JAM TERBANG
Hari ini, seperti biasanya redaksi penerbitan paling ngetop se-nusantara sedang sibuk-sibuknya. Hanya saja, hari ini tidak diawali dengan Pak Siwon yang marah-marah pada departemen editorial yang ia ketuai.
“Romi, gimana pembahasan kamu dengan T. Rosemary?” tanya Pak Siwon pada keponakannya itu.
Pak Siwon sengaja menyerahkan pembahasan kontrak dengan T. Rosemary kepada keponakannya karena menurutnya T. Rosemary lebih mudah ditangani dibandingkan jika harus bersinggungan dengan Sakura Putih.
Ia yang tidak begitu menyukai editor baru seperti Mahesa yang diterima di redaksi lewat jalur pahlawan dadakan pun sengaja menyerahkan pembahasan kontrak dengan Sakura Putih pada Mahesa. Padahal ia sendiri beberapa waktu lalu telah gagal untuk membuat Sakura Putih menandatangani kontrak tersebut.
“Bukannya Om udah mengirimkan pesan padanya? Kalau begitu kita tinggal nunggu balasan. Om tenang aja dalam waktu dekat pasti ada balasan dari T. Rosemary,” jawab Romi.
“Hmmm, begitu ya? Bagus lah. Begini, Rom. T. Rosemary ini lebih mudah ditangani jika dibandingkan dengan Sakura Putih. Aku berbicara begini karena aku berharap kamu bisa menyelesaikan kontrak lebih dulu sebelum Mahesa. Jadi, berusaha lah lebih cepat,” pinta Pak Siwon.
“Iya, Om. Aku ngerti. Terima kasih udah bantuin aku,” jawab Romi.
“Nah, ini. Kembali lah pada tugasmu!” perintah Pak Siwon yang kemudian menyerahkan setumpuk naskah untuk diperiksa oleh Romi.
Sesaat setelah Romi selesai dengan urusannya. Mahesa datang membawa beberapa gelas take way berisi kopi untuk tim editor dan juga Pak Siwon.
“Pagi, Pak Siwon! Ini kopi untuk Anda. Aku nggak tahu apa Anda akan menyukai kopi yang kupesan. Kalau nggak suka, aku bisa belikan yang lain,” ujar Mahesa dengan segala keramahtamahan yang ia miliki.
“Oke, terima kasih. Mahesa, kudengar kau udah bertemu dengan Sakura Putih. Bagaimana hasil pembahasan kontrak dengan Sakura Putih?” tanya Pak Siwon.
Pemuda itu langsung berubah mimik wajahnya. Menurun 30 persen kadar cerianya jika dibandingkan sebelumnya, saat nama Sakura Putih belum terdengar oleh kedua telinganya.
“Pembahasan kontrak, ya? Sebenarnya aku belum bertemu face to face dengan Sakura Putih sih, Pak. Bahkan kesempatan untuk menyerahkan kontrak pada Sakura Putih agar bisa dilemparkan ke wajahku saja nggak ada,” jawab Mahesa menceritakan kegagalannya menemui penulis yang orang kira berhati lembut itu.
“Halah, bukan karena kau yang nggak pandai bernegosiasi, kan?” tanya Pak Siwon meremehkan. Padahal ia sendiri yang sudah bertemu secara langsung saja tidak cukup hebat untuk menggaet Sakura Putih bergabung dengan redaksi mereka.
Momen itu tidak lantas membuat Mahesa berkecil hati. Ia justru ingin meninggikan orang di hadapannya dengan cara meminta diajari tentang cara bernegosiasi anti gagal pada Pak Siwon.
“Pak Siwon, bagaimana negosiasi Anda dengan direktur distribusi? Dari mana datangnya angka 50.000 eksemplar itu? Maksudnya batasan cetak untuk Sakura Putih,” tanya Mahesa karena masalah utamanya adalah tentang jumlah percetakan buku yang tidak disetujui oleh Sakura Putih karena dinilai sangat sedikit dibandingkan dengan batasan minimal cetak penulis-penulis sebelumnya.
“Mahesa, kalau gitu aku tanya sama kamu. Menurut kamu, berapa jumlah batasan minimal cetak untuk Sakura Putih?” tanya Pak Siwon.
“100.000 eksemplar, Pak,” jawab Mahesa.
“Oiya? Tapi royalti pertama penulis itu dihitung berdasarkan batas minimal cetak buku. Jika bisa membuka royalti sampai 15 persen, maka itu sudah sangat tinggi. Seberapa banyak modal yang bisa kita tanggung, maka segitu juga angka yang akan kita berikan padanya.
Wakil ketua redaksi itu lantas menjelaskan bagaimana mekanisme berbisnis berada di atas mereka. Perusahaan yang dikelola bersama Ines itu hanya sebuah redaksi penerbitan. Sementara atasan mereka merupakan pebisnis. Untung rugi sudah sangat diperhitungkan masak-masak sebelum memulai transaksi apa pun itu.
Itu lah bisinis. Topik utamanya harus menghasilkan uang. Menilik kembali pada penulis Sakura Putih yang meskipun saat ini sedang sangat booming di kalangan remaja sebagai penulis baru. Akan tetapi, jam terbang gadis itu di mata semua redaksi seperti penertiban paling ngetop se-nusantara tersebut masih sangat rendah jika dibandingkan dengan para penulis senior yang tentunya sudah memiliki banyak pembaca setia dari berbagai kalangan juga usia. Apa lagi, selama berkiprah di dunia kepenulisan, Sakura Putih baru menerbitkan satu buku saja yang kebetulan meledak di pasaran.
Itu adalah alasan kuat redaksi tidak bersedia menambahkan jumlah batasan minimal cetak pada Sakura Putih. Tentunya dengan pertimbangan buku barunya nanti baik atau buruk, bagaimana gadis itu akan menulisnya, mereka tidak tahu dengan pasti. Ibarat kata seperti sedang membeli kucing di dalam karung.
Pak Siwon menambahkan lagi jika dalam proses mereka itu, orang yang langsung berada di puncak setelah merintis suatu karier, sangat lah banyak. Ia kemudian meminta Mahesa untuk melihat harga awal yang ingin mereka berikan kepada para penulis pada umumnya paling hanya sekitar 5.000 sampai 7.000 eksemplar. Kemudian ia meminta Mahesa untuk membandingkan dengan harga yang diberikan kepada Sakura Putih, yaitu 50.000 eksemplar. Tentu itu adalah jumlah perbandingan yang sangat jauh. Itu artinya, mereka sudah sangat menghargai seorang penulis seperti Sakura Putih yang sebenarnya jam terbangnya belum seberapa.
“Kalau kau masih nggak paham juga, kuberi tahu lagi. Awalnya kami justru hanya memberikan harga 30.000 eksemplar, kemudian naik menjadi 50.000 eksemplar. Bukankah itu sudah menjadi bukti yang cukup jika kita sudah sangat menghargai Sakura Putih?” tegas Pak Siwon.
“Tapi, Pak. Kalau aku jelaskan teori yang Anda jelaskan barusan pada Sakura Putih, aku takutnya akan dipukuli habis-habisan, lalu dikirim ke sini melalui kurir COD,” bantah Mahesa yang masih enggan menerima jumlah batasan cetak buku untuk Sakura Putih.
Gadis itu sangat galak dan kejam. Jika Mahesa datang lagi dengan isi kontrak yang sama, sudah dipastikan akan berakhir lebih tragis daripada sebelumnya.
“Haish! Aku juga nggak akan membayar biaya pengiriman paket COD jika isinya jasadmu. Kamu sungguh nggak memakai otakmu. Aku mengatakan seperti ini padamu merupakan sikap yang kutunjukan padamu. Mengenai bagaimana kamu akan menjelaskannya kepada Sakura Putih itu tergantung dengan teknik cara bicara kamu melakukan negosiasi dengannya,” pungkas Pak Siwon yang berhasil membuat editor baru itu semakin sakit kepala memikirkan pembahasan kontrak dengan penulis jutek dan keras kepala seperti Sakura Putih.
‘ HAL YANG MEMBUAT HATI BERBUNGA. APAKAH SEDANG MARAH? NAMUN, PADA MASA YANG SAMA MARI KITA BERPIKIR JERNIH MESKI TERKADANG SESUATU YANG SUDAH KITA USAHAKAN TIDAK CUKUP MENDAPATKAN PENGHARGAAN. TEMAN AKSARAKU, JANGAN SAKITI DIRI SENDIRI DENGAN PEMIKIRAN KITA SENDIRI’
Begitulah postingan yang baru saja diunggah oleh penulis dengan nama pena Sakura Putih. Mahesa menyipitkan matanya membaca berulang kali postingan sebait itu.
Di kamarnya yang tidak seberapa luas, pemuda itu mengistirahatkan tubuh dan otaknya sembari menatap layar laptop guna melihat-lihat postingan orang-orang yang diikutinya, termasuk Sakura Putih.
“Manis banget. Sakura Putih yang di medsos ini apa orang yang sama yang kutemui siang tadi, ya? Apaan lemah lembut dan sangat ramah? Dasar penipu publik, aslinya galak seperti singa,” gerutu Mahesa yang muak dengan tulisan di layar laptop miliknya jika harus membandingkan dengan Sakura Putih di dunia nyata.