Bab 6 Indah Mempermalukan Sulis
"Oh … baiklah gak apa-apa, udah malam masuk istirahat," pungkas Indah.
Indah masuk, kemudian tidur. Tidak lama Umar ikut masuk.
Adzan subuh berkumandang, Indah bangun kemudian melaksanakan kewajiban shalat dua rakaat. Baru selesai shalat dan melepas mukenanya tiba-tiba ada yang mengetuk pintu.
Indah memegang handle pintu, ceklek! Ternyata Andi datang dengan satu orang temannya. Buat teman dijalan biar gak ngantuk katanya.
Indah menyuruh Andi dan temannya masuk, kemudian Indah membuatkan kopi.
Setelah ngobrol cukup lama dengan Andi, Indah kemudian membangunkan Rahman, dan menyuruh mandi bersiap-siap sendiri. Karena Indah mau pergi ke warung membeli sarapan, sebelum melakukan perjalan jauh.
Setelah semua sudah selesai sarapan, Andi memasukkan semua barang-barang ke dalam mobil. Indah mengecek ke dalam kontrakan dan memastikan tidak ada barang yang tertinggal, kemudian menitipkan kunci kontrakan pada satpam.
Umar bersalaman dan pamit pulang ke kontrakannya, karena pagi ini dia langsung berangkat kerja.
"Bismillahirrahmanirrahim, semoga selamat sampai tujuan, tidak ada halangan suatu apa pun," ucap Indah.
"Aamiin … " semua yang berada di mobil menyahut.
Mungkin karena masih pagi jalanan tampak lengang. Setelah melakukan perjalanan selama 12 jam akhirnya sampai juga di halaman rumah Rahman.
Andi memarkirkan mobil di halaman rumah Rahman. Di dalam rumah sudah ramai, saudara, tetangga menyambut kedatangan Rahman dan Indah.
Banyak orang yang menangis melihat kedatangan mereka, kemudian memeluk Indah.
Kali ini orang-orang bukan menangisi Rahman, tetapi menangisi Indah. Karena orang-orang sudah mendengar cerita kejadian penggerebekan itu.
Terdengar orang-orang berbisik mengatai Rahman tidak tau diri, mau-mau nya Indah merawat Rahman, untung gak ditinggal pulang. Kalau ditinggal pulang siapa yang mau ngurusin.
Indah hanya diam, tidak berbicara sedikitpun. Indah berusaha membendung agar air matanya tidak keluar.
Karena sudah larut malam orang-orang pulang, Indah dan Rahman ke kamar istirahat. Tetapi mata Indah tidak bisa terpejam juga, kemudian Indah mengambil air wudhu dan shalat tahajud. Setelah shalat tahajud dan berdzikir mata Indah mulai ngantuk, kemudian tidur.
Terdengar suara adzan subuh, Indah bangun kemudian menuju ke masjid yang jaraknya hanya beberapa meter. Jamaah di masjid kali ini hanya sedikit, tidak seperti biasanya, mungkin karena udara pagi ini terasa dingin sekali, lebih enak menarik selimut lagi.
Setelah selesai shalat orang-orang membubarkan diri, banyak orang yang mendekati Indah untuk mencari info tentang kejadian penggerebekan di Jakarta kemarin, tetapi Indah tetap saja diam, tidak mau menjawab, kemudian pamit untuk pulang kerumah.
Sesampainya di rumah Indah menyapu halaman, kemudian memasak di dapur untuk menyiapkan sarapan dan merebus air untuk mandi Rahman.
Air sudah mendidih, Indah menyiapkan handuk dan air panas di ember untuk mandi Rahman, kemudian Indah ke kamar membangunkan Rahman. Rahman bangun menuju ke kamar mandi.
Belum selesai memasak gas elpiji habis, terpaksa Indah pergi ke toko membeli gas elpiji. Ketika Indah hendak pulang ke rumah Sulis lewat mengendarai motor menuju kantor tempat kerjanya, di dekat rumah Rahman.
Sulis memarkirkan motor di halaman kantor, Indah datang dengan wajah geram dan langsung menjambak rambut Sulis dan menampar sambil mengatai Sulis.
Suasana menjadi gaduh, rekan kerjanya keluar dari ruangan menyaksikan pertengkaran mereka, tetapi tidak ada yang berani melerai.
Karena Sulis merasa terpojok, dan tidak bisa melakukan perlawanan dia pun lari masuk ke dalam kantor.
Indah sudah puas mempermalukan Sulis, kemudian pulang ke rumah dan menyelesaikan masaknya yang tertunda.
Masak sudah selesai, Indah menyiapkan sarapan dan obat Rahman di meja makan.
Tok! Tok! Tok!
Terdengar pintu diketuk, Indah membukakan pintu, ternyata yang datang rekan kerja Rahman. Karena Rahman datang kemarin sore, hari ini rekan kerjanya baru menjenguk.
Indah mempersilahkan masuk, kemudian membuatkan minum tamunya.
Selesai membuat minum dan menyiapkan camilan, Indah menyuguhkan ke tamunya, dan mempersilahkan makan cemilan dan minum teh hangat yang baru dibuatnya.
Rekan kerjanya berbincang bersama Rahman, bertanya tentang tindakan operasi pemasangan Ring Jantung, Rahman menjawab seperlunya.
Setelah selesai berbincang rekan kerja Rahman pamit kembali ke kantor. Rahman beristirahat tidur kembali karena memang hari ini banyak tamu yang datang, Rahman capek menyambut tamunya.
Ting!
Ponsel Rahman menyala, notifikasi pesan masuk dari aplikasi berwarna hijau.
Indah mengambil dan membaca pesan yang baru masuk. Mata Indah terbelalak, ternyata pesan itu dari Sulis.
[Mas, ternyata Kamu sudah pulang, kok gak ngasih kabar. Tau gak tadi Istrimu melabrak Aku lagi di kantor, banyak rekan kerjaku yang melihat, mempermalukan Aku]
Oh … ternyata belum kapok juga Sulis ini, masih tetap aja mengganggu Suamiku. Lihat saja akan Aku laporkan ke Kantor Dinas biar di pecat. Batin Indah.
Indah langsung menghapus pesan Sulis, agar nanti kalau sudah bangun Rahman tidak tahu kalau tadi Sulis mengirim pesan padanya.
Indah masih merawat Rahman sampai masa pemulihan pasca operasi, setelah Rahman sehat dan mulai beraktifitas kembali, Indah berencana kembali ke rumah orang tuanya.
Pagi itu, Rahman sudah mulai kerja lagi. Indah sudah menyiapkan sarapan dan baju seragam yang dipakai hari itu.
"Dek, Aku berangkat kerja," ucap Rahman.
"Iya, hati-hati, Mas. Kerjanya jangan berat-berat dulu, karena Kamu masih masa pemulihan, tenagamu sudah gak seperti dulu lagi," jawab Indah.
"Baik, Dek. Aku cuma absen aja, belum mulai kerja seperti biasa," imbuh Rahman.
Jam 3 sore Rahman sudah kembali ke rumah. Indah merebus air untuk membuatkan teh dan untuk mandi Rahman.
"Mas, ini tehnya, diminum mumpung masih panas, karena cuaca sore itu memang sangat dingin." Indah meletakkan teh di atas meja.
Air sudah mendidih, Indah menuang ke dalam ember, kemudian mengambil handuk untuk Rahman.
"Mas, air buat mandi udah aku siapin, Kamu mandi dulu, ini bawa handuknya," ucap Indah.
"Iya." Rahman mengambil handuk yang di pegang Indah kemudian menuju ke kamar mandi.
Selesai mandi Rahman kembali mengambil teh yang sudah ditinggalkan tadi, kemudian menyeruputnya.
Indah ngobrol dengan Rahman, di tengah obrolannya, Indah mengutarakan niatnya untuk kembali ke rumah orang tuanya.
"Mas, sekarang Kamu sudah sembuh, Aku mau balik ke rumah orang tuaku," lirih Indah.
"Kenapa, Kamu pengen kembali ke rumah orang tuamu, Dek? Kamu udah gak mau merawat Aku lagi?" ucap Rahman.
"Bukannya Aku udah gak mau ngurusin Kamu lagi, Mas. Aku masih sakit hati dengan perlakuanmu sama Aku. Aku kurang apa selama ini sama Kamu? Kamu sakit Aku yang ngurusin, tapi apa balasanmu ke Aku? Dalam keadaan lemah, mau operasi pun Kamu masih sempat-sempatnya melakukan perbuatan keji itu," terang Indah.
"Ta—tapi, Dek?"
"Gak ada tapi-tapian," ucap Indah.
