Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

DITOLAK SANA-SINI

T. Rosemary mendatangi sahabatnya, tetapi tidak untuk berlama-lama. Ia hanya sekadar mampir untuk mengantar buku yang beberapa waktu lalu dipesan oleh Sakura Putih. Mungkin hari ini ia sedang kurang beruntung sehingga secara tidak sengaja berpapasan dengan mantan partner kerjanya dulu.

“Eh, Terry. Untuk apa ke sini?” tanya Noni yang sebelumnya tidak mendapatkan kabar kalau pemilik toko buku sekaligus penulis itu akan datang ke rumahnya.

“Hanya mampir, kok. Ini buku yang kamu pesan, ambillah! Kenapa kakimu?” Terry balik bertanya.

“Bukan apa-apa. Sedikit insiden nggak terduga tadi. Oiya, tadi ada iblis wanita datang ke sini,” ujar gadis bergigi kelinci itu.

“Aku udah tahu,” balas Terry.

“Oiya? Kalian berpapasan?” tanya Noni yang ditanggapi dengan anggukan kepala oleh sahabatnya.

Baik Terry maupun Noni, keduanya tidak suka pada Imelda. Terlebih lagi Terry. Meskipun mereka sudah berkali-kali terlibat kerja sama antara redaksi dari penulis. Namun begitu, kerja sama antara Terry dan Imelda tampaknya tidak berakhir dengan baik.

Usai memberikan buku, Terry segera undur diri. Baru-baru ini Rey, karyawannya sering izin keluar untuk urusan yang ia tidak ingin terlalu ikut campur. Maka dari itu, meja kasir harus dijaga olehnya sendiri saat pemuda itu izin keluar.

Di sisi lain, Mahesa yang tidak berhasil bertemu dengan Sakura Putih, memutuskan untuk kembali ke kantor redaksi. Beruntung saat baru saja sampai, ia berpapasan dengan ketua redaksi Ines sebelum wanita itu hendak meninggalkan kantor untuk bertemu koleganya.

“Ketua redaksi, Anda akan pergi?” tanya Mahesa.

“Ya, berikan kontrak yang disetujui oleh Sakura Putih pada Siwon saja!” perintah Ines yang mengira jika Mahesa sudah berhasil mendapatkan persetujuan dari Sakura Putih.

“Tunggu, Bu! Maaf, tapi Sakura Putih langsung nggak setuju begitu mendengar nominal jumlah buku yang akan kita cetak. Apa bisa ditambah nominalnya, Bu?” pinta Mahesa menyampaikan kegagalannya kali ini adalah karena isi kontrak yang dianggap kurang memuaskan oleh Sakura Putih.

Ines mencerna dengan baik perkataan editor baru itu meskipun ia sendiri sedang terburu-buru. Dijelaskan oleh Ines jika nominal jumlah percetakan buku sudah ditentukan pihak distribusi sesuai dengan kesuksesan para penulis itu sendiri.

“Kamu tahu apa itu jumlah batasan cetak buku?” Mahesa menggeleng mendengar pertanyaan atasannya itu. “Jumlah batasan cetak buku adalah angka yang sudah ditetapkan oleh departemen distributor sesuai dengan kesuksesan penulis itu sendiri. Semua itu sudah sesuai dengan analisa pasar bukan dapat diubah sesuai sesuka hati. Baik, aku masih ada urusan. Masalah ini, kamu cari aja direktur distribusi namanya Bu Liliana,” pungkas Ines yang sudah mengabaikan bunyi ponselnya berkali-kali.

“Baik, Bu. Terima kasih, Bu.”

Mahesa menatap kepergian atasannya itu sembari berpikir bagaimana ia akan menyampaikan tentang permintaannya tadi pada direktur distribusi? Tiba-tiba saja ia merasa ternyata menjadi editor itu bukan soal memperbaiki naskah kemudian sukses. Ternyata ia harus melewati banyak proses ini dan itu.

Kendati terasa begitu merepotkan, tetapi pemuda itu pantang mundur apa lagi jika harus berhenti di tengah jalan. Ia pun bergegas untuk menemukan direktur distribusi dan mencoba melakukan negosiasi jumlah batasan cetak buku untuk Sakura Putih.

Baru sampai di depan ruangan direktur distribusi yang hanya disekat oleh pembatas kaca. Tampak wanita bernama Liliana itu sedang ngomel-ngomel pada dua orang di hadapannya. Mahesa menjadi enggan untuk masuk dan memutuskan untuk menunggu dua orang itu selesai dengan urusan mereka.

