Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bertahan Sejenak

Sesampainya di rumah, Talitha hanya diam saja. Sebenarnya ia ingin sekali mengutarakan isi hatinya dan kekecewaannya kepada mertuanya. Tetapi ia berpikir ulang.

"Jika aku bercerita secara langsung tanpa adanya bukti juga percuma saja. Pasti mamah dan papah tidak akan percaya. Aku harus mempunyai bukti kuat untuk meyakinkan apa yang telah dilakukan oleh Mas Dikta," gumamnya dalam hati seraya menyandarkan punggungnya di kursi yang ada di teras halaman.

Selagi melamun sendiri, ia mendapatkan teguran dari Mamah mertua," loh Talitha, kamu nggak jadi makan siang dengan Dikta?" ucapnya seraya menempul bahu Talitha secara perlahan.

Talitha menoleh kearah Mamah Salma," nggak jadi mah, karena kebetulan Mas Dikta sedang sibuk. Aku nggak ingin mengganggu waktunya."

Mamah Salma melihat kesedihan yang terpancar di wajah sang menantu. Ia berpikir jika Talitha sedih karena gagal makan siang dengan Dikta," mal, nggak usah sedih seperti itu. Kebetulan mamah juga belum makan siang, dan berniat akan mencari makan siang di luar. Yuk temani mamah makan siang sama belanja juga."

Tanpa menunggu persetujuan dari Talitha, Mamah Salma menggandeng tangannya. Hingga Talitha merasa tidak enak dan ia pun bangkit daru duduknya mengikuti langkah kaki Mamah Salma.

Dalam hati Talitha bergumam," mah, aku sedih bukan karena gagal makan siang. Tetapi aku sedih bahkan kecewa karena penghianatan yang dilakukan oleh Mas Dikta."

Ingin rasa hati menjerit sekuat tenaga untuk mencurahkan rasa hati yang kecewa, tetapi itu tidak mungkin. Ia juga sudah tidak bisa memperbaiki pernikahannya, karena sudah terlanjur terluka. Tetapi ia ingin lekas berpisah, tetapi ia bingung bagaimana cara mengatakan tentang perselingkuhan Dikta pada Mamah Salma.

Dia diajak pergi kesebuah cafe bersama dengan Mamah Salma. Jarak cafe dari rumah hanya beberapa menit saja, hingga tidak perlu waktu lama untuk bisa sampai di cafe tersebut. Mamah Salma mengajak Talitha duduk di tempat yang strategis.

Pada saat mereka baru saja akan duduk, mendadak terdengar suara yang tak aneh lagi menghampiri mereka.

"Hay Tante Salma."

Tegurnya seraya memeluk Salma, seraya tersenyum sinis pada Talitha.

"Ya ampun, Ninda. Kamu sedang apa disini?"

Salma merenggangkan pelukannya.

"Jelas untuk makan siang, Tante. Boleh gabung kan?" Ninda langsung duduk saja, membuat Talitha sangat geram tetapi ia tidak bisa mengatakan apapun.

Sebenarnya Talitha ingin sekali pergi dari hadapan Ninda, karena ia masih ingat apa yang ia lihat pada saat datang ke kantor Dikta.

"Untuk apa sih, aku harus bertemu dengan wanita ini lagi? padahal kejadian tadi siang saja masih aku ingat dan belum bisa aku lupakan sama sekali. Bagaimana aku bisa berhadapan dengan pelakor ini ya?" gumam Talitha dalam hati.

Pada saat seorang waitress menyodorkan menu makanan dan minuman, Salma memilih terlebih dahulu," oh ya, Tante kan sudah memilih menunya. Silahkan gantian kalian berdua karena Tante mau ke toilet sebentar."

Dengan sangat terburu-buru, Salma melangkah cepat menuju ke toilet yang ada di cafe tersebut. Kesempatan ini digunakan oleh Ninda untuk mengatakan banyak hal, pada saat Talitha memilih menu makanan dan minuman.

Talitha berusaha bersifat tenang dihadapan Ninda, karena ia tidak ingin merusak citra dirinya sendiri dihadapan banyak orang karena kebetulan cafe sedang ramai para pelanggan.

Walaupun sebenernya Talitha sangat kesal dan bahkan benci pada Ninda, tapi ia sama sekali tidak memperlihatkan kebencian dirinya. Ia masih bisa mengontrol dirinya sendiri.

Berbeda dengan Ninda, ia justru menyerang Talitha dengan berbagai perkataan pedas.

"Hey wanita desa, jangan berpikir kamu akan menang karena Tante Salma baik padamu. Aku yakin, jika nanti ia mengetahui bahwa aku dan Dikta saling mencintai, pasti akan mendukung kami."

"Kenapa juga kamu masih bertahan, bukannya kamu sudah melihat sendiri wos yang telah aku lakukan bersama Dikta?"

Ninda terus saja menatap kearah Talitha penuh kebencian, Talitha tidak tinggal diam. Ia pun membalas tatapan tajam Ninda dengan senyuman sinis tanpa ada kata. Sontak saja Ninda semakin tersulut api kemarahan.

"Hey, kenapa kamu diam saja? apakah kamu takut atau kamu sadar diri jika kamu tidak pantas untuk Dikta ya?" sindir Ninda.

Talitha hanya diam saja, ia malas melayani perkataan tidak bermutu dari Ninda. Hingga membuat Ninda semakin marah melihat Talitha malah asik mendengarkan musik dengan telinga di tutup headset.

Dengan sangat kasar, mendadak Ninda melepas headset yang ada di telinga Talitha, sontak saja Talitha kesal," heh, apa yang kamu lakukan?" tegurnya lirih karena tidak ingin didengar oleh banyak orang.

"Masih bisa bertanya, aku sedang berbicara padamu tapi kenapa kamu tidak peduli sama sekali. Merespon kek, jawab perkataanku jangan hanya diam saja! apa kamu sudah tuli dan bisu ya?" ucap kasar Ninda.

Dengan sangat santai, Talitha berkata," untuk apa aku meladeni pelakor sepertimu. Apakah kamu ingin aku permalukan dihadapan orang banyak, supaya reputasimu hancur dan kamu tidak lagi bisa berkarir sebagai foto model. Hanya dengan satu kata saja, aku mampu membuat semua orang di dalam cafe ini benci padamu. Apa kamu ingin bukti yang telah aku miliki aku perlihatkan pada banyak orang?" ucap Talitha sengaja mengancam Ninda.

Sontak saja nyali Ninda menciut, karena ia juga tidak ingin nama baiknya hancur karena di cap sebagai seorang pelakor. Dia pun kini tidak bisa berkata lagi, mendadak lidahnya kelu dan menunduk lesu.

Selagi Ninda diam saja, datang pesanan makanan dan juga Mamah Salma sudah kembali. Mereka bertiga makan tanpa ada yang bersuara. Hanya saja Ninda dan Talitha terus saja bergumam di dalam hatinya.

"Awas saja ya wanita kampung, aku pasti akan membuatmu di usir oleh orang tua Dikta? tunggu saja tanggal mainnya," gumam Ninda dalam hati.

Talitha juga berkata dalam hati," aku tahu apa yang sedang kamu pikirkan, untuk menyingkirkanku bukan? nggak usah khawatir, tanpa kamu singkirkan, aku aku mundur dari kehidupan Mas Dikta. Untuk apa aku bertahan dengan pria yang tidak mempunyai prinsip dan tidak tegas sama sekali. Aku tahu, awalnya pasti akan sangat menyakikan bagiku, tapi lebih baik sakit di awal dari pada sakit terus menerus jika aku bertahan dengan Mas Dikta. Karena sifat seseorang akan susah sekali untuk berubah."

********

Tak terasa malam menjelang, Talitha memutuskan untuk tidur di sofa yang ada di dalam kamar tersebut. Tentu saja hal ini membuat Dikta tidak suka. Ia menghampirinya," sayang, kenapa tidur di sofa nanti badanmu sakit loh! yuk pindah di ranjang saja!"

Tetapi Talitha menolak," nggak usah sok baik dan perhatian lagi padaku mas. Badan sakit gampang sembuhnya, tetapi jika hati yang sakit susah sembuhnya. Aku hanya ingin menunggu waktu saja, jika kamu tidak bisa berkata jujur pada keluarga kita, terpaksa aku yang mengatakan semuanya."

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel