Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Apa Yang Mereka Lakukan

"Ih!" Ray cepat-cepat menoleh ke arah jalan dan mengendalikan lagi mobil dengan kecepatan yang stabil. "Jangan ke rumahku, kita pergi ke vila tuan yang lain saja!"

"Memangnya ada?" tanya Maya dengan polos.

"Tidak jauh dari sini. Ayo kita kesana saja. Jadi kalau Ibu Inaya tanya kau dimana, aku punya jawaban untuk itu!"

Maya menangguk perlahan lalu tersenyum simpul melihat Ray yang hanya bisa menghela nafas berkali-kali mencoba untuk tenang.

"Kenapa Nona tersenyum?"

"Aku menyesal terlalu cuek pada orang-orang disekelilingku termasuk kau. Jujur, di dalam hidupku setahun terakhir ini hanya ada Mike, Mike dan Mike. Padahal dia ternyata begitu menyakitiku!"

"Jangan begitu! Ada cerita dibalik semua ini dan kau tak salah sepenuhnya,"

"Apa yang kau tau soal mereka?"

"Sebenarnya, keluarga Araya memang jatuh cinta padamu. Kau bagi mereka adalah anak yang baik meski keras kepala!"

"Dari mana kau tau itu?" Maya menyipitkan matanya mencoba mencerna apa yang baru saja dikatakan supirnya.

"Iya, kau anak yang keras kepala. Itulah kenapa sasaran mereka berpindah ke Miya yang lebih mudah dikendalikan!"

Maya terkesima dengan pesona Ray yang begitu lembut meski nampaknya usia pria ini tak lebih tua darinya.

"Kenapa kau jadi menatapku seperti itu?"

"Ti--tidak! Aku hanya tak mengerti dengan perkataanmu soal..." Maya terdiam sesaat mencari alasan apa yang tepat untuk menggambarkan kekagumannya itu. "Soal Miya yang mudah dikendalikan," lanjutnya lalu menghela nafas lega.

"Iya, Miya itu terlalu polos. Dia mau saja disuruh kencan dengan Mike padahal dia tau pria itu adalah kekasihmu!"

"Kau tau soal itu?" tanya Maya kaget.

"Iya, tau. Aku tau semuanya dari ayahku. Mereka begitu membenci ayahku sampai membuat ayahku jatuh sakit demi rencana yang mereka buat!"

"Sial! Kemana saja aku sampai aku tak tau soal kejahatan mereka?!"

"Di rumah," jawab Ray polos.

"Bukan begitu, dodol. Maksudku aku itu ngapain aja sampai gak sadar diri!" kesal Maya yang memang kurang bisa bercanda.

"Hehehehe! Kan kamu tanya. Kamu bertanya-tanya. Mangkanya aku jawab."

"Ih! Gak lucu. Kamu ini! Aku lagi serius!"

"Jangan serius-serius, Nona. Nanti sarafmu jebol. Santai saja, Non. Santai saja. Ngopi dulu!" tambah Ray sambil menyanyikan lagu yang sedang viral di reels.

"Astaga! Kau masih saja bisa meledekku!"

"Bukan meledek! Itu sebuah hiburan untukmu!" tutur Ray mencoba meredam kemarahan gadis manis pemarah ini. "Kau terlalu serius menghadapi hidup. Lihat ayahmu. Dia sampai sakit karena terlalu serius. Jadi cobalah untuk santai!"

"Ngomong-ngomong soal santai, ini kita mau kemana?" ucap Maya saat mobil mulai memasuki sebuah perumahan dekat yang menjulang tinggi di sebuah jalan kecil.

"Itu vila ayahmu yang lain. Semoga saja tak ada orang yang kau benci di sana!" tutur Ray lalu memperlambat mobilnya sebelum bersiap untuk parkir.

"Aku tak tau kalau ayahku punya rumah di daerah ini!"

"Ini kan dekat Agro Wisata Petik Apel, tempat ayahmu berbisnis. Masa kau tak tau jika ayahmu punya vila di sini,"

"Kenapa kau lebih tau dari aku?" bisik Maya seakan menyesali ketidak perhatiannya pada harta milik ayahnya ini.

"Tak usah sedih. Tempat ini memang sangat rahasia. Kami yang bekerja di rumah juga kadang tak boleh memberitahu penghuni rumah lain."

"Iya, tapi kenapa?"

"Kadang Tuan menyembunyikan harta-hartanya karena tau jika semua ditunjukkan takutnya ada orang jahat yang mengorek-ngoreknya. Itu bahaya!"

Maya menangguk, meski ingin melanjutkan percakapan seru ini dengan sang supir, tapi Maya sungguh lelah dan ingin cepat-cepat membaringkan tubuhnya.

Gadis muda itu lalu melangkah menuju pintu sambil menoleh ke arah Ray memberi isyarat jika dia ingin pintu untuk dibuka segera.

"Tunggu!" teriak Ray lalu menuju pojok taman lalu meraih sepasang kunci yang sengaja diletakkan di sana. "Ini! Dapat!" Ray mengangkat tinggi kunci dan Maya kembali tersenyum manis.

Ray kemudian melangkah menuju pintu depan dan membukanya, kemudian melangkah masuk lebih dulu untuk menyalakan lampu ruang tamu sebelum Maya masuk.

"Tempat ini indah sekali," bisik Maya sambil memutar badannya melihat benda-benda antik yang tersimpan rapi di villa dua lantai yang baru kali ini dia datangi.

"Iya, semua dirawat khusus. Semua bernilai mahal. Sengaja disembunyikan setelah beberapa benda hilang dari tempat penyimpanan!" tegas Ray lalu menghela nafasnya lega karena akhirnya dia berani membawa nona muda ini ke tempat yang dirahasiakan tuannya.

"Iya, aku akan masuk. Katakan pada Inaya kalau aku di sini dan tak akan pulang hingga besok!"

"Eh! Jangan!" potong Ray dengan cepat. "Kau kan tau tempat ini rahasia. Jadi aku tak mungkin mengatakan padanya dimana kita sekarang berada!"

"Lalu kau akan bilang aku dimana?"

"Ku bilang saja kau di hotel dekat sini,"

"Terserah!" ujar Maya lalu melangkah menuju sebuah kamar yang pintunya tidak tertutup rapat.

Dia lalu masuk sambil terus memperhatikan sekeliling. "Ternyata ayahku tak seterpuruk yang dikatakan orang-orang," bisik Maya lega lalu membaringkan tubuhnya yang lelah di kasur empuk di dalam kamar mewah berukuran 5x5 meter itu.

Melihat Maya menutup pintu, Ray segera berkabar pada Inaya, ibu tiri Maya. Dia tau wanita ketus itu harus tau dimana keberadaan Maya, atau kalau tidak Ray akan kena damprat.

Setelah pesan dikirim, Ray segera menuju sofa coklat di ruang tengah lalu membaringkan tubuhnya yang lelah. Matanya perlahan terasa berat dan tak lama kemudian dia pun tertidur pulas.

***

Keesokan Harinya.

"Mmm!" Maya membuka matanya saat cahaya matahari pagi mulai menyelinap masuk ke menembus tirai putih ruangan luas itu.

Perlahan dia menggerakkan tubuhnya lalu duduk di samping tempat tidur sembari meraih ponsel yang diletakkan di meja samping tempat tidur.

"Sudah siang," bisiknya yang ingat jika hari ini dia seharusnya ada di kampus untuk melanjutkan kuliahnya. "Sudahlah, lupakan! Aku masih butuh untuk menenangkan diri,"

Maya kembali membaringkan tubuhnya dan memejamkan mata yang kemarin lelah menangis. Dia tau dia butuh waktu untuk meluapkan semua isi hatinya meski dia tau itu sungguh bukan kebiasaannya.

"Non!" panggil Ray sambil beberapa kali mengetuk pintu kamarnya.

"Iya!" jawab Maya malas tanpa bergerak sedikitpun dari tempat tidurnya.

"Keluarlah, aku mau bicara!"

"Bicara saja, aku malas bergerak!"

"Non, ini soal tuan besar! Dia kembali mengalami serangan jantung. Ini aku baru dapat kabar dari dokter yang merawatnya!"

"Hah! Koma?" bisik Maya yang jelas-jelas kemarin masih berbincang dengan sang ayah dengan sangat baik.

Maya bergeras berdiri dengan kaki yang masih bergetar, dia lalu membuka pintu dan menatap Ray dengan mata yang kembali basa oleh air mata. "Apa mungkin ini semua...?"

"Benar! Ini pasti karena ibu tirimu!"

"Kita harus membawa ayahku jauh darinya,"

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel