentar.
Baru selesai makan dan menggosok gigi. Ponsel Flora berbunyi. Buru-buru ia berkumur lantas menyambar benda berbentu persegi panjang dengan warna hitam yang ada di atas meja. Sebuah telepon masuk dan itu berasal dari Troy. Flora tersenyum, ia memang sudah menantikan panggilan itu. Namun, gadis itu pun sadar. Troy tidak akan menghubunginya sebelum pukul sembilan malam. Lelaki itu pasti sibuk bekerja dan baru beristirahat di jam itu. Dan Flora cukup memahami kondisinya.
“Selamat malam, Flora,” sapa Troy begitu telepon dijawab oleh Flora.
Flora tersenyum mendengar sapaan akrab lelaki itu. Ia menempelkan telepon di telinga sambil berjalan ke pintu dan menguncinya.
“Selamat malam, Troy. Ada yang bisa saya bantu?” balas Flora.
Lucu memang, keduanya memang selalu memulai percakapan dengan kalimat-kalimat yang terkesan kaku. Ini bukan kali pertama mereka saling berbicara melalui telepon. Entah sejak kapan dimulainya dan dengan tujuan apa, tapi sejak saat itu keduanya memang memiliki kebiasaan untuk menelepon sebelum tidur.
“Ada. Aku perlu bantuanmu untuk berbicara denganku malam ini,” balas Troy terdengar begitu ringan.
Flora tersenyum meski Troy tak dapat melihatnya. Ia berjalan menuju kasur kecil miliknya. Duduk di atas tempat sederhana itu dan menarik bantal lusuhnya untuk ia tata lalu merebahkan diri.
“Baiklah. Kebetulan aku sedang beristirahat. Asal tidak sampai larut malam, aku akan menamanimu,” balas Flora.
“Senang mendengarnya,” sahut Troy. “Jadi bagaimana hari ini? Semua berjalan lancar?”
“Ya, begitulah. Sama seperti biasanya,” balas Flora. Membayangkan bagaimana sibuknya tadi, Flora cukup senang. Tokonya masih memiliki pelanggan tetap yang membuat usahanya masih tetap menghasilkan keuntungan. “Aku berterima kasih karena sepeda yang kamu berikan waktu itu sangat bermanfaat untukku.”
“Sepeda? Astaga! Itu hanya sepeda. Dan bukan hal besar. Tapi terima kasih juga. Aku senang jika hadiah itu bisa bermanfaat untukmu.”
“Ya, tentu saja. Dan terima kasih untuk makanannya tadi sore. Aku merasa sangat terkejut ketika kurir datang.”
Terdengar suara tawa dari Troy. Andai mereka benar-benar bertemu dan saling bicara, tentu Flora bisa melihat tawa itu secara nyata. Namun, apa boleh buat. Troy sibuk bekerja dan beberapa hari ini mereka jarang sekali bertemu. Jadi, dengan telepon seperti ini saja juga sudah cukup. Setidaknya itu dapat mengisi kekosongan hati Flora.
“Hanya makanan sederhana. Aku tidak mengerti apa yang kamu sukai. Aku pikir semua orang menyukai ayam, dana yam adalah pilihan paling aman untuk diberikan pada orang yang belum aku ketahui selera makannya. Aku senang jika kamu menyukainya. Apa makananya enak?”
Flora mengangguk kecil meski tentu saja Troy tidak dapat melihatnya. “Iya. Enak sekali. Aku juga suka pudding mangganya. Manis dan menyegarkan.”
“Benarkah? Sudah kuduga kamu pasti akan suka,” balas Troy.
“Sudah kamu duga? Maksudnya?”
“Ya aku sudah mengira bahwa kamu akan menyukai rasa itu. Pertama kali aku mencicipi pudding itu, aku sudah sangat menyukai rasanya. Manis segar yang nikmat.”
“Benarkah? Lucu sekali.”
“Lucu? Bagian mana yang lucu? Tidak ada yang lucu. Yang ada hanyalah bahwa kemungkinan bahwa selera kita memang mirip.”
Flora diam sejenak. Ia tersenyum kecil sambil menatap ke atap rumahnya. Membayangkan bahwa dirinya sedang berhadapan dengan Troy dan berdebat tenang makanan kesukaan bersamanya.
“Mungkin saja. Aku juga tidak tahu pasti,” sahut Flora.
“Lain kali sepertinya kita harus makan bersama ketika ada kesempatan,” ucap Troy. “Mari menghabiskan satu hari dengan jalan-jalan dan makan enak,” lanjutnya seperti sebuah ajakan.
“Jalan-jalan? Mana bisa? Kamu harus bekerja dan aku harus berjualan. Mungkin kesempatan itu tidak akan ada,” balas Flora.
Sesungguhnya ia ingin melakukan kegiatan itu. Jalan-jalan dan makan makanan yang enak dengan temannya. Tapi jika diingat lagi, Flora tidak memiliki waktu yang lebih. Ia harus bekerja keras untuk mengumupulkan uang. Mungkin dibandingkan dengannya, Troy jauh lebih beruntung. Mungkin saja memang gajinya lebih besar dari keuntungan yang Flora dapat. Dan lagi Troy punya banyak waktu luang. Tidak seperti dirinya.
“Bagaimana mungkin kesempatan itu tidak ada? Kesempatan itu harus kita ciptakan, bukan menunggu diberikan,” balas Troy yang kini terdengar tenang namun serius. “Kita memang harus bekerja. Kita sama-sama memiliki tujuan dan harus berusaha mendapatkannya. Tapi, dalam proses mencapai tujuan itu wajar saja kita lelah. Kita perlu istirahat dan istirahat yang paling menyenangkan adalah jalan-jalan.”
Flora diam karena merasa ucapan Troy ada benarnya. Kadang kesempatan itu memang tidak diberikan tapi diciptakan. Dan dalam hal ini kesempatan itu harus mereka berdua sendiri yang mengusahakan untuk tercipta.
“Flora, jangan buru-buru menolak dan pesimis. Terkadang kita harus memiliki harapan dan menciptakan harapan itu sendiri. Jika tidak dalam waktu dekat, mungkin akan ada lain kali. Waktu bisa diatur. Kesempatan bisa kita buat bersama. Masalah pekerjaan, mari kita kesampingkan sesaat. Rejeki tentu tidak akan tertukar, jadi kamu jangan khawatir. Jangan berpikiran jelek dulu terhadap sesuatu yang belum terjadi. Tetaplah menjadi seseorang yang baik dan memiliki pikiran yang baik pula. Dengan seperti itu, aku yakin kamu akan bertahan dalam keadaan apapun.”
[]