Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

CLASSROOM ACTION RESEARCH

‘Pilih yang paling mudah diantara dua hal yang sedang kamu hadapi. Menyulitkan diri sendiri itu penyakit.’

The Sick Rose

William Black

O’ rose, thou are sick!

The invisible worm,

That flies in the night,

In the howling storm.

Has found out thy bed

Of crimson joy

And his dark secret love

Does thy life destroy

Arunika menutup mulutnya yang terbuka lebar karena terus-terusan menguap.

Jam baru saja menunjukkan pukul setengah dua siang. Dan Arunika sudah menguap hampir lima kali dalam tiga puluh menit mereka belajar. Dosen muda itu bahkan masih asik menjelaskan puisi yang ditulisnya untuk disangkutpautkan dengan mata pelajaran mereka, Classroom Action Research.

Setelah minggu lalu bermasalah dengan dosen yang sekarang sedang mengajarnya itu, Arunika akhirnya bisa menyelesaikan perintah yang sudah dibebankan padanya.

Tepat sepuluh menit sebelum dosen muda itu masuk, Arunika sudah meletakkan setumpuk materi yang akan mereka gunakan hari ini dan sudah dicopy sebanyak dua puluh rangkap. Sesuai dengan jumlah murid di kelasnya.

Setelah melihat ruangan ditinggalkan oleh penghuni yang sebelumnya, Arunika tidak lagi menunggu untuk segera masuk ke kelas itu. Alhasil, seperti sebuah sejarah, Arunika datang lebih cepat tujuh menit dari teman-temannya yang lain.

Arunika menggerakkan badannya untuk melemaskan otot, sampai sesuatu di samping membuatnya terkejut. Trison dengan kaca mata tebal sudah melihat ke arahnya dengan wajah yang tidak bergairah hidup.

Cowok itu sedang menahan kantuknya. Sama seperti Arunika. Segera Arunika mengalihkan pandangan dari penampakan yang mengerikan dari Trison. Mata gadis berambut panjang itu membola sesaat setelah melihat ke arah sisi tubuhnya yang lain.

Danan sedang asik membersihkan hidungnya dari upil-upil sialan yang mengering di pinggiran hidung bagian dalam miliknya. Dengan kuat gadis itu menyenggol Danan yang terkejut.

“Jorok, stupid!” bisik Arunika, jijik.

Danan menyipitkan matanya sekilas lalu mendengus tak suka karena Arunika sudah mengganggu kegiatan mengasyikkannya. “Ru,” bisikkan dari Danan membuat Arunika mendekatkan lengannya ke arah pria itu. “Ini kita lagi belajar CAR apa Poetry sih?” tanya pria itu.

“Tauk!” Arunika menghendikkan bahu. “Malaikat maut mah kalo ngajar suka melenceng. Lagian beliau orang Linguistics ngapain nyasar ke education sih?”

“Mencoba hal baru kali,” jawab Danan masih berbisik.

“Tapi jadinya kagak nyambung. Lah CAR diajarinnya peotry si Rose, nyambungnya ke literature lagi. Jadi kebayang muka Mem Reni gue.” Tiba-tiba Arunika menerawang jauh. “Kangen ih sama Mem Reni.” Arunika tersenyum saat membayangkan wajah salah satu dosen Literature nya yang sangat baik.

Danan kembali mencoba fokus ke papan tulis yang menampilkan beberapa slides pelajaran yang bercampur dengan tulisan tangan yang sangat rapi dari dosen muda itu, Delaney.

Dan Arunika lagi-lagi menguap. Classroom Action Research adalah mata kuliah berbobot 3 sks. Bisa dipastikan mereka akan keluar dari kelas sekitar jam tiga lewat lima belas menit, paling cepat. Jika dosen muda itu masih betah menerangkan pelajaran, mereka kemungkinan bisa keluar sampai jam setengah empat sore.

Sialnya, jam setengah dua menuju jam tiga adalah waktu di mana selama ini selalu digunakan Arunika untuk tidur.

Jika dia harus berada di kelas saat jam-jam itu, Arunika akan dengan senang hati duduk paling belakang dan bersandar ke arah Trison atau Danan yang selalu di sampingnya untuk tidur barang lima menit.

Opsi lain Arunika akan permisi keluar untuk sekedar mencuci mukanya atau membeli minuman dingin dan camilan sekalian mengobrol sebentar dengan penjaga gedung untuk sekadar menghilangkan kantuk.

Tapi yang sedang mengajarnya ini adalah dosen muda yang dilebel malaikat maut oleh beberapa mahasiswa yang tidak lulus di mata kuliah yang diajarkannya. Sehingga untuk keluar pun Arunika tidak punya nyali. Terlebih karena dia tidak lagi ingin menambah masalah dengan dosen pembimbing akademiknya itu.

Untuk ketujuh kalinya, Arunika kembali membuka lebar mulutnya. Lalu memelotokan mata yang memerah dan berair dengan sengaja untuk terus terjaga.

“Sekali lagi lo nguap, dapet sendal cantik deh, Ru,” ujar Danan tepat di samping Arunika yang hanya menghela napas.

“Gue ngantuk banget, Dan. Beneran, deh.” Arunika menggelengkan kepalanya kuat.

“Gue gak mau ya jadi sandaran lo tidur. Malaikat maut ini. Gue gak mau bermasalah. Kating bakal ribet kalo ada masalah sama dosen, Ru.”

Arunika menaikkan ujung atas bibirnya dengan wajah kesal. “Kagak setia kawan lo!” delik Arunika yang tak diacuhkan Danan.

“Bacot, bocah!” Trison yang sejak tadi diam mengeluarkan suaranya langsung membuat kedua temannya bungkam.

Namun dengan senang hati, Arunika dan Danan mengacungkan jari tengah dibalik meja chitos yang mereka duduki. Trison hanya mencebik tak acuh.

“Runi.” Suara tegas itu membuat Arunika, Danan dan juga Trison langsung duduk tegap menghadap ke depan. Alis dosen muda itu naik sebelah. Tanda bahwa sejak tadi, dia memperhatikan ketiga mahasiswanya itu.

“Yes, sir,” jawab Arunika mencoba tenang.

“Puisi ini,” Delaney menunjuk puisi yang ditulisnya di papan tulis. “Bagaimana kamu bisa menjelaskan puisi ini dengan anak murid kamu nantinya?” tanya Delaney yang sekarang bersandar di meja. Kontan membuat beberapa mahasiswa perempuan memekik pelan karena melihat Delaney dengan kemeja biru yang lengannya ditarik hingga siku terlihat semakin tampan.

Arunika menelan ludahnya. Dilirik sekilas Danan dan Trison yang pura-pura tidak melihat ke arahnya. Temen-temen sialan!

“Saya gak mungkin pake puisi ini ke anak murid saya nanti, Sir,” ujar Arunika tegas.

Kernyitan tercipta di kening Delaney yang langsung berdiri dari sandarannya. “Alasan?”

“Puisi ini terlalu berat untuk diajarkan ke anak-anak yang masih berada di tingkat sekolah menengah pertama, bahkan untuk murid menengah atas. Mereka masih pada tahap low learners dan vocabulary yang mereka punya sangat sedikit. Jadi mereka pasti akan kebingungan dengan kata-kata seperti ‘thou’ dan ’thy’ karena itu jelas bahasa inggris lama dan sangat tradisional.”

Arunika menghempaskan napas setelah menjawab dengan panjang lebar pertanyaan Delaney. Danan dan Trison melongo ke arah Arunika yang masih setia bersitatap dengan dosen muda di depan kelas.

“Dan sebagai pendidik, bukankah kamu seharusnya menjelaskan itu ke mereka?”

“Saya mungkin akan menjadi pendidik yang tidak mau repot menjelaskan hal-hal seperti itu pada murid saya, Sir. Lagipula, saya tidak mau anak-anak bingung siapa itu William Blake pengarang dari puisi The Sick Rose karena banyak dari murid tidak menyukai pelajaran bahasa Inggris. Semakin saya membuat mereka bingung, mereka pasti akan semakin tidak suka dengan pelajaran bahasa Inggris. Mungkin saya akan lebih memilih puisi yang lebih ringan seperti puisi dari William Carlos yang mengarang This is Just to Say dan hanya mengangkat tentang aeting plums on icebox. Yang kata-katanya jauh lebih mudah dipahami oleh low learners.”

Lagi-lagi, Arunika menghempaskan napas setelah kembali mengeluarkan penjelasan panjang.

“Bukankah puisi bisa memiliki makna ganda? Apa kamu yakin jika puisi This is Just to Say hanya tentang seseorang yang sudah dengan sengaja memakan plums on icebox?”

Arunika sudah mengumpat sebanyak-banyaknya di dalam hati. Sepertinya, Delaney memang suka mendebatnya.

“Bukankah ada empat hal penting untuk mengajar di metode CAR seperti yang sudah Sir jelaskan di awal kelas tadi? Interesting, motivating, enjoying, dan purposeful. Saya ingin anak-anak tertarik dengan beberapa puisi bahasa inggris melalui puisi-puisi ringan tanpa harus mencari tau makna ambigu dari puisi itu. Sehingga anak-anak bisa termotivasi untuk mencari puisi bahasa Inggris lainnya, lalu mereka akan menikmati puisi itu. Tentu dengan tujuan pembelajaran agar mereka mengenali lebih awal puisi dalam bentuk bahasa Inggris.”

Arunika yakin, bahwa Danan dan Trison sudah akan bertepuk tangan jika mereka sedang berada di suasana bercanda. Tapi bahkan, seisi kelas terasa sunyi. Seolah membiarkan laser-laser penuh permusuhan dari tatapan Arunika dan Delaney saling mencoba mengalahkan.

***

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel