Bab 5 Pertemuan Tak Terduga
Bab 5 Pertemuan Tak Terduga
Hadiah. Flora tidak ingat kapan terakhir kali ia mendapatkannya. Mungkin saat dirinya masih kecil. Atau saat dirinya mendapatkan juara kelas ketika masih bersekolah di sekolah dasar. Ia tidak lagi memiliki kenangan itu.
Keluarganya memang bukan keluarga yang terbiasa bersikap manis dengan memberikan hadiah untuk satu sama lain ketika ada sebuah perayaan penting. Jadi Flora pun tak terlalu mempedulikan mengenai hadiah. Apalagi ia tak memiliki teman dekat yang mengingat ulang tahunnya atau mengucapkan selamat atas keberhasilannya. Jadi memberinya hadiah seperti yang Troy lakukan tempo hari rasanya begitu istimewa dan bermakna untuk Flora.
Seperti yang sudah Troy katakan sebelumnya. Lelaki itu tidak bisa lagi sering mengunjungi Flora dan membantunya mengantar pesanan. Namun, berkat sepeda yang Troy berikan. Flora dapat melakukan pekerjaannya dengan normal seperti semula. Mungkin bagi Troy sepeda seperti itu tergolong tidak berarti apa-apa. Tapi bagi Flora, sepeda itu adalah segalanya. Sepeda itu yang membantunya melancarkan bisnis yang ia kerjakan dan membantunya menghasilkan keuntungan.
Troy terakhir datang sekitar seminggu yang lalu. Ketika ia dan Flora menikmati makan siang bersama di toko bunga Flora dengan memakan makanan pemberian Bibi Mira. Flora ingat bagaimana Troy makan dengan begitu nikmat hari itu. Dan setelah hari itu, Troy setiap hari hanya berkomunikasi dengan Flora melalui pesan singkat saja. Mereka biasanya akan lebih lama saling mengirim pesan pada malam hari saat mereka sama-sama beristirahat. Sedangkan pada siang hari, Troy lebih sering mengirim pesan saat jam makan siang.
Hari itu, Flora mendapatkan pesanan cukup banyak. Ia sibuk mengerjakan pesanan karangan bunga tanpa sempat memeriksa ponselnya. Selesai dengan mengerjakan pesanan, gadis itu menata buket bunga yang harus ia antar di keranjang yang terpasang pada sepeda. Gadis itu lantas mengambil ponselnya untuk memeriksa alamat-alamat yang terpasang di sana. Tak lupa Flora tutup sebentar tokonya untuk ia tinggal mengantar pesanan lebih dahulu.
Mulai dengan mengantar pesanan dari tempat pelanggan yang jaraknya paling dekat dengan toko, Flora mengayuh sepedanya dengan ringan. Dengan senyum mengembang dan semangat baru. Ia memenuhi satu per satu pesanan pelanggan dengan mengantarkan buket yang sudah ia kerjakan sesuai dengan permintaan. Semua ia lakukan sendiri hingga tanpa terasa waktu berjalan cepat dan keranjangnya hampir kosong.
“Tinggal satu ikat bunga lagi untuk kafe Arunika,” ucap Flora membaca alamat terakhir yang harus ia tuju dan mengantar seikat bunga mawar putih ke sana. Flora tersenyum kecil. Satu tujuan lagi dan tugasnya akan selesai hari itu. Kemudian Flora bisa beristirahat sejenak sebelum jam makan siang nanti.
Flora lantas menyimpan ponselnya kembali ke dalam tas pinggang yang ia gunakan. Gadis itu mengayuh sepedanya lagi menuju sebuah kafe yang jaraknya sekitar lima kilometer dari toko bunganya.
Gadis itu mengayuh lebih cepat dari sebelumnya. Flora perlu mempersingkat waktu supaya ia bisa kembali ke toko sebelum matahari semakin panas. Dan setelah beberapa menit kemudian, ia benar-benar sampai di kafe.
Flora tempatkan sepedanya di tempat yang aman di parkiran. Karena masih pagi, kafe pun masih sepi dan hanya ada beberapa orang berpakaian rapi yang mengisi beberapa meja di dalam ruangan. Mungkin mereka sedang menikmati kopi pagi pada umumnya dan Flora tidak terlalu peduli dengan itu. Tugasnya di sana adalah untuk mengantar bunga bukannya untuk mengamati mereka.
“Permisi, saya mau mengantarkan bunga untuk pesanan atas nama Mas Lingga,” kata Flora pada seorang karyawan yang kebetulan sedang ada di kasir. Mungkin memang karyawan itu adalah kasirnya sehingga ia tak beranjak dari tempatnya berada.
Karyawan perempuan itu menyambut ramah kedatangan Flora. Ia tersenyum lantas mengatakan pada gadis itu untuk menunggu sesaat sementara Mas Lingga yang sedang ada di kantor akan segera ia panggil.
“Mbak tunggu saja sambil duduk di situ. Mas Lingga sedang memberikan pengarahan pada pegawai. Sebentar lagi ia akan datang mengambil pesanannya. Ia berpesan supaya kami tidak menerima bunga dari Mbak karena dia ingin memastikan sendiri bunga pesanannya,” ujar karyawan itu.
“Baik, Mbak. Terima kasih, saya akan menunggu,” ucap Flora kemudian menunggu di tempat yang tadi sudah ditunjuk oleh si karyawan.
Flora menunggu dengan tenang. Sesekali ia memeriksa buket bunganya. Takut jika ada kesalahan. Namun, buket bunga itu baik-baik saja. Bunganya masih segar dan wangi juga cantik. Flora tersenyum bangga. Ia senang karena dapat melakukan sesuatu yang ia sukai dan dapat menghasilkan uang dari sana.
Lama Flora menunggu mungkin sekitar sepuluh menit. Flora yang awalnya hanya diam dengan bunga di tangannya, kini mulai berani mengamati sekitarnya. Ia melihat sekeliling ruangan. Kafe itu sangat nyaman. Suasana yang diciptakan melalui perpaduan musik dan desain ruangan sangat pas. Keduanya saling melengkapi satu sama lain. Belum lagi penataan ruangan yang benar-benar memperhatikan segi kenyamanan dan keindahan. Itu membuat Flora cukup senang dan merasa terinspirasi. Mungkin tidak dalam waktu dekat, tapi suatu hari nanti Flora berharap ia dapat memilki toko bunga lebih besar dan sesuai dengan keinginannya. Lebih besar, lebih luas, dan lebih lengkap dari miliknya saat ini.
Flora tersenyum kecil mengingat impiannya. Berdoa dalam hati semoga kebaikan akan terus bersamanya tanpa lelah. Flora pun tak akan menyerah begitu saja. Seberat apapun cobaan, takkan mungkin membuatnya putus asa begitu saja.
“Flora? Kamu di sini?” sebuah suara yang tak asing menyapa pendengaran gadis itu. Flora pun langsung menoleh ke arah suara itu berasal dan mendapati Troy berdiri beberapa meter darinya. Lelaki itu tersenyum kemudian mendekat ke tempat Flora duduk.
Flora melihat penampilan Troy yang berbeda. Ia mengenakan pakaian yang lebih rapi dari biasanya. Celana kain warna gelap dengan kemeja polos warna biru tua. Troy juga mengenakan celemek dan membawa buku menu. Dilihat dari penampilan Troy sepertinya ia memang salah satu karyawan di kafe itu.
“Hai, Troy! Kamu di sini?” balas Flora tanpa menjawab pertanyaan yang lebih dulu Troy tanyakan padanya.
Troy tersenyum lebar. “Iya. Kalau kamu sendiri sedang apa di sini? Aku sedikit terkejut melihatmu datang. Dan sekaligus senang karena sudah seminggu ini kita tidak bertemu.”
“Aku juga senang bertemu denganmu secara tidak sengaja seperti ini,” balas Flora. “Aku ke sini untuk menantar bunga pesanan atas nama Mas Lingga. Apakah kamu mengenalnya?”
“Mas Lingga? Dia pemilik kafe ini. Tadi aku melihatnya sedang ada di ruang rapat belakang. Sepertinya sedang memberikan pengarahan pada karyawan lainnya. Ada tambahan karyawan baru. Perlu sedikit arahan untuk menyesuaikan dengan ritme kerja di kafe ini. Apalagi jika sudah jam makan siang. Biasanya kafe akan ramai dan pada saat seperti itu perlu kerja cepat dan efisien,” ujar Troy tanpa diminta.
Flora mengangguk paham. “Begitu rupanya. Baiklah aku akan menunggu.”
“Hanya menunggu? Tidak ingin mencoba makanan di sini?” tanya Troy menawarkan.
Flora terdiam sesaat sambil menatap Troy yang tersenyum padanya. Jika Troy menawarkan seperti ini, mungkin ini adalah salah satu bagian dari pekerjaan Troy di sana. Flora sebenarnya ingin saja mencoba makanan yang mereka jual. Lumayan untuk penglaris. Siapa tahu dengan membantu melariskan dagangan yang kafe itu jual, berdampak baik pula pada Troy. Tapi, Flora tak bisa melakukannya. Ia ingin tapi memiliki uang lebih. Jadi ia harus menerima saja bahwa ia tak bisa membantu Troy melarisakan dagangan yang mereka jual. Flora mungkin hanya ditakdirkan untuk berhutang budi pada Troy tanpa dapat membalasnya.
“Tidak, terima kasih. Aku hanya datang untuk mengantarkan bunga saja. Tapi terima kasih atas tawarannya.”
“Baiklah tidak masalah. Tapi apakah kamu sudah makan siang?” tanya Troy. Dan Flora pun menjawab dengan menggelengkan kepalanya.
Troy tersenyum lantas meminta pada kasir yang bertugas untuk menyiapkan roti bakar dan es kopi susu manis untuk dibawa pulang.
“Aku pesankan itu. Nanti kamu makan di toko. Ini aku beli dengan uangku sendiri. Dan tolong jangan di tolak,” ucap Troy tanpa dapat dibantah.
Flora pun diam saja. Baru akan menolak dan sudah diberi peringatan seperti itu maka Flora lebih baik diam saja.
Saat keduanya sedang menunggu pesanan Troy selesai dibuatkan, sosok tinggi berbadan tegap itu muncul dari pintu kaca sebelah kiri. Ia menghampiri Flora yang sedang duduk di salah satu kursi lantas menyapanya singkat sambil memperkanalkan diri.
“Hai, maaf sudah menunggu lama. Saya Lingga yang memesan buket bunga. Jadi itu yang kamu pegang adalah bunga pesanan saya?” ucap lelaki yang terlihat lebih tua dari Troy itu dengan senyum menghias wajahnya.
“Iya, ini bunga pesanan anda. Silahkan diperiksa,” balas Flora kemudian menyerahkan buket bunga yang ia bawa.
Mas Lingga memeriksa bunga pesananya. Puas dengan hasil yang Flora kerjakan, Mas Lingga pun merogoh sakunya dan menyerahkan uang pembayaran bunga itu pada Flora.
“Ini untuk pembayaran bunganya. Saya beri lebih karena saya puas dengan hasilnya,” kata Mas Lingga.
Flora terkejut namun juga senang dengan hasil yang ia dapat. Ia menerima uang pembayaran itu sambil berterima kasih. Bersamaan dengan itu, pesanan Troy siap dan pelayan mengantarnya pada Troy. Lelaki itu menerima pesanannya kemudian memberikannya pada Flora.
“Mas Lingga, kebetulan dia ini temanku. Dan aku memesankan ini untuknya. Nanti soal pembayarannya—“
“Itu gampang. Kita atur belakangan,” potong Mas Lingga. “Silahkan dibawa pesanannya. Dan semoga kamu menyukai makanan yang kami buat,” ucapnya.
Flora pun tersenyum dan berterima kasih pada keduanya. Gadis itu bersyukur. Dalam kesulitan yang ia hadapi, selalu ada orang-orang baik yang membantunya.
[]