“Jumlah batasan cetak 5.000 eksemplar tidak boleh ditambahkan satu pun!” bentak wanita itu.

“Tapi editor yang bertanggung jawab —“ ujar salah satu dari dua pemuda itu terputus.

“Apa yang editor ketahui? Apa editor mengerti tentang pasar? Apa editor mengerti tentang apa itu pemasaran? Jika mereka mengerti, maka untuk apa departemen distribusi dibentuk? Aku beri tahu kalian. Sekarang merupakan masa perhitungan data. Memangnya berapa banyak buku yang bisa dijual oleh seorang penulis? Seorang penulis baru kamu berikan batasan sebanyak 10.000? Siapa yang memberikan kepercayaan diri seperti itu? Bagaimana kalau nggak terjual? Apa akan kita bawa pulang lalu tempel di dinding rumah? Hanya 5.000 titik. Nggak boleh lebih banyak lagi,” pungkas direktur distribusi.

Merasa sudah sangat jelas atau sudah tidak mungkin untuk berdebat dengan orang seperti direktur distribusi, dua pemuda itu langsung patuh dan buru-buru undur diri agar atasannya itu berhenti mengomel.

Dua pemuda itu keluar ruangan mengabaikan Mahesa yang berpapasan dengan mereka. Sementara itu, Mahesa dengan langkah ragu terpaksa harus tetap menjumpai direktur distribusi yang sejak tadi dilihatnya betapa galaknya wanita bertubuh gemuk itu.

“Permisi, Bu ...!”

“Masuk!”

Mahesa melihat betapa mengerikannya aura wanita yang baru saja mengepaskan pantat besarnya di atas kursi direktur. Pemuda itu itu merancang deretan kalimat agar supaya bisa meyakinkan direktur distribusi dan tidak berakhir dengan omelan pedas.

“Bu, aku editor dari divisi Pak Siwon. Ini adalah laporan jumlah batasan cetak penulis Sakuragi Putih,” ujar Mahesa sembari menyerahkan file laporan yang ia buat dengan hati-hati sebagai pertimbangan direktur distribusi nantinya.

Namun, pemuda itu segera dibuat sangat tercengang, ketika direktur distribusi menerima file tersebut, lalu langsung membuangnya ke dalam kotak sampah tanpa melihat isinya terlebih dahulu.

“Jika aku nggak salah ingat, batas minimal cetak untuk penulis Sakura Putih ini sudah ditentukan sejak awal. Bukan begitu?” tanya wanita kelebihan berat badan tersebut.

“Iya, betul. Bu,” jawab Mahesa.

“Kaka begitu, kenapa masih datang mencariku? Apa kamu meragukan keputusanku? Apa pekerjaanku menjadi lebih baik jika kamu yang mengerjakan dari pada aku sendiri? Aku beri tahu, ya! Jumlah batasan minimal cetak untuk penulis Sakura Putih nggak dapat diubah lagi. Ada orang di departemen editorial dapat menggunakan minimal terendah untuk penulis besar. Sangat besar jika dibandingkan dengan Sakura Putih yang masih terhitung baru. Keluar!” titah direktur distribusi kepada Mahesa.

Pemuda itu juga tidak punya kata-kata apa pun untuk bernegosiasi dengan direktur distribusi. Ia tanpa basa-basi lagi langsung meninggalkan ruangan milik direktur distribusi.

Ting!

“Kang ngarit, lama nggak nongol. Ke mana aja?”

Mahesa membuka sebuah pesan dari sahabat onlinenya. Ia baru teringat jika keduanya sudah beberapa hari ini tidak mengobrol untuk berkeluh kesah tentang buruknya mood masing-masing.

“Ambyar, Mbak jamu. Ditolak mulu di sana dan di sini,” balas Mahesa.

Ambigu memang ketika pemuda itu tidak menjelaskan kepada sahabatnya tentang penolakan yang dimaksud. Apa yang ditolak? Bukan kah Mahesa sudah memberikan kabar kepada dirinya jika sudah diterima sebagai editor?

“Apa cewek Jakarta kurang suka dengan mas-mas Jogja? Cieee ...,” balas sahabat online Mahesa.

Sahabat Mahesa salah mengartikan penolakan yang dimaksud. Ia berpikir jika penolakan yang dimaksud adalah tentang ungkapan rasa cinta yang kemudian ditolak. Padahal bukan itu yang dimaksud, melainkan Mahesa dalam satu hari ditolak oleh Sakura Putih juga oleh direktur distribusi.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel