Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Harumi gadis nakal

Harumi berjalan menurun dengan hati-hati. Hujan selalu membuat jalan lebih licin. Dia memperhatikan kabut-kabut yang menutupi jalan Kemudian perkebunan teh yang selalu di rawat ibunya.

Dengan hati-hati berjalan hingga tiba di rel kereta api. Dia berjalan ke selatan dan menyeberang. Memasuki Gang dan akhirnya tiba di rumah. Menutup payungnya dan meletakkan sepatunya. Buru-buru dia ke kamar mengambil selimut.

“Harumi... Kau sudah bertemu dengan tuan Masao?”

“Sudah.”

Suara Ibunya terdengar dari dapur sedang memasak.

“Tuan Masao memberikan kita tiga bungkus soup miso.”

“Tuan Masao benar-benar murah hati.”

“Dia lebih baik dari pada ayah kita.”

“Apa yang kau katakan?”

“Lupakan saja.”

Tidak lama terdengar suara ibunya memanggil untuk makan tapi Harumi tidak membalasnya. Dia sedang mandi. Ketika air panas menyiram tubuhnya, buru-buru ia menambahkan air dingin. Kemudian menyelimuti tubuhnya dengan sabun. Harumi memiliki tubuh yang indah dan langsing. Dia dianugerahi tubuh yang indah dan kulit yang putih.

Tidak lama dia menemui ibunya di dapur. Mereka makan dan tidak lama Harumi bertanya, “Ayah di mana?”

“Dia selalu kerja.”

“Selalu hingga larut malam dan Datang dengan mabuk-mabukan.”

Chiyo makan tanpa mempedulikan komentar Harumi. Tapi malam itu ayahnya tidak pulang.

“Ayah lari dengan selingkuhannya.”

“Harumi, jaga mulutmu.”

“Itu yang paling dekat sekarang. Ayah suka selingkuh dan mengabaikan kita. Jika dia pergi akan lebih baik. Beban di rumah ini akan berkurang.”

“Harumi, sudah ibu katakan kemarin, jaga mulutmu.”

Dan benar, ayahnya tidak pulang. Harumi tidak mempermasalahkannya, tapi ibunya sedih dengan kepergiannya. Dia masih menyukai pria pemabuk dan suka main wanita itu. Setiap hari dia selalu berharap dan berharap. Tapi, suaminya tidak kunjung datang.

Sepuluh hari, akhirnya suaminya benar-benar pergi.

“Ayah sudah pergi, ibu jangan pernah memikirkannya lagi. Ayah tak pernah memikirkan kita juga.”

“Kau mungkin benar.” Chiyo sarapan dengan muka pucat karena sedih. Harumi tidak menyukainya dan bertanya,

“Ibu akan pergi ke rumah tuan Masao?”

“Nyonya Aiko sedang tanpa pengawasan.”

“Biarkan aku saja. Hari ini hari Minggu. Ibu urus saja perkebunan teh dan membuat kue.”

“Kau tidak ada tugas?”

“Aku sudah menyelesaikannya kemarin.”

Ibunya mengizinkannya.

Setelah bersiap-siap, Harumi akhirnya pergi dari rumah. Dia menyapa petani teh dengan riang dan berjalan dengan suka riang juga. Pada akhirnya dia tiba di rumah Masao yang penuh bunga-bunga.

“Tuan Masao sangat mencintai istrinya.”

Dia melangkah dan melihat Aiko sedang duduk di halaman rumah sembari menjemur dirinya.

Ketika Aiko mendengar suara langkah kakinya, dia hanya menatap dan mengingat-ingat suara langkah ini. Suara yang jarang sekali didengarnya. Itu bukan chiyo, jelas sekali.

“Nyonya Aiko, aku datang.”

Harumi. Aiko mengangguk. Dia tentu saja kesal dengan kedatangan gadis ini, tapi berusaha tidak menunjukkan kebenciannya.

“Di mana ibumu?”

