Bab 7 Kedatangan Ibu Mertua
Bab 7 Kedatangan Ibu Mertua
Sosok wanita Tionghoa berpakaian elegan dan sedikit glamor, duduk dengan angkuhnya di hadapan sepasang suami-istri itu.
Susan kira siapa yang bertamu di siang bolong ke rumahnya dan Chen. Siapa sangka saat dia membukakan pintu rumah, Susan seperti tersambar petir saat mendapati ibu mertuanya berdiri di luar sana. Langsung saja dia biarkan wanita itu masuk dan memanggil sang suami, yang langsung menyambut ibunya itu dengan mencium pipi kanan dan kirinya.
Chen terlihat santai saja dengan kedatangan sang ibu, seolah tahu jika ini memang akan terjadi. Jika Chen bersikap biasa saja, berbanding terbalik dengan Susan, yang merasa sedikit terancam dengan kedatangan mertuanya itu. Jantung yang berdebar juga perasaannya yang tidak nyaman, sudah menjadi bukti jika Susan tidak mengharapkan kedatangan ibu suaminya itu. Perempuan itu hanya mampu duduk sambil berusaha mengangkat kepalanya agar tidak tertunduk.
Mata mertuanya menatap Susan lekat, seolah memberikan sebuah penilaian padanya. Menilai kenapa anaknya itu bisa sampai tertarik dan kekeh ingin menikahi perempuan di depannya. Susan sendiri hanya mampu memberikan sedikit keramahan yang dimilikinya pada wanita itu. Apalagi yang bisa dilakukannya selain itu? Langsung bersikap jika mereka sudah sangat dekat dan saling mengerti? Berhenti berkhayal!
Ibu Chen tidak ambil pusing dengan apa yang Susan berikan padanya. Karena niatnya datang kemari hanya untuk melihat sang anak. Matanya menatap jari manis sang anak, lalu beralih pada jari manis milik Susan. "Jadi kalian benar-benar menikah?"
"Aku sudah bilang kan, Mi. Aku hanya akan menikahi perempuan yang aku pilih. Tidak peduli kalian setuju ataupun tidak. Lagian untuk apa Mami datang kemari?"
"Dasar anak tidak sopan. You pikir untuk apa Mami datang kemari jika bukan untuk memeriksa keadaan you?! Jangan mentang-mentang you sudah memiliki seorang wanita di rumah you, lantas I akan percaya begitu saja?!" dari kalimatnya saja sudah sangat jelas, jika sang ibu benar-benar tidak menganggap Susan sebagai menantunya.
Susan diam menyimpan sesaknya sendiri. Baru saja kemarin dia tertawa kesenangan karena tingkah laku suaminya, siapa sangka Tuhan mengirimkan sebuah kejutan untuknya hari ini. Mau bagaimana lagi? Ini sudah resikonya.
"Istriku mengurusku dengan baik. Mami tidak perlu khawatir. Lebih baik Mami kembali pulang dan temani papi untuk menambah aset kalian."
"You benar-benar, ya! Mami tidak habis pikir dengan kelakuan kamu setelah menikahinya. Kenapa menjadi seperti ini? Kamu dipengaruhi apa oleh dia?!"
Chen masih bersikap santai dengan apa yang diucapkan ibunya itu. "Tidak ada."
Ibunya itu sudah sangat lelah mengatur Chen yang keluar dari jalur tradisi dan kepercayaan yang dianut keluarganya. Inginnya membuang sang anak layaknya orang-orang lain, tapi dia tidak bisa! Chen tetap anaknya. Dalam tubuh laki-laki itu terdapat darahnya juga sang suami yang akan terus ada sampai kapan pun. Ikatan batin seorang ibu pada anaknya tidak mungkin bisa terhapus begitu saja.
Wanita itu membuang napasnya dan menelan ludahnya kasar. Bahkan dia tidak sudi meminum air yang Susan siapkan. Dia memilih kehausan dan dehidrasi daripada menegak minuman yang disediakan perempuan yang menyesatkan anaknya itu.
Chen malah mengalungkan lengannya di pundak sang istri, mempertontonkan romansa cinta yang dia miliki bersama Susan pada ibunya itu.
Susan benar-benar merasa serba salah menanggapi perilaku suaminya itu. Antara senang karena menang, juga canggung karena dia tidak mau membuat mertuanya itu semakin sebal padanya.
Tapi ibu Chen tetaplah ibu Chen. Tidak terpengaruh dengan apa pun yang anaknya pertontonkan. "Kembalilah ke perusahaan dan jalankan tugasmu."
"Pembahasan ini lagi? Aku sudah bilang Mi, aku akan datang dan melakukannya jika aku sudah merasa siap dan mau."
"You enggak bisa berlaku seperti ini, Chen! Apa pun yang I bilang, you harus ikuti."
"Oke, Mi, Oke. Tapi nanti, setelah aku mau."
Susan hanya menjadi pendengar tak kasat mata diantara perdebatan ibu dan anak tersebut. Ingin ikut angkat bicara pun, rasanya akan percuma. Seperti melemparkan diri ke aspal panas. Hanya akan mendapatkan rasa sakit saja.
Chen mulai merasa sebal dengan kedatangan ibunya itu. Ingin mengusirnya, tapi dia masih ingat jika ibunyalah yang menggelontorkan uang untuk hidupnya juga sang istri. Jadi dia hanya mampu bersabar hingga ibunya itu melangkah pulang dengan sendirinya.
"Oke. Tapi jika you masih terus mengulur-ulur waktu, jangan harap I akan tetap bersikap pengertian. Paham?!" akhirnya ucapan penutup itu datang juga.
"Paham, Mi."
Ibunya bangkit berdiri diikuti Chen juga Susan. Sebelum benar-benar pergi, ibu Chen melakukan hal yang sama pada anaknya itu seperti saat dia baru datang, yakni mencium pipi kanan juga kiri milik anaknya itu dan langsung melenggang pergi mengacuhkan Susan seperti biasanya.
"Jangan terlalu menanggapi mamiku, Yang. Wataknya memang selalu seperti itu. Jangan diambil hati, ya?" hibur Chen sambil memberikan kecupan-kecupan tulus untuk Susan, berharap dengan itu suasana istrinya akan kembali membaik.
"Hmm," gumam Susan, sambil bersandar mencari kenyamanan di dada lebar milik suaminya. "Haruskah aku melupakan apa yang diucapkannya?"
Chen mengangguk samar, sambil memeluk istrinya itu. "Jika harus, kenapa tidak?" ucapnya lembut, memberikan wewenang pada sang istri.
Mereka sudah menutup pintu dan kembali duduk di ruangan yang tadi. Kini Susan lah yang tidak ingin lepas dari suaminya itu. Dia duduk di samping suaminya, masih dengan memeluk laki-laki itu. Suasana hatinya yang tadinya hidup, terasa kembali mati setelah kedatangan mertuanya itu. Mertua yang tidak mengharapkannya.
Yang tadi merupakan kedatangan perdananya setelah Chen dan Susan resmi menjadi sepasang suami-istri yang bahagia.
Chen yang paham dengan perubahan suasana hati istrinya mencoba memahami itu, dengan berada di sampingnya. Dia terus memberikan dorongan semangat untuk Susan, agar kembali hidup seperti sebelumnya.
"Aku selalu bertanya-tanya, apa pernikahan kita ini akan berjalan lama atau tidak dengan kondisi yang seperti ini...," Susan bergumam yang tetap Chen dengarkan. "Apa kita akan bertahan sampai memiliki keturunan, untuk melanjutkan kehidupan kita nantinya."
Susan terus mengeluarkan keluh kesahnya pada Chen yang setia menepuk-nepuk kepalanya pelan. Memberikan signal, Jika Chen ada bersamanya hingga Susan kembali merasakan ketenangannya.
Chen membawa tubuh istrinya itu untuk duduk di pangkuannya. Dan beralih mengusap-usap punggung Susan berharap perempuannya itu bisa rileks dan melupakan apa yang baru saja membuat mental sang istri kembali down. Hanya dirinya yang boleh membuat Susan sedih, senang, terharu, bahkan sengsara. Hanya dirinyalah yang berhak untuk semua itu.
Susan menyembunyikan wajahnya di bahu Chen, menghirup dalam-dalam aroma tubuh suaminya untuk mencari ketenangannya.
Suara napas Chen yang masih tenang masuk ke indra pendengarannya. "Ko, bagaimana menurutmu? Apa kita masih bisa bersama sampai memiliki keturunan?"
"Tentu saja, kenapa tidak? Kamu akan disibukkan dengan anak-anak kita dan tidak perlu memikirkan hal-hal tidak penting seperti tadi, Yang."
Mendengarnya saja sudah bisa membuat Susan tenang. Apalagi jika itu semua benar-benar terjadi.
Chen masih bersikap sedikit manis seperti biasanya, pada Susan. Dia memberikan kecupan-kecupan penenang di kepala istrinya. Tangannya tetap diposisi yang sama, memberikan usapan ringan di punggung istrinya.
"Yang, rasanya pahaku pegal. Kita tidur siang saja di kamar ya?" tawarnya.
Susan setuju dan melingkarkan tangannya di leher Chen dengan kuat saat laki-laki itu mulai berdiri dan membawanya ke kamar mereka berdua. Kedua kakinya melingkar di pinggang Chen dengan pinggul yang Chen tahan agar Susan tidak jatuh ke bawah lantai.
Dengan hati-hati Chen menidurkan Susan terlebih dahulu sebelum ikut bergabung dengan istrinya di atas kasur. Dia membawa Susan ke dalam dekapannya dan mulai menyanyikan lagu pengantar tidur di kuping sang istri dengan suaranya yang pelan dan penuh kasih sayang.
Seutas senyum tipis tertera diwajahnya dengan mata yang terpejam dan telinga dihiasi lagu pengantar tidur ciptaan Chen, hatinya terus menguatkan, ‘tidak apa-apa kamu masih memiliki Chen yang akan selalu ada bersamamu,dan terus berada disamping-Mu.’ Susan terus mengatakannya berulang-ulang dengan keyakinannya yang begitu.