Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 2 Rahman Jatuh Tak Sadarkan Diri

"Siapa yang telpon, Bu? Kok gak diangkat?" tanya Andi yang sedari tadi duduk di samping Ibunya.

"Rahman yang telpon, Le. Gimana, Le? Diangkat gak ini?" jawab Bu Narti bingung.

"Coba diangkat saja, Bu. Takutnya penting," suruh Andi.

"Halo, ada apa, Man?" jawab Bu Narti.

"Indah di rumah Ibu? Barusan pulang kerja aku cari kok gak ada, Bu." ujar Rahman.

"Memangnya tadi Indah pergi gak pamit sama Kamu, Man? Kamu suaminya kok sampai gak tau," cecar Bu Narti.

"Gak pamit, Bu. Makanya Aku bingung mencari Dia, Bu," jawab Rahman.

"Iya, Indah ada di sini, Man. Sebenarnya ada masalah apa, Man? Sampai istrimu pulang ke rumah Ibu sendirian, tanpa Kamu dan membawa semua barangnya? Kalau ada masalah cepat selesaikan," ujar Bu Narti.

"Baik, Bu, kalau begitu Aku akan ke rumah Ibu menyusul Indah," jawab Rahman.

Bu Narti melangkahkan kaki ke kamar Indah. Ternyata Dia masih tidur, Bu Narti duduk di tepi ranjang mengelus kepala anak perempuan satu-satunya itu perlahan.

"Nduk, bangun udah sore buruan mandi!" Bu Narti menggoyang-goyangkan tubuh Indah.

Dengan berat Indah membuka matanya yang merah, akibat terlalu lama menangis. Kemudian menuju ke kamar mandi membersihkan dirinya.

"Assalamu'alaikum …." Rahman mengetuk pintu dan mengucap salam.

Bu Narti membuka handle pintu. Ternyata yang datang Rahman, kemudian mempersilahkan Rahman masuk.

"Masuk, Man. Duduk di ruang tengah aja biar lebih santai ngobrolnya!" perintah Bu Narti.

"Iya, Bu." Rahman mengangguk, dan berjalan menuju ruang tengah.

"Ibu panggil Indah dulu, Man." Bu Narti melangkahkan kaki menuju kamar Indah.

Masih terdengar suara gemericik dari kamar mandi, Indah belum selesai mandi. Bu Narti menyuruh Indah segera menyelesaikan mandinya.

Selesai mandi dan berganti baju Indah keluar kamar menuju ke ruang tengah. Andi, Rahman dan Bu Narti sudah berkumpul di ruang tengah. 

"Sebenarnya apa yang terjadi, ada masalah apa? Gak biasanya Indah pulang ke sini sendirian. Ibu mau kalian jujur, gak ada yang ditutupi sedikit pun!" Bu Narti memulai pembicaraan.

"Aku salah, Bu. Aku yang membuat Indah murka seperti ini. Aku khilaf, Aku janji gak akan mengulanginya lagi," jawab Rahman.

"Memangnya Kamu melakukan apa, Man? Kalo cerita yang jelas, jangan sepotong-potong biar gak ada kesalah pahaman," ucap Ibu.

"Rahman selingkuh, Bu. Semalam Indah memergokiku," jawab Rahman tergagap.

"Astaghfirullahaladzim … jadi Kamu selingkuh, Man? Pantesan Indah semarah itu." Bu Narti mengelus dada.

"Benar itu, Nduk? Yang dikatakan Rahman?" tanya Bu Narti.

Indah hanya menjawab dengan anggukan kepalanya.

"Sekarang mau Kamu apa, Nduk?" tanya Bu Narti.

"Aku mau cerai sama Mas Rahman, Bu," jawab Indah.

"Aku gak mau cerai. Apa kata orang nanti kalau kita sampai bercerai, Aku mohon beri kesempatan untuk memperbaiki diri!" sela Rahman.

"Kesalahanmu kali ini memang benar-benar fatal, Man. Kalau masih bisa diperbaiki silahkan diperbaiki, itu pun kalau Indah mau," jawab Bu Narti. 

"Ayolah, Dek! Kita perbaiki lagi hubungan kita, Aku janji gak akan mengulangi lagi, kita pulang ya, Dek!," bujuk Rahman.

"Aku gak mau pulang. Aku mau nenangin diri dulu disini, Aku juga butuh waktu berpikir, entah nanti aku masih bisa memaafkanmu atau tidak. Kamu pulang sendiri aja." ucap Indah.

"Ya sudah,  kalo masih mau nenangin diri disini, nanti Aku jemput lagi. Aku pulang dulu,," pamit Rahman.