“Ibu sedang pergi ke kebun teh. Saya yang menggantikannya hari ini dan lagi pula saya tidak ada kerjaan.”

“Kau anak berbakti.”

“Sesekali.”

“Kau bisa membuat soup miso?”

“Tentu saja.”

“Buatkan aku.”

Harumi berbalik pergi.

Aiko memperhatikan suara langkah kakinya dan menunggunya dengan tenang. Tidak lama Harumi membawa baki dengan soup miso. Di dalam soup itu ada potongan-potongan bawang.

“Nyonya, apa aku yang akan menyuapi anda?”

“Jika kau berkenan, tentu saja boleh.”

Harumi mengaduk soup lalu menyendoknya. Kemudian menyuapi Aiko dengan pelan dan lembut. Dia melakukannya dengan lembut dan perhatian. Aiko merasakan ketulusannya dan bagaimana genit gadis ini menghilang dalam pikirannya. Sebenarnya, Harumi bukan gadis yang genit seperti itu. Ada suatu peristiwa yang membuatnya seperti itu.

Harumi memperhatikan bibir Aiko dan dia takut soup-nya tidak di terima olehnya. Kemudian dia memperhatikan gerakan mata Aiko yang kosong. Dia tidak tahu bagaimana orang buta itu dan penasaran. Dia merasa kasihan dengannya. Pastinya Aiko mengalami hari-harinya dengan buruk, sampai-sampai harus pergi ke tempat terpencil seperti ini.

Dari ibunya, dia tahu Tuan Masao berasal dari kota dan tinggal di desa setelah pensiun.

“Soupnya lebih kuat. Tidak apa-apa, lain kali jangan terlalu banyak.”

“Baik.”

Harumi menyuapinya lagi. Dia melakukannya beberapa kali hingga soupnya habis. Kemudian ada pikiran jahat yang muncul.

“Nyonya, aku menyukai tuan Masao.”

Aiko mengubah sedikit wajahnya. Inilah kenakalan Harumi.

Dia lalu berjalan dan berdiri di belakang Aiko.

“Aku tuanmu hari ini, jangan mengganggu hari ini.”

“Nyonya masih cemburu pada usia tua seperti ini?” Harumi tertawa kemudian berbicara terlalu dekat, “Kemarin, apa tuan Masao mengatakan sesuatu kepada anda?”

Aiko semakin marah. Dia memegang erat tangannya.

Melihatnya, Harumi senang. “Tuan menciumku...”

Plak!

“Lancang! Kau benar-benar lancang!!”

Aiko memukul pegangan kursi dan bernafas cepat. Dia benar-benar marah saat ini.

“Aku mengatakan yang sebenarnya.”

“Pergi! Aku ingin kau pergi!!”

Dua hari selanjutnya, Masao pulang. Dia mendapati Aiko tidak baik-baik saja. Dia sedang duduk di taman belakang dengan wajah pucat.

Masao penasaran apa yang terjadi kepadanya.

“Masao, kau berciuman dengan Harumi?”

Jelas sekali Aiko menyadari langkahnya.

“Itu benar.”

Aiko terkejut. “Kau akan pergi meninggalkanku?” air matanya mulai jatuh. “Jangan pergi, aku akan sendirian! Kau tega sekali denganku. Pertama, Osamu, kemudian Akako lalu kau! Jika kalian semua pergi seharusnya aku tidak bertemu dengan kalian saja!”

Masao tenang dan mendekat. “Dia yang melakukannya, bukan aku. Kau tahu, Harumi gadis nakal. Aku tidak menyukainya dan mengapa aku harus meninggalkanmu?”

“Kau tidak boleh bertemu dengannya lagi!”

Masao menerimanya. Tapi Aiko semakin hari semakin gelisah. Dia benar-benar takut kehilangan Masao dan selalu memanggilnya setiap saat tidak bersamanya. Gadis bernama Harumi menghantuinya. Dia ingin melenyapkannya, bagaimana pun terjadi.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel