Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

SAINGAN BISNIS

Wanita itu tersenyum penuh arti saat berpapasan dengan Mahesa yang tengah diseret oleh petugas keamanan. Tampaknya ia ingin mengejek pemuda itu sebagai balasan beberapa waktu yang lalu saat keduanya pertama kali bertemu di kantor penerbitan paling ngetop se-nusantara.

“Bu Imel?! Anda kok bisa di sini?” tanya Mahesa yang kemudian menyingkirkan kedua tangan petugas keamanan dari lengannya. “Lepas dulu, Pak! Ibu ini mengenalku,” pinta Mahesa.

Kedua pria bertubuh tegap itu kompak melepaskan kuncian pada lengan pemuda tersebut.

“Bu, Bu Imel! Ibu masih ingat denganku, kan? Beberapa waktu lalu kita pernah ketemu di kantor penerbitan paling ngetop se-nusantara. Ingat kan, Bu?” tanya Mahesa berharap mendapatkan dukungan dari wanita itu agar ia dilepaskan oleh petugas keamanan.

“Tentu saja aku ingat. Bukan kah kamu Mahesa Tunggal? Editor baru yang mempermalukanku beberapa waktu yang lalu?” sindir Imelda kemudian, tetapi diakhiri dengan senyuman.

Mimik wajah Mahesa berubah seketika. Mampus, Imelda pasti sangat tersinggung waktu itu dan sekarang mungkin tidak akan membantunya. Namun, yang Mahesa pikirkan barusan tertepis sudah. Imelda justru bertindak di luar dugaannya.

“Aku kenal pemuda ini. Lepaskan saja, biar aku yang bertanggung jawab,” perintah wanita yang merupakan ketua redaksi dari penerbit paling beken se-nusantara.

Kedua petugas keamanan itu lantas meninggalkan Mahesa juga Imelda.

“Terima kasih, Bu Imelda,” ujar Mahesa.

“Nggak perlu berterima kasih. Aku masih menganggap kau ini orang yang pintar. Namun, sebagai orang baru sebaiknya jagalah harga dirimu. Noni Marsheilla menolak untuk bertemu denganmu, maka kau nggak akan bisa bertemu dengannya. Pulang lah,” perintah Imelda kepada pemuda yang usianya jauh di bawahnya itu. Imelda lantas meninggalkan Mahesa yang mematung. Wanita itu kemudian menuju pintu gerbang kediaman penulis bernama pena Sakura Putih.

Berbeda dengan Mahesa, kedatangan Imelda langsung diterima oleh si pemilik rumah. Keduanya sebelumnya adalah partner. Bagaimana tidak? Buku berjudul Mendaki Awan karyanya yang baru-baru ini meledak di pasaran rupanya diterbitkan oleh perusahaan penerbitan yang diketuai oleh Imelda.

Tentu saja di antaranya hampir tidak ada jarak. Imelda bebas datang dan pergi dari kediaman Noni. Oleh sebab itu, kedua petugas keamanan tadi begitu percaya kepada wanita itu.

“Kudengar kau masih belum menandatangani kontrak dari Siwon? Bukan kah dia pernah mengundang kamu? Kalau kamu tanda tangan sedari dulu kontrak dari kami pasti akan segera selesai,” tanya Imelda yang sedang menuang air lemon dari lemari es ke dalam gelas. Benar-benar seperti rumah sendiri baginya.

“Dia mengundang gue buat menekan gue lah. Untuk apa gue harus setuju?” ketus gadis itu.

“Jangan ngomong gitu! Aku tahu kamu belum menandatangani kontrak Siwon maupun kontrak dari kami karena masih ingin membandingkan perusahaan mana yang akan memberikan royalti lebih tinggi. Bukan begitu?” tanya Imelda pada penulis itu.

“Jangan mulai, deh!” bantah gadis itu.

“Tapi, kalau kami sudah memintamu, aku berani jamin kalau itu adalah tawaran terbaikmu saat ini,” lanjut Imelda.

“Benarkah? Waktu gue menandatangani Mendaki Awan bersama kalian apa itu juga termasuk yang terbaik? Kok kayaknya gue nggak merasa?” bantah Noni yang justru membuat Imelda tertawa.

Keduanya kini sudah tidak lagi membicarakan tentang berapa ribu eksemplar buku yang akan terjual, melainkan tentang royalti yang akan diperoleh oleh penulis. Bukan juga, Imelda ingin membeli hak cipta seluruhnya dari novel baru karya Sakura Putih dengan harga yang fantastis.

Memang menggiurkan terutama bagi penulis muda juga baru seperti Sakura Putih. Akan tetapi, gadis itu berterus terang tidak ingin mengulangi kesalahan yang sama seperti yang dilakukan oleh sahabatnya, T. Rosemary sewaktu bergabung dengan perusahaan penerbitan yang Imelda ketuai.

Secara tidak langsung, untuk saat ini tawaran dari Imelda juga ditolak oleh Sakura Putih. Bedanya, keduanya masih berhubungan baik. Berbeda dengan penolakan keras yang dilakukan oleh Sakura Putih terhadap anak buah Pak Siwon, yaitu Mahesa.

Imelda tidak ingin dianggap menekan seperti yang telah dilakukan Pak Siwon terhadap sakura Putih. Ia pun setelah mendengar penolakan tersebut segera undur diri dari kediaman Sakura Putih.

“Oke deh! Aku pergi kalau gitu,” pamit Imelda.

“Tunggu! Tas ketinggalan, ntar bingung nyari,” cegah Noni yang kemudian melempar tas milik Imelda yang dengan sigap ditangkap oleh pemiliknya.

“Hampir aja,” tukas Imelda.

“Kaki gue sakit. Gue nggak ngantar, ya! Tolong jangan lupa tutup lagi pintunya!” pinta Noni yang masih tidak beranjak dari sofa empuk tempat ia sedari tadi duduk santai.

“No problem. Oiya, kalau kamu berubah pikiran, nggak usah sungkan hubungi aku,” pinta Imelda yang masih berharap kalau Sakura Putih akan menerima kontrak dari redaksi penerbitan paling beken se-nusantara.

“Hm!”

Sakura Putih tidak seperti yang orang kenal melalui tulisan juga kata-kata memotivasi lewat sosial media. Kenyataannya gadis itu cuek bahkan sombong setengah mati. Kalau penggemar Sakura Putih sampai tahu sifat asli penulis favorit mereka. Entah apakah masih ada rasa kagum yang tersisa untuk gadis jutek tersebut.

Imelda meninggalkan mansion mewah itu. Begitu keluar dari pintu gerbang. Betapa terkejutnya dirinya saat melihat Mahesa masih berada di luar pintu gerbang.

“Kamu masih belum pergi?” tanya Imelda pada pemuda itu.

Mahesa hanya tersenyum, lalu buru-buru menahan pintu gerbang yang baru saja dilewati oleh Imelda agar tidak tertutup lalu otomatis terkunci.

“Mbak Noni! Sakura Putih! Tolonglah! Kami benar-benar tulus ingin bekerja sama dengan Anda! Sepuluh menit! Eh, tidak. Lima menit saja, Mbak Noni! Minta waktunya, Mbak! Dengarkan aku menjelaskan tentang kontrak yang kutawarkan! Baru setelah itu silahkan tolak aku! Mbak! Mbak Noni! Anda masih mendengarku?!” seru Mahesa.

Gadis itu akhirnya tidak tahan. Ia bangkit dari sofa, lalu berjalan menuju teras. Dari sana lah ia kemudian meminta Mahesa untuk membacakan kontrak di halaman pertama.

“Baca kontrak halaman pertama!” teriak Sakura Putih pada pemuda yang berdiri di luar pintu gerbang.

Mahesa langsung bersemangat karena akhirnya gadis itu bersedia mendengarkannya meskipun dari kejauhan. Ia segera mematuhi permintaan penulis buku berjudul Mendaki Awan. Namun, begitu ia menyebutkan nominal yang angkanya di bawah daripada yang ditawarkan Imelda, penulis itu sudah tidak ingin lagi mendengar isi kontrak yang dibawa oleh Mahesa.

“Stop! Pergilah!” usir Sakura Putih kemudian.

Huh! Mahesa mengacak rambut dengan kesal. Sudah lebih dari setengah hari dan masih belum bisa menemui apalagi berbicara face to face dengan penulis sombong itu.

Sementara itu, Imelda yang masih berdiri di sisi mobil miliknya baru saja mengakhiri obrolan via telepon dengan seseorang. Dari jarak yang tak begitu jauh, tampak Terry yang mencoba untuk menghindari wanita itu. Sayangnya, usaha penulis sekaligus pemilik toko buku itu tidak berhasil karena Imelda sudah lebih dulu melihat dirinya.

“T. Rosemary, sudah lama nggak ketemu,” sapa Imelda.

T. Rosemary yang biasanya sangat hangat dan ramah, kali ini tidak seperti biasanya. Ia begitu abai terhadap wanita yang sudah menyapanya lebih dulu. Gadis itu hanya menatap sebentar, lalu pergi melewati Imelda tanpa sepatah kata pun.

Ketua redaksi penerbitan paling beken se-nusantara itu hanya menatap kepergian gadis tadi. Keduanya pernah bekerja sama dalam beberapa buku. Akan tetapi, sepertinya untuk yang terakhir kali, membuat hubungan keduanya kurang baik.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel