Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

KUNJUNGAN TAK TERDUGA

Noni berada di kamarnya yang nyaman di sebuah mansion mewah hunian para elit. Gadis yang terlahir dari keluarga konglomerat itu meski tidak kekurangan apa pun dalam segi materi, tetapi ia selalu terlihat cemberut dan jarang tersenyum.

Di meja belajar tempat ia biasanya menelurkan karya berupa tulisan apik, kini tampak menopang dagu sembari mencoret-coret kertas dengan pensil warna.

Entah apa yang mengganggu pikirannya kali ini. Gadis itu meski tidak pernah mengungkapkan jati dirinya di hadapan publik sebagai Sakura Putih, tetapi images tuan putri yang baik hati sudah terlanjur melekat pada nama penanya. Sementara faktanya ia adalah penulis yang anti kritik. Maka dari itulah, tidak heran jika ia begitu kesal ketika tiba-tiba saja seorang pemuda tak dikenal secara terang-terangan mengatakan karyanya yang laris itu kurang menarik dan lamban sampai ke konflik.

Noni mengerucutkan bibirnya, mencoret lebih kasar pada permukaan kertas di atas meja belajar miliknya.

Sementara itu, di luar sana seorang pemuda yang dengan susah payah mendapatkan izin dari petugas keamanan perumahan elit ini, ia tengah berjalan kaki mencari nomor rumah yang sesuai dengan alamat yang dipegang di tangan.

“Besar sekali, kapan punya rumah segede ini, terus bawa ibu sama ayah tinggal bareng samaku. Apa iya, seorang penulis sekaya ini?” gumam Mahesa yang kini tengah berada di depan gerbang sebuah mansion mewah.

Sementara di dalam sana, seolah merasakan akan kehadiran orang asing. Anjing peliharaan Noni menggonggong tiba-tiba, membuat gadis berambut pirang itu terperanjat. Ia kemudian bangkit dari kursi malasnya untuk menghampiri Husky hitam putih sebesar domba gurun.

Dibelainya kepala berbulu itu untuk menenangkan. Tak lama kemudian, terdengar bel berbunyi. Noni menghela napas panjang. Gadis itu tidak suka ada tamu.

“Ke mana perginya Astuti dan Teh Nurfa ini?” keluhnya karena dua pembantu rumah tangga itu tidak segera membuka pintu.

Gadis itu akhirnya keluar rumah untuk melihat siapa yang datang. Membuka pintu, dilihatnya halaman tampak sunyi.

“Caaaak! Cak Jukis!” serunya memanggil pria 52 tahun yang sudah bekerja selama belasan tahun sebagai tukang kebun di kediamannya.

Tidak ada jawaban, Noni melihat hanya ada dua mobil yang terparkir. Satu lagi belum kembali. Ia kemudian teringat jika sejak pagi para karyawan di kediamannya pamit untuk mengikuti acara di masjid raya karena ada ustadz kondang yang datang.

“Huh, belum pulang ternyata mereka,” gumamnya.

Ia kemudian berjalan mendekati gerbang. Menekan tombol monitor untuk melihat siapa yang tadi membunyikan bel. Noni menaikkan salah satu alisnya begitu wajah pemuda itu muncul di layar monitor.

“Dih! Cowok ini? Kenapa dia di sini?” ucapnya terkejut.

Pemuda yang selalu membuat moodnya menjadi buruk itu ada di luar gerbang sedang menunggu dibukakan pintu. Noni terheran-heran bagaimana Mahesa mengetahui tempat tinggalnya? Ia pun berpikiran buruk kemungkinan pemuda itu sengaja mengikuti dirinya dan mengorek semua informasi mengenai dirinya.

Noni tidak ingin berspekulasi lebih jauh lagi yang kemudian mengada-ada. Dinyalakannya tombol speaker agar terhubung dengan pemuda yang berada di luar sana.

“Siapa?” tanya Noni.

Mahesa yang sejak tadi menunggu begitu mendengar suara dari speaker langsung merasa lega dan senang.

“Aku Mahesa Tunggal, editor dari redaksi penerbitan paling ngetop se-nusantara. Tadi malam aku mengirimkan pesan kepada Anda, Mbak Sakura Putih. Tapi Anda nggak membalasnya. Jadi, maaf aku memberanikan diri untuk mengunjungi Anda di rumah Anda. Wakil ketua redaksi kami menyuruhku datang untuk membicarakan kontrak buku dengan Anda,” pungkas Mahesa.

Si pemilik rumah terdiam sejenak. Ia membatin kenapa bisa pemuda itu editor yang ditunjuk oleh penerbitan paling ngetop se-nusantara? Dunia begitu sempit, bertemu dengan Mahesa pasti hari-harinya akan terasa sangat buruk.

“Nggak ada Sakura Putih di sini. Kamu salah orang,” jawab Noni yang kemudian mematikan monitor yang terhubung dengan kamera di luar sana.

Mahesa langsung kicep. Salah orang? Pemuda itu melihat kembali catatan alamat yang berada di tangannya. Kemudian ia menempelkan pada papan nomor rumah tersebut. Benar-benar tidak ada perbedaan, bagaimana mungkin bisa salah?

Pemuda itu celingukan mencari kemungkinan ada dua nomor rumah yang sama meski itu adalah hal yang tidak mungkin. Ia sudah berjalan sangat jauh sejak dari pos security depan sana. Sudah menunggu lama di depan gerbang mansion mewah ini, dan ternyata ia salah alamat?

Namun, Mahesa tidak begitu saja percaya lalu menyerah. Ia melihat kotak surat yang tampak penuh sampai-sampai beberapa amplop tidak masuk dengan sempurna. Ia kemudian mengambil salah satu amplop tersebut dan membaca nama penerima NONI MARSHEILLA. Ya, sesuai kontrak yang akan diserahkan agar ditandatangani oleh penulis itu memang tertulis nama asli dari Sakura Putih adalah Noni Marsheilla.

Muncul ide brilian. Senyum di bibir pemuda itu mengembang sempurna. Ia baru saja terpikirkan cara untuk membuat Sakura Putih keluar dari persembunyian.

Di dalam sana, gadis yang jarang tersenyum itu sedang bermain-main dengan Husky peliharaannya. Ia mengambil sekeranjang penuh buah segar di atas meja. Namun, karena terkejut mendengar suara bel pintu, ia tak dengan menjatuhkan keranjang berisi buah di tangannya, sehingga menjatuhi salah satu kakinya.

“Aduuuh, siapa lagi itu?!” decak kesal gadis bertubuh langsing itu.

Dengan langkah yang terpincang-pincang, Noni berjalan ke pintu gerbang. Mencari tombol monitor yang otomatis mengaktifkan speaker, gadis itu sibuk mengurusi kalian yang tertimpa keranjang buah, sehingga tidak melihat ke arah monitor.

Sementara di luar sana, Mahesa sengaja menutupi kepalanya dengan Hoodie dan memakai masker duck bill.

“Siapa?” tanya Noni yang masih mengelus kakinya yang sakit.

“Apakah ada atas nama Noni Marsheilla? Di sini ada paket yang membutuhkan tanda tangan penerimaan,” jawab Mahesa yang menyamar sebagai kurir paket.

“Iya, ada! Paket dari siapa?” tanya Noni keceplosan.

“Sakura Putih! Ternyata itu kamu! Aku nggak salah alamat, sudah kuduga,” seru Mahesa kegirangan.

Noni tersentak mendengar suara pemuda dari speaker. Ia kemudian melihat ke arah monitor. Tampak pemuda yang mengaku sebagai editor dari redaksi penerbitan paling ngetop se-nusantara tersebut membuka penutup kepala dan juga masker yang dikenakan.

“Elu nipu gue?!” bentak gadis itu yang kesal karena telah merasa dibohongi oleh Mahesa.

“Bukan, bukan begitu, Mbak Noni! Aku sungguh minta maaf karena harus menggunakan cara seperti ini untuk berkomunikasi dengan kamu. Aku juga terpaksa, jika harus ini aku nggak bertemu sama kamu, maka aku harus —“

Tut!

Noni segera mematikan monitor. Ia tidak ingin lagi mendengar apa pun yang dikatakan oleh pemuda itu. Kakinya sakit, itu adalah hari yang buruk karena bertemu dengan pemuda itu. Noni berpikir kalau Mahesa adalah pembawa sial.

Gadis itu kemudian mengambil telepon genggam lalu menelepon petugas keamanan. Ia meminta bantuan petugas keamanan agar mengusir seorang pemuda yang dianggapnya telah mengganggu dan mengusik ketenangannya.

“Mbak Noni! Buka pintunya, Mbak! Aku bukan penipu. Aku editor dari redaksi, Mbak!” seru Mahesa.

Tiba-tiba datang dua orang pria berbadan besar dan tegap mengenakan seragam petugas keamanan berwarna hitam.

“Mas, yang punya rumah barusan melapor ada pengganggu,” ujar salah satu dari pria besar itu.

“Hehehe, anu, Pak. Aku nggak ganggu, kok. Kayaknya sampean berdua salah paham. Aku sama Mbak Noni, yang punya rumah ini cuma lagi bahas pekerjaan,” kilah Mahesa yang sungkan karena sampai didatangi oleh petugas keamanan.

“Baiklah, kalau masih ngga mau pergi. Jangan salahkan kami kalau pakai cara kasar,” ancam petugas keamanan kepada Mahesa.

Dua petugas keamanan itu maju serentak mengaitkan kedua lengan Mahesa hingga tubuh pemuda itu sedikit terangkat dari permukaan tanah.

“Eeeeee, Pak! Tunggu, Pak! Aduuuh ... jangan seperti ini dong! Aku ini pemuda baik-baik dari keluarga baik-baik juga,” oceh Mahesa yang terus dibawa oleh dua petugas keamanan tersebut.

Namun, tiba-tiba seorang wanita yang dikenalnya muncul. Membuat dua petugas keamanan tersebut menurunkan Mahesa, tetapi tetap memegangi kedua tangan pemuda tersebut.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel