Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Rencana Yang Rapi

"Jangan terburu-buru! Kau harus menuruti perkataanku dan kita tak boleh gegabah!" tegas Ray lalu menepuk bahu Maya dengan lembut.

"Apa maksudmu?"

"Kau kembali ke kampus saja dan biarkan aku dan orang-orang kepercayaan ayahmu yang mengerjakan sisanya,"

"Tapi!" potong Maya tak mengerti.

"Kau ikuti kata-kataku!" lanjut Ray kali ini dengan nada bicara yang lebih tinggi dan raut wajah yang sangat serius.

"Oh! Ok! Tapi aku sudah terlambat!"

"Tak masalah, aku akan membawamu kembali ke kampus dan kau lanjutkan hidupmu seolah kita tak pernah mengalami hal buruk apapun kemarin!"

Meski tak setuju dengan perkataan Ray, anak Tuan Winata ini akhirnya menangguk dan berjalan dengan kepala tertunduk kembali ke dalam kamar untuk bersiap.

Dia tak membawa baju ganti sehingga hanya bisa mandi dan kembali mengenakan baju yang sama.

Selama Maya bersiap, Ray sibuk di dapur tempatnya biasa menyiapkan sarapan untuk tuan besarnya. Tangannya yang cekatan segera menyajikan sepiring roti bakar dengan olesan mentega tebal dengan taburan gula untuk perasa sarapan Maya.

Setelah siap, Maya mulai mengayunkan langkahnya mendekati Ray yang sedang sibuk menghadap ke meja makan bundar yang bertaplak meja kotak-kotak merah.

"Kau sudah siap?" tanya Ray dengan lembut.

"Iya!" tegas Maya sambil menarik kursi kayu bercat coklat lalu duduk menghadap ke supir muda itu.

"Bagus!" Ray melempar senyumnya lalu menyodorkan piring roti yang sudah siap disantap Maya. "Habiskan ini dan kita kembali ke kampus!"

"Apa aku harus mengenakan baju ini lagi?" ujar Maya dengan wajah yang lesu. "Aku tak pernah datang ke kampus dengan baju yang sama dikeesokan harinya."

"Tak masalah, hanya sebentar! Hanya agar saudara kembarmu tau kalau kau sudah bisa menerima kenyataan pahit kemarin!"

Maya tak menjawab, dia hanya mengangguk lalu sedekit kemudian meraih roti di atas piring yang sudah disiapkan Ray kemudian mulai melahapnya.

Ray tak mengatakan apa-apa sampai Maya menghabiskan sarapannya dan saat semua sudah berpindah ke perut Maya barulah Ray berdiri dan mengambil jaket hitam yang tergantung dibelakang pintu rumah.

"Aku sudah siap!" ujar Maya yang paham Ray tak mau berlama-lama berdua dengannya di rumah kosong berlantai dua ini.

"Iya! Ayo!" Ray membuka pintu rumah dan menunggu hingga langkah kaki Maya tiba di depannya. "Mobil sudah aku siapkan dan kita tinggal pergi!"

Maya kembali menangguk lalu melangkah masuk ke dalam mobil yang nampaknya sudah selesai dibersihkan supir muda ini. Dia lalu mengendus aroma jok mobil yang tak asing baginya.

"Kau suka aroma jok itu?" tanya Ray sesaat setelah mesin mobil dia nyalakan.

"Iya, entah kenapa aku selalu teringat pada Ayah setiap menghirup aroma ini,"

"Hehehehe! Berarti aku tak salah menyemprotkan parfum di jok tempatmu duduk, ya?"

Maya melebarkan senyumannya lalu duduk bersandar di jok.

Ray kemudian menginjak pedal gas lalu melaju lambat menyusuri jalanan Kota Batu yang siang itu masih sepi.

Mobil lalu melaju hingga tiba di sebuah kampus mewah tempat Maya berkuliah. Sesekali Maya masih saja menatap spion melihat bajunya yang belum sempat dia ganti.

"Tak apa aku ke kampus pake baju ini lagi," bisik Maya yang membuat Ray mulai kesal dibuatnya.

"Tak apa, kau tetap cantik kok!"

Ih!

Maya menatap mata Ray yang secepat kilat menoleh ke arahnya.

"Kau!"

"Hehehehe! Cepat turun!" tegas Ray sambil terkekeh.

"Iya!"

Maya lalu turun dengan kaki kanan lalu memutar badanya ke arah gerbang kampus yang sudah sepi karena perkuliahan sudah dimulai.

"Nanti aku jemput sambil menjelaskan rencana yang aku bilang! Bye!"

Ih!

Maya kembali menoleh ke belakang saat mobil yang dikemudikan Ray kali ini melaju dengan sangat cepat. "Apa sebenarnya rencananya?" bisik Maya sambil mengayunkan langkah memasuki halaman kampus.

Langkahnya terus mengayun hingga tiba di kantin kampus yang hari itu terlihat sangat ramai.

"Eh, kenapa ramai sekali? Bukannya kuliah sudah di mulai?" tanya Maya sambil melihat sekeliling.

"Maya, kau datang?" tanya Yuki, teman Maya yang menghampiri gadis cantik ini.

"Kenapa mereka semua ada di kantin?"

"Pak Bambang, dosen managemen operasional kena serangan jantung,"

"Eh! Kenapa bisa begitu? Bukannya dia baik-baik saja kemarin?"

"Entah, aku tak tau soal kenapanya. Sepertinya dia salah minum obat atau apa gitu katanya,"

"Ya, ampun!" Maya meraba dadanya sambil menghela nafas. "Kenapa bisa sama seperti ayahku?"

"Memangnya ayahmu kenapa?" Yuki mendorong lembut bahu temannya.

"Iya, kemarin ayahku kena serangan jantung dan hari ini kejadian ini berulang."

"Astaga! Aku turut prihatin karena kejadian yang menimpamu, Teman. Tapi soal ayahmu aku tau kenapanya,"

Maya melirik pada Yuki lalu menatapnya dengan sorot mata yang tajam. "Kau tau apa soal ayahku?"

Yuki awalnya ragu untuk mengatakan apa yang dia tau, tapi sesaat kemudian dia menangguk sambil berbisik di telinga temannya itu. "Aku dengar Miya hamil. Itu kan alasan ayahmu kena serangan jantung?"

Ih!

Mata Maya semakin tajam menatap Yuki. "Kau tau dari mana?"

"Itu rahasia umum sekarang. Kabarnya kekasih playboymu itu akan menikahinya secepatnya!"

"Aku jujur malah belum tau kalau ia akan menikahi adikku,"

"Tidak mungkin!" Yuki terkekeh lalu mendorong bahu Maya dengan lembut.

"Sungguh aku tak tau, Yuki. Ini bukan candaan!"

"Wah, gila sih kalau gitu. Orang adikmu saja sudah hamil hampir tiga bulan. Masa kau tak melihat keanehan yang terjadi di antara mereka selama ini,"

Maya mengangguk lagi dan kali ini dia benar-benar merasa bodoh karena kecuekannya pada saudara kembarnya sendiri.

"Jangan sedih!" Yuki menarik pipi temannya membuat garis senyumnya nampak jelas. "Pria itu memang tak baik untukmu. Kau ingatkan aku pernah bilang itu padamu!"

Maya tersenyum tapi kali ini bukan karena tarikan tangan temannya. "Iya, kau benar. Pria itu tak baik untukku. Kalau dia baik, dia tak mungkin meniduri adikku juga!"

"Nah, itu baru temanku. Teman yang galak tapi memang kadang kau terlalu keras kepala hingga aku tak bisa memberitahukan apapun padamu!"

"Hmmm! Aku memang keras kepala! Karena kejadian itu, aku jadi tau kalau sebenarnya tak ada cinta yang sejati di usia mudaku ini. Yang ada hanya kepalsuan dan aku benar-benar..."

Yuki tiba-tiba menutup mulut Maya dengan telapak tangannya membuat gadis muda ini terpaksa menghentikan perkataannya.

"Ada apa sih?" kesal Maya sambil menarik tangan temannya ini.

"Jangan keras-keras kalau membicarakan playboy tengik itu. Di sini banyak mata-mata!" bisik Yuki membuat kening Maya berkerut.

"Hah!"

"Wah! Kau tak tau apa kalau selama ini gerak-gerikmu diawasi banyak orang kepo yang idupnya kurang piknik!"

"Siapa?" tanya Maya sambil melirik sekeliling kantin.

"Itu!" tunjuk Yuki pada seorang pria yang sejak tadi berdiri di dekat tangga.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel