Pustaka
Bahasa Indonesia

Limited Time: Kapan Mimpi Ini Akan Berakhir?

42.0K · Tamat
VorstinStory
41
Bab
877
View
9.0
Rating

Ringkasan

Joy merasa kehancuran keluarganya adalah kesalahannya sendiri. Dia merasa menyesal, tapi dia tidak bisa memutar waktu. Tiap malam mimpi buruk akan menghampirinya, menekan jiwanya dengan penyesalan yang tiada tara.Hingga disaat dia berada di depan pintu maut, barulah dia mendapatkan mimpi indah. Mimpi dimana dia belum melakukan kesalahan dan masih memiliki keluarga yang utuh.Apa yang akan dilakukannya didalam mimpi ini? Apakah dia memutuskan untuk tinggal dan memperbaiki semua kesalahannya, ataukah waktu yang berjalan akan membangunkannya untuk berhadapan dengan kenyataan yang pahit?

TeenfictionAnak KecilPerceraianSalah PahamKeluargaPernikahanBaperSweet

Bab 1

Matahari yang hangat, kicauan burung yang merdu, bunga-bunga indah bermekaran... semuanya bisa dengan mudah dia dapatkan. Dulu semua terasa begitu indah di matanya...

Dulu.. Dia tetap merasakan indahnya malam yang gelap, bulan yang menyinarinya tiap kali dia akan tidur malam. Tidak sekalipun dia takut akan gelap, karena dia tahu tidak akan ada yang bisa melukainya. Tidak ada yang bisa membuatnya sedih atau terpuruk sekalipun.

Namun... sekarang semuanya berbeda. Tidak ada satupun yang indah di matanya. Bahkan indahnya mentari pagi terlihat suram baginya, kicauan burung yang dulunya indah didengar kini bagaikan teriakan yang menyakitkan di telinganya.

Tiap malam dia sering terbangun dari mimpi buruknya dan tidak bisa tenang. Hatinya selalu dilingkupi kegelisahan dan dia sudah melupakan bagaimana caranya tersenyum.

Dia bahkan tidak ingat lagi apa-apa saja yang membuatnya bahagia. Apakah itu dari bermain bersama dengan teman-temannya? Mereka sudah tidak mau bermain bersamanya.

Apakah dia akan tersenyum disaat dia makan makanan enak? Semua makanan terasa hambar di lidahnya.

Ataukah dia akan merasa bahagia saat bersama kedua orangtuanya?

Orangtua? Dia bahkan tidak ingat kapan terakhir kali dia bertemu dengan ayah dan ibunya.

Dia merasa dihadapannya hanyalah jurang tak berdasar dan kegelapan yang menantinya. Dia tidak memiliki kesempatan lagi untuk bisa berbahagia.

Rasa-rasanya dia ingin mati, tapi tampaknya yang diatas tidak mengizinkannya sehingga dia masih hidup hingga detiknya. Dia masih merasa kedinginan karena sudah tidak memiliki rumah. Bajunya sudah sobek disana-sini karena tidak mampu membeli pakaian baru.

Dan juga…

Dia masih bisa merasa lapar walaupun lidahnya sudah mati rasa dan tidak bisa mencecap rasa masakan enak.

Saat ini dia hanya bisa memandang ke deretan roti yang terlihat lezat yang dipajang di etalase didalam toko roti. Dia tidak memiliki uang untuk membeli roti tersebut, karena itu dia hanya memandanginya saja tanpa bergerak untuk pergi ataupun masuk ke dalam.

"Hey! Kau! Pergi sana! Jangan menghalangi tokoku!"

Joy menatap sedih pemilik toko yang baru saja mengusirnya. Dulu saat dia masih hidup makmur, Joy dan keluarganya seringkali membantu pemilik toko tersebut bila dia meminta bantuan.

Dulu Joy adalah anak yang berasal dari keluarga yang terbilang makmur. Keluarganya memiliki lebih dari sepuluh usaha di berbagai bidang yang tersebar di seluruh negeri ini.

Ibunya adalah seorang yang memiliki hati yang baik. Beliau tidak bisa tidak menolong orang orang yang meminta bantuannya.

Sedangkan ayahnya... Ayahnya hanya bekerja sekali dalam dua tahun. Ibunya selalu mengatakan padanya bahwa ayahnya sangatlah bodoh dan malas. Ayahnya tidak suka bekerja dan sering menghamburkan uang keluarga.

Memang... Joy seringkali melihat ayahnya berada di rumah semenjak kecil, sedangkan ibunya terus pulang pergi untuk bekerja demi menghidupi mereka semua.

Namun kala itu Joy masihlah seorang anak kecil yang tidak tahu apa apa. Yang dia tahu baik ayah maupun ibunya sangat menyayanginya dan akan membelikan apapun yang dia mau.

Belasan tahun yang lalu ketika dia masih tinggal bersama kedua orangtuanya, Joy merupakan anak yang paling ceria dan mudah tersenyum. Dia merasa kehidupannya sangat sempurna dengan memiliki ayah serta ibu yang selalu menyayanginya, membacakannya buku cerita sebelum dia tidur dan menemaninya bermain.

Dia yakin sekali tidak akan ada yang sanggup merusak kehidupan sempurnanya.

Hingga suatu hari... seorang kakak dari ibunya datang berkunjung ke rumah mereka. Dia yang masih kecil tidak tahu apa-apa hanya bermain di kamarnya.

Dia bisa mendengar teriakan dari luar kamarnya... suara dua wanita dan satu pria. Dia bisa mengenal suara ayah dan ibunya tanpa diketahuinya bahwa mereka bertiga sedang bertengkar hebat.

Joy tidak berani keluar kamar dan memutuskan untuk menutup telinga sambil berbaring di atas ranjangnya. Menurutnya, tidur-tiduran dibawah selimut yang hangat lebih aman daripada dia keluar menghadapi amarah tiga orang dewasa yang masih betah berteriak-teriak.

Dia tidak mengerti mengapa orang dewasa suka sekali berteriak. Joy kecil pernah berteriak sebelumnya disaat keinginannya tidak dikabulkan oleh orangtuanya.

Sepertinya semua anak kecil di dunia ini akan berteriak histeris dengan nada menuntut agar orangtua mereka mengabulkan semua permintaannya. Joy juga termasuk anak kecil seperti itu.

Tapi, dia tidak pernah menyangkan orang dewasapun juga suka berteriak dengan suara yang menggelegar. Joy teringat bahwa tenggorokannya akan menjadi kering dan sakit seusai berteriak. Dia bertanya-tanya, kapan tiga orang dewasa di depan kamarnya selesai bertengkar?

Rupanya, mendengar suara teriakan sangatlah tidak nyaman. Inikah rasanya menjadi seorang pendengar yang harus bersabar mendengarkan suara yang memekikkan telinga?

Setelah beberapa menit saling berteriak, si tante pun memutuskan untuk pulang.

Anehnya, walaupun si tante telah pulang ke rumahnya sendiri, ayah dan ibunya masih saling berteriak sebelum akhirnya hanya suara ibunya yang terdengar. Entah apakah ayahnya memutuskan diam membiarkannya dimarahi oleh ibunya ataukah ayahnya telah pergi meninggalkan ibunya membuat sang ibu semakin marah.

Joy tidak tahu jawabannya dan tidak berniat ingin mencari tahu. Saat ini, dia lebih merasa nyaman berbaring di kamarnya dengan ditutupi selimut besar dan hangat.