"Hati-hati di jalan, sudah malam jangan ngebut, Man!" pesan Bu Narti.

Jalanan tampak lengang, Rahman tak bertemu satu pun pengendara lain selama menuju rumah, mungkin karena baru saja diguyur hujan jadi orang lebih memilih dibalik selimut atau bercengkrama dengan keluarga.

Rahman masuk ke kamar, hingga tengah malam pun mata tak terpejam. Rahman meratapi kesalahannya. Bisa-bisanya Dia tergoda Sulis, jelas-jelas istrinya sendiri lebih cantik.

Ting!

Notifikasi pesan masuk dari aplikasi hijau di ponsel milik Rahman. Rahman meraih ponselnya dan membuka pesan.

[Malam, Mas. Udah tidur belum? Tau gak Aku tadi pagi dihajar istrimu, Dia juga mengancamku, mau melaporkan ke kantor Dinas.]

Ternyata Sulis yang mengirim pesan.

Rahman mengernyitkan dahinya.

Masalah satu belum selesai, sudah datang masalah lagi. Rahman takut kalau Indah tidak main-main sama ancamannya, Indah orangnya nekat, kalau sampai Dia melapor ke kantor bukan hanya Sulis yang dipecat, bahkan Rahman pasti dipecat juga.

Pesan dari Sulis tidak dibalas, hanya dibaca saja oleh Rahman. Karena kalau dibalas pasti panjang urusannya. 

Tring! Tring!

Suara alarm berbunyi. Rahman segera meraih benda pipihnya kemudian mematikan alarm. Jam menunjukkan pukul 05.00, Rahman bergegas bangun menuku kamar mandi. Setelah memakai seragam Rahman membuat kopi, Dia menikmati kopi di beranda rumah sesekali menyesap rokoknya.

Notifikasi pesan masuk dari aplikasi hijau di ponsel milik Rahman berbunyi.

[Kok pesanku semalam gak di balas, Mas? Ada istri gak, biar Aku telepon saja.]

[Gak ada] balas Rahman.

Notifikasi telepon masuk, Rahman berbunyi, kemudian Dia menggeser gambar gagang telepon warna hijau di layar ponselnya.

"Halo, Mas. Gimana ini, Aku takut ancaman istrimu kemarin, hari ini Aku pun izin gak masuk mengajar, Mas. Aku khawatir kalau istrimu nekat dan melabrakku ke sekolah," ujar Sulis.

"Kamu gak usah khawatir, masuk saja Kamu mengajar, Indah gak di sini, Dia pulang ke rumah Ibunya," ujar Rahman.

Benda yang melingkar di tangannya sudah menunjukkan pukul 06.50, Rahman bergegas berangkat ke kantor tempatnya bekerja. 

Di kantor. Dia bersikap biasa saja, seperti tidak ada masalah. Padahal kemarin jelas banyak mata melihat istrinya menyeret dan menjambak rambut Sulis, wanita selingkuhannya itu.

"Pagi, Rahman." Rekan kerjanya menunduk menyapa Rahman.

Rahman hanya membalas anggukan, tanpa menjawab sepatah kata pun.

Saat apel pagi, Rahman tiba-tiba terjatuh, tak sadarkan diri. Rahman dilarikan ke rumah sakit. Rekan kerjanya mengabari Indah, bahwa Rahman masuk rumah sakit.

Setelah menempuh perjalanan 30 menit Indah sampai di rumah sakit ditemani Andi.

"Kenapa, Pak? Kenapa suami saya? Di ruangan mana sekarang suami saya?" tanya Indah pada Pak Yadi, rekan kerja Rahman. 

"Gak tau, Bu. Tadi waktu datang di kantor baik-baik saja, tapi saat apel pagi tiba-tiba Rahman jatuh tak sadarkan diri. Sekarang Rahman di ruang UGD sedang diperiksa dokter," jawab Pak Yadi.

Dokter keluar dari ruang UGD. Indah segera menghampiri dokter yang menangani suaminya.

"Dok, bagaimana keadaan suami saya, Dok?" Indah menghalangi jalan dokter yang baru keluar dari ruang UGD.

"Mari ke ruangan saya, Bu. Ada hal penting yang perlu saya sampaikan kepada, Ibu!" ajak Dokter.

"Silahkan duduk!" Dokter mempersilahkan duduk.

"Bagaimana, Dok. Dokter mau menyampaikan apa?" cecar Indah panik.

"Mohon maaf, Bu. Saya harus menyampaikan berita buruk …." 

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel