Bab 3
"Dia tuh inget nggak sih kemaren ngomong apa? 'Cuma mau Old Blush China'. Paham soal situasinya nggak sih dia? Ngerti sama yang sekarang lagi happening nggak? Udah tau impornya susah, minta buru-buru pula! Baru juga pesen kemaren, sekarang pengen langsung ada?
"Dia pikir florist kita pake kurir Jin Ifrit? Halu dia tuh! Udahlah. Lo bilangin deh, Jes, kalau dia emang nggak sabar, order aja di tempat lain, itu pun jika tempat lain bisa datengin Parson's Pink yang asli tumbuh di daratan China dalam waktu singkat, atau kalau mau tetep ditangani La-Mona coba lo offering mau nggak kalau diganti aja dengan rose pink Vietnam? Toh, sama-sama cantik dan layer kelopaknya malah jauh lebih rapi. Kalau oke, lusa bisalah langsung dikirim."
"Jadi ... Jes nih bilangnya nanti kayak gitu aja yah, Mbak Mon?"
Mona memutar bola matanya bosan. "Ya, iyalah." Perlukah Mona sekalian melakukan siaran ulang untuk Jesika?
"Mulai dari ngebahas soal virus corona itu, Mbak Mon?"
"Lo pikir lo Jubir Kemenkes? Ck! Ya, terserah lo bae lah," kesal Mona sambil membanting punggung lelahnya ke sandaran kursi. "Seenak-enaknya mulut lo bicara aja, Jes. Bebas," imbuhnya yang langsung dibalas Jesika melalui sebentuk simbol 'hormat' sebelum gadis muda itu pamit undur diri dari ruang kerja Mona.
Namun, belum juga genap satu detik sosok tambun Jesika yang bikin pusing itu ngacir, eh, justru hadir lagi sumber ancaman lain yang siap mengganggu kenikmatan hidup Mona—yang rencananya hendak menyesap santai chamomile tea hangat, yang berada tepat pada permukaan mejanya.
"Mona, Mona ... ngapa dah sensi amat lo? Lagi PMS yah?" Adalah Denada yang tanpa ketuk pintu dan permisi, mendadak ngejogrok aja dalam ruangan Mona. Ampun deh, dia ini beneran Influencer yang kolom komentar sosial medianya penuh akan puja-puji berbunyi 'ramah bingit, hati ibu peri, care-nya tiada duanya, down to earth abis' itu bukan sih? Hilih, ramah dikeker dari lobang sedotan kali yah, maksudnya?
"Nggak semua cewek PMS sensi," tandas Mona malas.
"Oke. Terus, apa dong? Lagi kena virus jomblo sensitif yah?"
"Please deh, Den, jomblo is not a sin, " ujar Mona yang praktis mengabaikan cangkir tehnya. "Katanya, lo ke Labuan Bajo?" lanjutnya sambil menyilang lengan di dada.
"Iyups. Labuan Bajo-Kelimutu-Sumba. Sebuah perjalanan panjang."
"Halah! Iklan apaan sih? Dan, kok ya ada produk yang mau make jasa lo jadi bintang iklannya?"
"Heh, Anda jangan lantam yak! Gini-gini gue kan Denada Anastasia, Influencer yang punya lebih dari dua setengah juta followers di Instagram dan Youtube."
"Dua setengah juta akun bodong kali," goda Mona yang tentu aja hanya guyon semata. Oh, come on! Walau lumayan sombong dan nggak seramah yang kerap orang-orang dengungkan, Denada memang baik kok. Buktinya, La-Mona nggak sekali dua kali nangkring menghiasi laman feed maupun stories milik perempuan berambut curly itu—meski tanpa Mona minta.
Denada mendengkus singkat. Namun, karena dia emang mbahnya baik, sekarang dia justru mengangsurkan sebuah paper bag berukuran medium ke arah Mona.
"Apaan nih?"
"Sedekah untuk kaum jomblo duafa!"
Mona kontan mendesis. Lalu, dilihatnya apa gerangan yang tersembuyi dalam wadah putih tersebut. "Wuih, sambel luat nih. Kok nggak ada dendengnya sekalian sih?" ujar Mona seraya mengeluarkan beberapa bungkus kopi Flores.
"Kan itu udah ada Jagung Titi, lo totol-totolin aja ke sambelnya," ucap Denada enteng, yang detik berselang matanya jelalatannya malah berhasil menemukan wujud bulu-bulu abu dalam kurungan merah muda. "Eh, Beb, itu Si Marlon yang di kandang?"
"Huum. Dia rewel banget hari ini tau kenapa. Gue tinggal di rumah dia ngeong-ngeong mulu. Mama yang lagi sakit gigi tambah mumetlah gegara Si Marlon nih nggak mau diem. Mana tadi pagi dia nyakar Fani lagi. Nyebelin banget ih!"
"Kangen kali dia nih sama Emaknya," tebak Denada. "Si Mimi belum ada nelepon emang—" Mulut Dena belum rapat terkatup saat Mona menunjukan layar ponselnya yang tengah mendapat sebuah request panggilan video WhatsApp dari Mimi. "Panjang umur." Denada lantas tertawa.
"Oh ... halooooo, jomblo-jomblo Jakartaaaa, what's up?" Suara menggelegar Mimi yang bagaikan toa masjid merebak ke seluruh penjuru ruang kerja Mona. Membuat Marlon yang awalnya tergolek-golek lesu di kandang, langsung tancap gas bangkit—mungkin sadar akan eksistensi majikannya. "Eh, My Boy Marlon mana, Beb? Kemaren gue sibuk banget keliling Basel jadi kelupaan nggak nelepon. Ngambek nggak dia?"
Denada yang jaraknya lebih dekat bergerak cepat untuk membuka kandang merah muda Marlon dan lantas mengangkat kucing gembul tersebut agar mendekati layar ponsel Mona.
"Oh, My! Hi, Ma handsome boy ... miss you, Darling. Do you miss Mimi?" Perempuan di seberang sambungan menoel-noel gemas layar ponsel seolah sedang menoel Marlon. "Lho? Eh, Den lo udah balik?" Dua menit berselang Mimi yang agaknya sudah puas bercengkrama dengan Marlon baru menyadari hadirnya Denada yang tengah menggendong kucing gendutnya.
"Yoi. Lo honeymoon mulu nggak bosen-bosen?"
"Ya kali enak-enakkan bosen," gerutu Mimi. "Ey, oleh-oleh gue jangan nyampe lo hibahin ke Mona lho yah! Terus, jatahnya Marlon yang gue titip udah lo beliin kan?"
"Iye, bagian lo aman cuman yang buat Marlon nggak gue bawain."
"Iiih ... kok gitu?"
"Ya elah, buat apaan juga gue bawa-bawa jerami dari Kupang?"
"Ya buat alas Marlon lah biar alami dan terjaga kehangatannya."
"Nggak tau deh gue, itu lho dapet tips dari mana, tapi Marlon itu kucing bukan kambing, Mi!"
"Lha, emang iya. Terus, kenapa?"
"Tau ah, puyeng gue. Nih, kata Mona, Marlon agak lesuan lho," ujar Denada sambil melirik Mona yang sibuk mengunyah Jagung Titi di kursinya.
"Masa sih? Why? Coba, Beb mana Marlonnya mana? Pantes aja tadi dia diem mulu." Mimi khawatir.
Denada sendiri semakin mendekatkan wajah Marlon yang masam ke arah layar.
"Marlon, kenapa, Sayang? Nggak sakit kan, Boy? Tante Mona jangan-jangan ngasih blackwood-nya Fani ke Marlon yah?"
"Enggak oi." Mona menyahut.
"Tapi, kok dia matanya nggak secerah biasanya, Mon?"
"Ah ... efek cahaya kali. Matanya tetep ijo kok!" kilah Mona. "Cuma agak lesu dikit selebihnya oke. Makannya doyan, pup-nya pun lancar."
"Awas lho yah kalo gue balik berat Marlon kurang seons aja. Apalagi kalau bulu-bulu gantengnya nyampe menipis. Nggak bakal gue mau neraktir elo lagi!"
"Iya, iya." Lagian Marlon tuh emang aneh sih dikasih makanan agak mahalan dikit aja langsung deh meriang. Kelewat ndeso ususnya!
"Ya oke deh kalau—"
"Mbak Monaaaaaaaa, Mbak Monaaaaaa?!" seruan Jesika yang kembali menyambangi ruang kerja Mona praktis memutus segala kegiatan obrolan di antara ketiga sahabat itu.
"Kenapa, Jes?" Ini Denada yang memandang Jesika penuh keheranan.
"Anu ... itu tadi yang anu apa ... klien yang minta old brush pas Jes kasih penjelasan kayak yang tadi Mbak Mon suruh, eh dianya malah marah-marah, Mbak. Mau ketemu Mbak Mon katanya ... kalau nggak dia bakal bikin ... em ... t-thread di twitter soal La-Mona yang nggak profesional!"
Sialan. Ada aja yah masalah.
***