Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

5. Dua Bocah Nakal.

Minggu, bulan kesembilan.

Aygul berolahraga santai di taman kota dengan kaos putih oblong, celana bergaya rok setinggi paha dan sepatu olahraga putih.

Setelah berlari kecil kurang lebih setengah jam lamanya, dia beristirahat di salah satu kursi taman kota dan berniat meneguk mineral yang dibawa.

Hua! Hua!

Saat bersamaan terdengar tangisan riuh yang ingin Aygul abaikan tapi suaranya benar-benar mengganggu. Alhasil Aygul menoleh; mencari sumber suara.

Sejenak mengedarkan mata, Aygul mendapati dua bocah tengah berebut sesuatu sambil menangis lantas wanita dewasa di antaranya tampak kebingungan mengatasi mereka.

Aygul memperhatikan apa yang dua bocah itu rebutkan namun malah dibuat familiar dengan wajah bocah laki-laki berkaos hijau emerald.

"Tuan muda coklat ini bukan milik anda, jangan seperti ini, ayo kembalikan, Tuan." Semakin banyak berbicara, dua bocah di antara wanita dewasa itu malah semakin kencang berebut hingga salah satunya jatuh terduduk.

Hua!

Tangisannya kian kencang.

Aygul tak tahan. Bergegas dia menghampiri mereka, dan tiba-tiba saja si bocah yang jatuh terduduk berlari kecil menghampiri Aygul.

"Kakak tolong aku!"

Sesaat Aygul memperhatikan bocah laki-laki tersebut kemudian tersenyum datar. "Kamu rupanya."

Mereka pernah bertemu sebelumnya!

Bocah laki-laki itu si Loi, anak Vengo yang pernah minta bantuan Aygul di tengah hujan deras.

"Dia tidak mau membagi coklatnya!" tunjuk Loi, jengkel sekaligus terisak-isak.

"Ini punyaku!" Bocah yang ditunjuk spontan menyembunyikan sesuatu yang diributkan.

"Anu, mereka sebenarnya teman dekat. Tapi memang sering ribut. Kebetulan hari ini Tuan Vion bawa coklat karakter buatan ibunya, dan Tuan Loi ingin coklat itu. Cara memintanya saja yang salah," tutur wanita dewasa di antara dua bocah tadi.

Aygul melihatnya sebentar. Berdasarkan pakaiannya, Aygul menebak wanita itu seorang pengasuh. Entah pengasuh siapa, yang jelas dia kesulitan mengatasi dua bocah nakal ini.

"Kenapa kamu menginginkan barang orang lain, hm?" tanya Aygul pada Loi, "kamu punya banyak uang, jika ingin coklat itu tinggal beli saja."

Loi menggeleng lemah. Dengan mata berkaca-kaca dia menjawab, "Loi ingin coklat karakter buatan Ibu."

Mendadak Aygul terdiam. Pikirannya langsung pergi ke beberapa tahun silam. Dimana saat itu dia juga seorang bocah yang nakal dan aktif. Setiap hari hanya tahu buat keributan termasuk saat Ibunya membuatkan coklat karakter.

Tsk!

Lantas, Aygul berdecak. "Hanya coklat karakter, Kakak bisa membuatkannya untukmu!"

Mata Loi langsung berbinar. "Benarkah?"

Aygul berjongkok, jemarinya menyapu air mata Loi. "Pergi ke rumah kakak, akan kakak buatkan coklat karakter sesuai keinginanmu."

Sejujurnya Aygul tidak ingin berurusan dengan anak kecil, tetapi melihat Loi tiba-tiba saja dia merasa tersentuh.

Aygul berpikir, bocah itu sama seperti dirinya, meski ayahnya kaya raya sekalipun, dia tak punya sosok Ibu.

"Anu." Pengasuh bersuara, dia tampak takut sekaligus bingung.

Aygul segera berdiri menegaskan, "Jangan khawatir, aku pernah bertemu bocah ini dan ayahnya. Kamu bisa ikut kami membuat coklat, termasuk bocah ini juga."

Bocah bernama Vion langsung melompat bersemangat. "Ye! Ayo buat coklat karakter nya, Kakak!"

"Let's go!"

Detik itu juga Aygul membawa mereka ke apartemennya. Karena lokasinya tidak jauh dari taman, hanya dalam waktu singkat mereka telah sampai.

Aygul memiliki semua peralatan dan perlengkapan. Jika dia seorang diri, dia biasa menyelesaikan pekerjaan sepele ini dalam kurun waktu 10 menit, tapi karena dua bocah laki-laki yang dibawanya, waktu yang dihabiskan hampir satu jam penuh.

Lagi pula dibandingkan kerjasama membuat coklat karakter, dua bocah itu lebih banyak bertengkar.

Selesai membersihkan semuanya, Aygul memijat kening seraya memejamkan mata. Sementara di ruang tamu gadis itu, dua bocah pembuat gaduh tadi sudah teler kehabisan energi.

Baru kaki ini Aygul memiliki tamu para bocah. Meski kesal sekalipun, dia merasa senang dan puas. Hal itu terlihat jelas dari senyuman lega di wajahnya.

"Nona." Pengasuh menghampiri Aygul. "Terima kasih atas waktumu."

Aygul melambaikan tangan acuh tak acuh kemudian berbalik memasuki kamar sendiri.

Pengasuh memandang Aygul untuk beberapa saat. Tampaknya dia mengagumi gadis itu tapi tak tahu cara mengekspresikannya.

***

Ponsel pengasuh menunjukkan waktu 11:20. Untuk kembali ke rumah setelah pergi ke taman pagi tadi, sudah pasti sangat terlambat.

Pengasuh tidak salah!

Para bocah benar-benar puas bermain sampai tidur pun sulit dibangunkan.

Hanya saja ponsel Pengasuh berulang kali berdering diikuti suara lantang seorang wanita. Dia mau tak mau membangunkan dua bocah yang dibawanya secara paksa.

"Tante Lili, aku masih ngantuk," rajuk Vion.

"Aku juga." Dan Loi tak mau kalah.

Pengasuh menegaskan, "Lanjutkan tidur di rumah masing-masing! Nyonya besar sudah menunggu di bawah!"

Kantuk mereka seketika menghilang!

Aygul yang memperhatikan dari balkon apartemen menebak-nebak alasan mereka berubah secepat itu. Namun, karena sebelumnya si Pengasuh bercerita, kalau dirinya bekerja dengan wanita galak yang dipanggil Nyonya besar, Aygul mulai memahami.

Dua bocah nakal itu pasti takut padanya!

"Nona Aygul, terima kasih!" Pengasuh sedikit membungkuk, dibalas hal serupa oleh Aygul.

"Kakak Aygul, terima kasih juga!" sambung dua bocah serentak.

Aygul tak banyak bicara, dia tiba-tiba melangkah masuk; menyambar mantel hitam nya. "Ayo! Aku antar kalian ke bawah."

Mereka sepakat.

Aygul mengantar mereka hingga mereka bertemu nyonya besar yang dimaksud.

Dari tempatnya duduk, nyonya besar memperhatikan penampilan Aygul dari ujung ke ujung dengan tatapan tak bersahabat.

Seolah belum puas, nyonya besar juga memperhatikan gedung apartemen tempat tinggal Aygul lantas ekspresi berubah jijik.

"Bisa-bisanya kamu membawa mereka ke sini," omel nyonya besar tersebut.

Jarak mobil mereka dan Aygul tidak terlalu jauh, otomatis Aygul mendengar apa yang dikatakan nyonya besar berwajah keriput itu.

"Vion dan Loi kalangan elit, lain kali jangan biarkan mereka bergaul dengan orang miskin," lanjutnya terang-terangan hingga Aygul memicingkan mata tak suka.

"Maaf, Nyonya besar." Pengasuh tertunduk.

"Nenek jangan bicara begitu! Kak Aygul sangat baik," sambar Vion.

Loi tidak mengatakan apapun, bocah itu malah memandangi Aygul seraya bertumpu tangan pada jendela mobil.

"Jalan!" Tak menghiraukan suara Vion, nyonya besar meminta mobil pergi.

Bram!

Aygul tak langsung kembali ke apartemen, gadis itu mengisyaratkan Loi duduk dengan benar, karena sampai detik ini bocah itu masih bertumpu tangan di jendela.

Melewati jalan besar, Loi baru menarik diri kemudian meminta bantuan pengasuh Vion. "Tante Lili, boleh pinjam ponselmu. Aku ingin mengirim pesan ke Ayah."

Pengasuh bernama Lili itu menyodorkan ponsel, yang segera diambil alih Loi.

Bermodalkan kartu nama Vengo yang dibawa Loi kemana-mana, bocah itu berhasil mengirimkan pesan.

[Ayah, aku mau Ibu seperti Kakak Aygul]

Byur!

Di sisi lain... selesai membaca pesan Pengasuh Vion, Vengo seketika meyemburkan kopi yang baru saja diseruput.

"Tsk! Bocah ini tahu selera!"

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel