Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 11

Pada akhirnya, Joy berputar dan berjalan menjauhi rumah lamanya hingga berbelok ke sebuah jalan pada bagian sisi tembok rumah lamanya. Tidak lama kemudian, langkah kakinya kembali berhenti dan pikirannya merenungkan sesuatu.

Jika dia menundanya sekarang, ada kemungkinan besok dia tidak akan memiliki keberanian untuk datang menemui ayahnya.

Ditambah lagi, dia tidak akan bisa menemukan baju yang bagus dan layak dipakai dalam waktu dekat mengingat dia tidak memiliki uang sepeserpun dalam kantongnya.

Lebih baik dia menghadapinya sekarang. Tidak peduli apakah ayahnya akan bersedia menemuinya atau tidak, Joy akan memikirkannya belakangan.

Selama ini ayahnya yang selalu mencari tahu soal mereka dan memperhatikannya serta ibunya secara diam-diam. Beliau juga yang selalu berusaha untuk menemui mereka sebelum akhirnya menyerah karena sikap Joy yang sudah keterlaluan.

Sudah saatnya giliran Joy yang mencari ayahnya. Kalau seandainya ayahnya tidak menginginkannya, Joy hanya bisa menyalahkan dirinya sendiri karena dulu sudah bersikap begitu buruk pada ayahnya.

Tapi kalau seandainya ayahnya bersedia menerimanya, bukankah… bukankah dia bisa memulainya dari awal? Bukankah dia akan memiliki kesempatan untuk hidup bersama ayahnya dan menjalani kehidupan yang lebih baik?

Joy berputar kembali dan berjalan dengan langkah yang mantap. Kali ini dia tidak akan ragu dan bertekat untuk menemui ayahnya saat itu juga.

Namun disaat dia hendak berbelok kembali ke sisi depan rumah lamanya, sebuah mobil melesat dengan cepat melewatinya sambil membunyikan klakson.

Ting! Ting!

Mobil yang sangat mewah bewarna merah mencolok, berhenti tepat didepan rumahnya membuat Joy kembali berjalan mundur dan bersembunyi di pojokan belokan.

Joy tidak tahu siapa pemilik mobil itu dan bertanya-tanya apakah mungkin… ayahnya?

Seingatnya, ayahnya tidak terlalu suka menghamburkan uang untuk membeli mobil mewah, apalagi menggunakan warna merah yang sangat mencolok. Dan dugaannya sangat tepat saat melihat dua orang wanita turun dari mobil tersebut.

Yang satu merupakan wanita sekitar awal empat puluh tahunan sementara yang satu adalah anak remaja yang memiliki wajah yang mirip dengan wanita satunya.

Joy menduga kedua wanita tersebut merupakan pasangan ibu-anak dan bertanya-tanya apa yang dilakukan ibu-anak tersebut didepan rumah ayahnya.

Anak remaja tersebut memakai setelan baju putih sopan dan rapi. Dengan rambutnya dibiarkan terurai dengan dihiasi jepit mungil di sebelah kepalanya, semua orang yang melihatnya pasti memiliki kesan yang baik mengenai gadis muda itu.

Tidak akan ada yang tahu bahwa tujuan kunjungan mereka kerumah ini hanya untuk mendapatkan harta dari sang pemilik rumah.

Karena sepi, samar-samar Joy bisa mendengar suara dua wanita tersebut.

"Aku tidak suka lingkungan ini. Masih saja ada pengemis yang berkeliaran."

"Tenang saja sayangku. Kalau mama berhasil memikat hati Tuan Gardnerr, kita akan memiliki rumah impian kita."

"Kenapa Tuan Gardnerr mau menikah sekarang? Kenapa tidak dari dulu?"

"Hmph! Jangan sebut itu lagi. Hanya karena mantan istrinya masih hidup dia tidak mau menikah lagi. Alasan yang kuno sekali. Tapi sekarang, sudah satu tahun sejak dia berkabung… pasti dia lebih terbuka lagi. Karena itu, tunjukkan bahwa kau bisa menjadi anak yang manis dan baik."

Joy merasa marah dengan percakapan duo ibu anak tersebut dan ingin sekali melabrak mereka. Dia ingin bilang pada mereka bahwa mereka sama sekali tidak layak mendapatkan kasih sayang dari ayahnya. Yang dipikirkan ayahnya selama ini adalah dirinya dan ibunya.

Namun saat dia mulai keluar dari tempat persembunyiaannya, keberaniannya menciut.

Dia ingin bilang bahwa mereka tidak layak mendapatkan kasih ayahnya, tapi... bagaimana dengan dirinya? Apakah dia layak?

Tidak. Dia sama sekali tidak layak.

Memikirkan ini Joy berbalik dan berlari menjauhi rumah itu. Dia berlari sekencang-kencangnya tidak peduli dia tidak bisa melihat jalan didepannya karena kurangnya penerangan.

Byur!!

Akhirnya kakinya tersandung dan dia terjatuh ke sungai. Dia berusaha berenang keatas namun tiba-tiba rasa sakit yang luar biasa menyerang kaki kanannya.

Dia berteriak kesakitan membuat mulutnya terbuka lebar dan seketika paru-parunya dipenuhi dengan air dalam hitungan sepersekian detik. Dadanya merasakan rasa sakit yang luar biasa dan dia sama sekali tidak bisa bernapas seakan tubuhnya dijepti dua dinding yang berat. Tubuhnya mengejang beberapa kali hingga akhirnya dia tak bergerak lagi.

Saat itu juga dia sadar... kali ini dia tidak akan lolos dari maut.

'Apa kau menyesal?' terdengar suara asing di kepalanya

Menyesal? Iya, dia menyesal. Kalau seandainya dia tidak mengucapkan kata cerai waktu itu, dia akan berjuang mati-matian bersama ayahnya... untuk mempertahankan keutuhan keluarga mereka.

Tapi, apa gunanya menyesal sekarang? Satu-satu penyesalan terbesarnya adalah dia tidak bisa mengucapkan kata yang timbul dari dalam hatinya saat ini. Dia ingin mengucapkan kata ini jika seandainya dia bertemu dengan ayahnya lagi.

Sayangnya, kata-katanya tidak akan pernah tersampaikan

Secara perlahan, kesadaran Joy mulai menghilang. Dia dilingkupi dengan kegelapan tak berujung dan matanya tidak bisa lagi melihat cahaya.

Dulu dia tidak pernah takut gelap karena tahu tidak akan ada yang melukainya. Kalaupun ada sesuatu yang akan melukainya, dia yakin kedua orangtuanya akan melindunginya.

Namun sekarang dia seorang diri di tengah kegelapan. Untuk kesekian kalinya dia takut… dia takut mimpi buruknya menghantuinya lagi.

Dan benar, seperti yang sudah-sudah, ada bisikan lembut nan mematikan ditelinganya.

'Lebih baik cerai kan?'

'Coba kamu bilang sama papamu ya'

'Cerai.'

'Cerai.'

Tidak. Teriak Joy dalam hati.

TIDAAAAAAAAAKK!!

Jika dia hanya bermimpi, tolong... cepat bangunkan dia. Dia berharap semua ini hanya mimpi buruk. Dia berharap saat dia terbangun nanti, dia akan melihat kedua orangtuanya lagi.

Seseorang... tolong bangunkan aku dari mimpi buruk ini. Pintanya dengan amat sangat.

'Cerai saja,'

'Enak ikut sama mama.'

"TIDAAKK!!"

Pada akhirnya, Joy terbangun dari tidurnya. Nafasnya tersengal-sengal akibat mimpi buruknya dan samar-samar dia mendengar pembicaraan diluar kamarnya.

Joy berusaha mengatur pernapasannya beberapa kali. Kemudian dia merasakan keringat di kepalanya. Tangannya yang gemetar mencengkeram sesuatu yang lembut di bawahnya.

Lembut? Joy menatap kearah tempatnya berbaring.

Ranjang… dia berada diatas ranjang miliknya. Bagaimana bisa?

Joy menatap kesekelilingnya, semakin banyak yang dilihatnya semakin cepat ritme detak jantungnya.

Ini adalah kamar yang dipakainya sebelum kedua orangtuanya bercerai. Masih belum percaya akan apa yang dilihatnya, dia mencubit pipinya sendiri dengan kencang.

"Aaa..." dia meringis kesakitan dan mengusap pipinya dengan lembut. Jadi dia tidak sedang bermimpi?

Lalu bagaimana dengan perceraian orangtuanya? Bukankah ibunya telah tiada dan dia telah menjadi tuna wisma? Apa itu semua hanyalah mimpi buruknya?

Tapi... kenapa terasa nyata sekali?

Perceraian kedua orangtuanya, pemakaman ibunya, bahkan disaat dia tidak makan selama berhari hari, dia bisa merasakan lapar dan saat dia terluka dia juga bisa merasakan sakit.

Apa yang dialaminya selama ini hanyalah mimpi buruk?

Setelah detak jantung Joy yang bergemuruh mulai tenang, dia mendengar suara kedua orang tuanya yang sedang bertengkar.

"Sampai kapan kau begini terus? Usaha kita sudah mengalami kerugian besar! Kau harus segera menutupinya."

"Menutupi pakai apa huh? Uang sudah tidak ada, lagipula, itu semua adalah perusahaanmu. Lakukan saja sesukamu."

"Dasar pemalas. Sudah lima tahun kau tidak bekerja dan hanya makan dan tidur saja. Apa kau sama sekali tidak memikirkan keluarga ini huh?"

"Aku sudah capek. Aku sudah tidak mau bekerja lagi. Memang kau mau apa huh?"

"Arrrrgg... Kenapa aku bisa menikah dengan pria sepertimu?! Aku ingin cerai! Sekarang juga!"

"Terserah kau mau bilang apa, tapi aku tidak akan bercerai. Titik."

Joy menitikkan air mata dikamarnya yang tertutup rapat. Dia menangis bukan karena dia merasa sedih mendengar pertengkaran orangtuanya, tapi dia merasa senang bisa mendengar suara kedua orangtuanya lagi.

Tidak peduli apakah ini mimpi atau bukan, yang pasti dia tidak ingin mengulangi kesalahan yang sama.

Kali ini, dia ingin melakukan perubahan.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel