Bab 3 Penyakit Rahman
"Berita buruk? Sebenarnya apa yang terjadi, Dok? Suami, saya kenapa?" Sulis antusias menatap Dokter.
"Begini, Bu. Jadi … Suami Ibu terserang penyakit jantung, dan harus melakukan pemasangan ring di jantungnya, setelah pemasangan Ring pun harus minum obat pengencer darah seumur hidup." Dokter menjelaskan dengan sangat detail.
"Hah … separah itu ya, Dok? Padahal selama ini Suami, Saya gak pernah mengeluh sakit," ujar Indah.
Indah sangat kaget mendengar penjelasan dokter, karena selama ini Rahman terlihat sehat saja, tidak pernah mengeluh kesakitan.
"Bagaimana, Bu, apakah ,Ibu setuju jika Suami ibu dilakukan pemasangan Ring Jantung? Kalau, Ibu setuju nanti dibuatkan surat rujukan, karena tindakan pemasangan Ring Jantung dilakukan di salah satu rumah sakit di Jakarta," tanya Dokter.
Tanpa berpikir lama, Indah langsung menyetujui, dan menandatangani surat rujukan.
"Baik, Dok saya setuju. Semakin cepat dilakukan pemasangan Ring lebih baik," jawab Indah.
Selesai konsultasi dengan Dokter, kemudian Indah pulang ke rumah Rahman. Sampai di rumah Indah mengemas pakaian dan barang-barang yang akan di bawa ke Jakarta.
"Sial, mau cerai sama Mas Rahman, tapi kenapa malah kacau seperti ini? Mana tega aku minta cerai saat Mas Rahman sakit seperti ini. Aku harus sabar dulu, akan kurawat Mas Rahman dulu siapa tau setelah ini Mas Rahman berubah," gumam Indah.
Indah menyuruh Andi pinjam ambulance milik desa untuk di bawa ke Jakarta mengantar Rahman.
Setelah lama menunggu Andi tiba di rumah Rahman membawa ambulance. Indah memilih membawa ambulance takut Rahman kambuh sewaktu-waktu bisa ke rumah sakit terdekat.
Jalanan tampak lengang, tak ada hambatan yang berarti selama di perjalanan menuju Jakarta.
Andi memarkirkan ambulance di halaman rumah sakit. Perawat datang membawa brankar, mendorong Rahman menuju ruang UGD. Setelah selesai melakukan pemeriksaan Indah dan Rahman menuju ke belakang rumah sakit untuk mencari kontrakan.
Setelah mendapat kontrakan, Andi mengambil barang-barang yang di mobil dan di bawa ke kontrakan yang akan disewa Indah selama beberapa ke depan.
Dua hari Andi menemani Indah di Jakarta sambil istirahat dulu, karena Andi capek menyetir mobil sendirian.
"Kak, Aku pulang dulu, Kakak baik-baik ya disini. Maaf Aku gak bisa lama menemani Kakak, Aku harus kerja," pamit Andi.
"Iya, Kamu hati-hati dijalan, kalau sudah sampai rumah kabarin Kakak, ya." pesan Indah.
Notifikasi pesan masuk dari aplikasi berwarna hijau di ponsel Rahman berbunyi. Rahman bergegas meraihnya di atas nakas.
"Pesan dari siapa, Mas?" tanya Indah.
"Dari rekan kerja." Tangan Rahman meletakkan ponselnya kembali di atas nakas.
Indah menyunggingkan bibirnya, Dia tidak mudah percaya begitu saja. Saat Rahman ke kamar mandi ponsel itu menyala kembali, ternyata ada pesan masuk lagi.
[Mas, Kamu berobat ke Jakarta kok gak ngabarin Aku. Aku khawatir, besok Aku mau nyusul Kamu ke Jakarta]
Mata Indah terbelalak, dadanya bergemuruh membaca pesan dari notifikasi popup yang baru saja dikirim Sulis.
Suara handle pintu dibuka, buru-buru Indah meletakkan ponsel milik Rahman.
Indah memasang muka datar, berpura-pura seakan tidak mengetahui kalau ada pesan masuk.
Rahman mengacak rambut dan mengernyitkan dahinya, setelah membaca pesan dari aplikasi berwarna hijau.
"Makan dulu, Mas! Setelah itu minum obat dan tidur. Besok pagi Kita ke rumah sakit lagi ada jadwal konsultasi sama Dokter." terang Indah.
Selesai makan, minum obat, Rahman tidur. Indah menggoyang-goyang tubuh Rahman, setelah memastikan Rahman sudah tertidur pulas Indah mengambil ponselnya yang tersimpan di dalam tas.
Indah menelpon Maria, adik kandung Rahman.
"Maria, Aku mau memberitahu sesuatu, tapi jangan sampai ada orang lain yang tahu, selain Suamimu." Indah berkata lirih, takut kalau suaminya terganggu dan bangun. Bisa-bisa rencananya gagal.
"Iya, Kak. Katakan saja, Aku lagi di kamar sama suamiku saja, gak akan ada orang lain yang mendengar," jawab Maria.
"Tadi Sulis mengirim pesan ke Mas Rahman, katanya mau nyusul ke Jakarta, coba kamu cari info benar gak Dia mau nyusul kesini!" perintah Indah.
"Baiklah, Kak. Besok aku selidiki Dia, hasilnya Aku kabari besok ya, Kak. Udah malam Kakak istirahat aja, jangan terlalu berat memikirkan masalah ini, kasihan Kakak disitu gak ada temannya, jangan stress ya, Kak," pesan Maria.
Maria menyelidiki Sulis, Maria datang ke kantor menemui atasan Sulis, kemudian bertanya kepada atasannya, apakah Sulis izin tidak masuk untuk beberapa hari ke depan.
Ternyata benar Sulis sudah meminta izin tidak masuk beberapa hari, dengan alasan ada kepentingan keluarga di luar kota.
Maria merogoh ponselnya di dalam tas mencari kontak Indah, kemudian mengirim pesan melalui aplikasi berwarna hijau, kalau telpon takut ketahuan Rahman.
[Kak, ternyata benar. Sulis sudah minta izin sama atasannya, dia ada kepentingan keluarga untuk beberapa hari ke depan tidak masuk]
[Kakak hati-hati, selalu awasi gerak-gerik Mas Rahman, jangan biarkan Dia keluar kontrakan sendirian. Sulis hari ini udah berangkat ke Jakarta]
Indah hampir pingsan membaca pesan dari Maria, Indah gak menyangka Sulis senekat itu mau menyusul Rahman. Jelas-jelas Rahman sudah sama istrinya.
"Mas, bangun, mandi, Kita siap-siap ke rumah sakit! Tangan Indah menggoyang-goyang tubuh Rahman biar bangun.
"Dok, bagaimana hasil pemeriksaan hari ini? Kapan dilakukan pemasangan Ringnya?" tanya Indah.
"Hasilnya, kondisi Rahman baik, Bu, jadi lusa bisa dilakukan pemasangan Ringnya, Rahman istirahat yang cukup, jangan banyak melakukan aktifitas," pesan Dokter.
Keluar dari ruang Dokter, mereka berjalan sambil mengobrol.
"Dek, kok aku takut ya?" kata Rahman.
"Takut kenapa, Mas?" jawab Indah.
"Ya takut mau operasi pemasangan Ring jantung, takut kalau gagal, kan aku bisa mati, Dek." terang Rahman.
"Takut mati karena dosamu masih banyak, tapi belum taubat ya, Mas?" ledek Indah.
"Kok ngomongnya gitu, Dek. Suaminya takut bukannya mensupport, ini malah menakut-nakuti" ucap Rahman.
"Lagian Kamu itu, Mas, masih takut dosa, tapi masih aja berani berbuat dosa. Jadi gimana Kamu ragu mau pasang Ring? Kalau ragu gak usah dipasang, kita pulang aja." ledek Indah.
"Gak gitu, Dek. Aku takut karena belum siap mati aja. Aku gak ragu, Dek. Aku siap pasang Ring," ucap Rahman.
"Makanya kalau takut mati jangan sok-sokan selingkuh segala, kamu tahu gak selingkuh itu dosa besar, emang Kamu gak takut kena azab?" hardik Indah.
Rahman terdiam, tidak menjawab sepatah kata pun.
Sesampainya di kontrakan Indah merasa gerah, kemudian mandi. Memang cuaca hari ini sangat terik.
"Mas, mau makan sekarang apa nanti, biar aku siapin?" tanya Indah.
"Sekarang aja, Dek sekalian minum obatnya. Kepalaku pusing biar aku langsung tidur." jawab Rahman.
Selesai makan Rahman merebahkan diri di kasur, memainkan ponselnya sampai tertidur. Tak berselang lama notifikasi di aplikasi berwarna hijau di ponsel Rahman berbunyi.
Indah meraih ponsel Rahman. Mata Indah terbelalak melihat popup pesan tersebut.
