Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 6 Kebahagiaan Pengantin Baru

Bab 6 Kebahagiaan Pengantin Baru

Sepasang anak manusia yang tengah dimabuk cinta itu sibuk membersihkan rumah bersama-sama, sesekali terdengar candaan dari satu sama lainnya.

Chen juga Susan sibuk dengan tugasnya masing-masing. "Yang! Aku sudah beres mengepel lantai. Apa makanannya sudah matang? Ah ... aku sungguh lapar." Chen datang ke dapur dan langsung melingkarkan kedua lengannya di perut Susan yang tengah memasak.

"Ko...," Susan mengeluarkan sebuah peringatan halus untuk suaminya itu.

"Hmm?" gumam Chen di sebelah telinganya.

Susan berdecak karena Chen masih menempel padanya. "Aku sedang memasak. Bagaimana bisa cepat selesai jika diganggu seperti ini."

Suaminya itu tertawa sambil mengecup pipi Susan, tapi masih tidak melepaskan dekapannya. Dia malah menaruh dagunya di pundak sang istri dan mengendus-endus tengkuk istrinya itu.

"Koko! Kamu mau memakan makanan yang gosong?" ancamnya, tapi tidak berusaha melepaskan diri dari dekapan itu.

"Tidak apa-apa asal makan sambil melihatmu, makanannya akan tetap terasa nikmat di lidahku," ucapnya, memberikan sebuah gombalan receh untuk sang istri.

"Tapi aku tidak mau memakan makanan yang gosong. Lebih baik cari pekerjaan lain daripada menempel seperti ini," Susan mulai merasa kesal dengan kelakuan suaminya itu.

Tangan Susan langsung mematikan kompor saat merasakan tangan suaminya merayap ke atas dan meremas dadanya. "Ko...aku sedang memasak. Apa kamu tidak lapar?" Susan mulai mengeluarkan nada kesalnya.

"Oke-oke, but gimme a little kis," tawar Chen masih diposisi yang sama.

"Just a little kiss. Tidak yang lain," tegas Susan dan memberikan sebuah kecupan kecil untuk suaminya itu.

"Oh! Come on, Yang...bukan yang seperti itu. Aku bukan anak kecil yang hanya menerima sebuah kecupan. Tapi seperti ini...," masih dengan posisi memeluk istrinya dari belakang, Chen memajukan kepalanya dan melumat bibir sang istri dengan mesra. Memberikan belaian memuja untuk kedua birai merah milik Susan yang tentunya membuat si empu bibir terlena dan membalas hisapan tersebut. Chen menepati janjinya yang hanya meminta sebuah ciuman dan tidak lebih. Laki-laki itu mengakhiri lumatan tersebut dengan sebuah kecupan manis di ujung bibir istrinya. "Thank you," bisik Chen di telinga Susan.

"Hmm. Sudah, sekarang jangan ganggu aku. Aku ingin masakanku cepat matang," ujar Susan, kembali menyalakan kompor yang tadi dia matikan.

"Oke-oke. Aku akan diam dan melihatmu dari sini."

Susan menoleh ke belakang, melihat kearah sang suami yang duduk di kursi yang menghadap padanya. "Kenapa harus di situ? Kenapa kamu tidak menonton TV saja, Ko? Daripada memperhatikan ku seperti itu."

"Tidak ada salahnya dengan seorang suami yang memperhatikan istrinya memasak," belanya. "Terkecuali, jika yang aku perhatikan adalah istri orang lain."

Susan langsung memelototi Chen dengan sudip terangkat, memberikan sebuah isyarat agar Chen jangan berani mencoba-coba hal seperti itu. Chen hanya tertawa melihat ancaman yang diberikan sang istri. "Awas saja kalau kamu berani-beraninya main serong. Aku enggak akan diam loh, Ko."

Tawa Chen makin terdengar keras. Laki-laki itu mentertawakan apa yang diucapkan oleh Susan. "Kamu saja sudah membuatku puas. Untuk apa mencari yang lain?"

Susan yang membelakangi Chen mencebik dengan wajah merona, perasaan malu dan senang bercampur menjadi satu. Pernikahan yang baru berjalan beberapa hari itu, mampu membuat Susan lupa akan perseteruan dirinya dengan sang ibu. Lupa juga perihal pernikahannya tidak mendapatkan restu dari keluarga sang suami. Tingkah laku suaminya itu benar-benar membuat Susan lupa itu semua.

"Butuh bantuan?" tanya Chen, saat melihat Susan kepayahan untuk menuangkan masakannya dari dalam wajan.

"Iya, tolong Ko."

Dengan cekatan Chen langsung memegang piring agar tidak bergeser saat istrinya akan menuangkan olahan daging sapi yang dibuatnya.

"Sudah matang semua, kan?" Chen membawa piring tadi ke meja makan, sedangkan Susan menaruh wajan bekas memasaknya di tempat cucian piring lalu mengelap kompor sebelum ikut bergabung ke meja makan.

"Ya. Seperti yang kamu lihat Ko. Ada karbohidrat, protein, sayuran yang mengandung vitamin dan mineral, juga buah-buahan," Susan mengabsen makanan empat sehat lima sempurna yang tersaji di atas meja makan. "Sesuai yang kamu inginkan."

"Ya. empat sehat lima sempurna. Kita harus memakan makanan seperti itu, agar kebutuhan energi kita terpenuhi. Apalagi kita ini pengantin baru," Chen mengerling genit ke arah istrinya itu.

"Huft...aku tidak mendengar apa yang kamu ucapkan Ko. Sungguh," ujar Susan sambil mengambilkan lauk pauk untuk suaminya yang genit itu.

Chen terbahak mendengarnya. Istrinya itu memang selalu mengalihkan pembicaraannya jika dia sudah berbicara perihal pengantin baru yang katanya sedang ada di fase panas-panasnya, karena baru menikah. Padahal jika sudah Chen goda dan dia berikan sedikit sentuhan, tetap saja Susan akan ikut menikmati permainannya dan melenguh memenuhi seantero rumahnya itu.

"Makan yang banyak, mumpung masih ada dan bisa," ucap Chen pada Susan. "Siapa tahu, kedepannya tidak bisa makan enak seperti sekarang walaupun ada."

Susan tidak menanggapi ucapan suaminya itu. Andaikan nanti dia hamil, mungkin saja itu terjadi. Tapikan, sekarang dia belum berbadan dua dan rasanya waktu untuknya mengandung masih butuh waktu lama. Jadi, sekarang cukup nikmati dan jalankan apa yang tengah terjadi.

"Bagaimana rasanya, Ko? Enak?"

Chen memiringkan kepalanya, memikirkan nilai berapa yang harus ia berikan untuk masakan yang Susan buat. "Hmm... rasanya sebelas dua belas dengan masakan Koki hotel."

Susan langsung melambung tinggi mendengar pujian tersebut. "Sungguh? Tidak bohong?"

Kepala suaminya itu mengangguk yakin. "Ya. Coba saja, jika tidak percaya."

Susan langsung melakukan apa yang suaminya ucapkan. Matanya sedikit membuka, karena tidak menyangka apa yang Chen ucapkan benar. "Kenapa bisa enak?" tanyanya tak percaya, sambil menutup mulutnya.

"Aku tidak tahu, karena kamulah yang memasaknya. Mungkin saja kamu menambahkan sesuatu hingga makanannya terasa enak."

"Apa itu? Aku rasa, aku tidak menambahkan sesuatu yang aneh."

"Bukan aneh, tapi special."

Susan memandang Chen kebingungan dan melemparkan telepati, menanyakan apa yang laki-laki itu maksud.

"Yang, mungkin kamu menambahkan cinta kedalamnya. Jadi terasa seperti masakan Koki bintang 5."

Bukan lagi tawa kecil yang keluar dari Susan, melainkan tawa terbahak-bahak yang membuat Chen khawatir istrinya itu akan tersedak.

"Yang, hati-hati nanti kamu tersedak," ingatnya.

"Aku kan punya Koko, jika tersedak tidak mungkinkan Koko diam saja."

"Tetap saja nanti aku panik sendiri, jika tiba-tiba kamu tersedak karena makan sambil tertawa seperti ini."

Susan menghentikan tawanya dan kembali menikmati makan siang mereka berdua. Ditemani menu 4 sehat 5 sempurna yang tersaji. Jika tahu menikah semenyenangkan ini, mungkin dia akan melakukannya dari dulu agar bisa tertawa bebas seperti saat ini. Pernikahan yang baru berjalan dua Minggu itu dipenuhi lelucon Chen yang sukses membuat Susan tertawa terus-menerus.

"Aku mau mencuci piring dulu."

"Yang... temani aku dulu, nanti saja membersihkan piringnya," rengek sang suami yang tengah tiduran di pangkuannya sambil menonton TV setelah mereka selesai makan tadi.

"Ko, hanya sebentar. Aku enggak yakin nanti bisa menyelesaikannya. Akan ada bayi besar yang tidak bisa aku tinggalkan nantinya. Selalu meminta dimanjakan."

Chen langsung bangun karena Susan mengangkat kepalanya. Dia ikut bangkit dan mengekori Susan ke arah dapur untuk membersihkan bekas memasak dan makan mereka berdua.

Chen berdiri disampingnya. "Aku bantu."

"Ya sudah, kamu bagian bilas saja. Biar aku yang menggosoknya dengan sabun."

Chen mengangguk patuh, dia menerima piring yang sudah Susan sabuni dan membasuhnya hingga busa-busa yang menutupi permukaan piring bersih sempurna. Matanya dan tangannya bekerja dengan fokus tanpa banyak bicara.

"Sudah semua?"

"Ya. Itu yang terakhir."

Setelah membasuh pergelangan tangannya, Chen langsung menarik istrinya ke ruang TV lagi dan memintanya menjadi bantalan untuk tidurnya lagi.

"Ko, aku harus pergi ke Dokter."

"Untuk apa?"

"Konsultasi perihal keluarga berencana. Bagaimana menurutmu, Ko?" tanya Susan sambil mengusap rambut suaminya.

"Harus?"

"Memangnya Koko sudah siap jika aku tiba-tiba hamil?"

Tangan Chen terulur dan menyelipkan rambut Susan di telinga wanitanya itu. "Bukankah akan lebih baik jika kamu hamil? Kamu akan sibuk dengan kehamilanmu itu. Dan saat bayinya lahir, kamu akan sibuk mengurusnya.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel