Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

3. Perlihatkan Jika Kamu Ada yang Punya.

"Ini bukan termasuk membawamu makan."

Fokus Vengo hanya pada Aygul seorang, membuat gadis itu beserta yang lain tercengang menahan napas.

Ajakan Vengo pada malam lalu tak sekedar gurauan!

Vengo mengeluarkan ponselnya, dan menggoyangkan nya sambil tetap menatap Aygul.

Aygul tak mengerti.

Ting!

Begitu terdengar notifikasi pesan masuk, gadis itu segera membuka ponselnya, alhasil menemukan pesan baru dari kontak tanpa nama.

[Datang ke basement setelah pulang kerja]

Tak memberi kesempatan Aygul berbicara, Vengo beringsut bangun, pergi begitu saja. Jadi ketika Aygul mengangkat wajah hendak mengatakan sesuatu, pria yang barusan di hadapannya sudah tak terlihat.

Kepergian Vengo disusul bisikan demi bisikan pengunjung kantin perusahaan!

Tak banyak dari mereka yang bahkan secara terang-terangan menatap Aygul seakan gadis itu seorang kriminalitas.

Ketenangan Aygul terusik!

Gadis itu beranjak meninggalkan sisa makan siang nya demi menyusul Vengo tapi bak hilang ditelan bumi, Vengo tak sama sekali tampak.

***

Vengo tak pernah main-main!

Arloji pria itu menunjukkan pukul 05:01, dia menunggu kemunculan Aygul dari dalam mobilnya sambil sesekali melirik spion.

Satu dua menit berlalu, Vengo masih bisa bersabar. Namun, memasuki menit ke sepuluh dia mulai gusar.

Pandangan Vengo enggan berpaling dari pintu lift, telapak tangannya menepuk-nepuk setir beraturan.

Tepat ketika 15 menit sudah dia menunggu, pada akhirnya harapan Vengo pupus dalam sekejap.

Vengo tak bisa menunggu lebih lama. Pria itu lekas menstarter mobil tapi begitu dia siap mengemudikan mobilnya...

Tok! Tok! Tok!

"Hei! Apa aku terlambat?" Aygul datang, dia mengetuk kaca mobil Vengo dengan suara terengah-engah.

Pucuk dicinta ulampun tiba!

Tak bisa menahan diri, Vengo berpaling tersenyum merekah.

"Pak Vengo!" seru Aygul, "kamu tidak tidur, 'kan?"

Sekejap mata ekspresi Vengo kembali seperti semula, dingin dan tenang. Dia menoleh, membuka kaca mobilnya perlahan-lahan.

Vengo mendapati Aygul terengah-engah seperti baru saja dikejar setan, bahkan dia sesekali melihat ke belakang.

"Jadi pergi?"

Vengo merasa Aygul bukan hanya sekedar mendatanginya tapi sekaligus butuh bantuan. Jadi pria itu bergegas ke luar, dan benar saja.

Tepat setelah Vengo menunjukkan diri, orang lain datang jauh di ujung sana.

Melihat nafasnya juga terengah-engah seperti Aygul, Vengo menebak orang itu alasan Aygul tampak terburu-buru.

"Aku lama menunggumu." Akhirnya Vengo memulai trik, dia menepis helaian rambut di wajah Aygul secara lembut.

Aygul terkejut namun Vengo segera mengisyaratkan kedatangan seseorang di belakang mereka. Alhasil Aygul mengikuti trik Vengo.

"Ah, aku punya beberapa hal yang harus diselesaikan lebih dulu," balas Aygul.

Sudut mata Vengo menangkap seseorang di belakang mereka tengah memantau penuh seksama.

Pria itu semakin berinisiatif!

Sengaja Vengo mendekatkan wajahnya ke telinga Aygul seolah-olah dia akan mencium gadis itu.

Meski tahu mereka sedang berpura-pura, tetap saja Aygul dibuat terkejut lagi.

Untungnya Vengo langsung berbisik, "Dia masih di sana. Jika ingin tak diganggu lagi, hari ini harus memperlihatkannya bahwa kamu sudah ada yang punya."

Mendengar itu, Aygul spontan menatap Vengo.

Pandangan mereka secara tak sengaja saling bersitemu!

Aygul diam tanpa kedip, Vengo memperhatikan keindahan bola mata gadis tersebut.

Pemandangan mereka akhirnya membuat seseorang di belakang sana menghela napas jengkel lantas berbalik pergi.

Setelah yakin tak ada orang di belakang mereka, Vengo baru menarik diri.

Aygul pun terkesiap sadar, serta melihat-lihat ke belakang.

"Ayo masuk!" Tak terasa Vengo sudah membukakan pintu sisi kemudi.

Aygul sedikit menunduk; tanda terima kasih kemudian memasuki mobilnya disusul Vengo sendiri.

Bram!

Selanjutnya mobil melaju meninggalkan basement, melalui jalan raya tanpa ujung.

Dalam perjalanan Aygul sengaja memejamkan mata supaya perasaannya sedikit lebih baik. Sementara itu Vengo sesekali melirik, memastikan apa yang dilakukan gadis itu.

Merasa tak nyaman jika tidak ada perbincangan, Aygul mengawali diri memulai obrolan. "Itu, terima kasih untuk sebelumnya."

Vengo menoleh sesaat. "Hm."

Aygul bingung harus membahas apalagi, alhasil beberapa saat berlalu suasana kembali hening.

"Ah, iya!" Aygul bersemangat seolah menemukan hal baru. "Jas mu sudah kucuci bersih, aku tidak membawanya karena---"

"Oh, nanti bisa kubawa saat mengantarmu pulang," potong Vengo.

"..." Aygul diam seribu bahasa.

"Hanya untuk memastikanmu aman," lanjut Vengo supaya tak ada kesalahpahaman di pikiran Aygul.

Aygul terkekeh datar. "Ha ha, iya."

Tanpa terasa mereka sampai di lokasi, yakni sebuah restoran elite yang terletak di pusat kota tapi memiliki view panorama laut.

"Kita makan di sini, kalau tidak suka bisa cari yang lain," ujar Vengo.

Bukannya menjawab, Aygul justru memandangi restoran itu dengan tatapan redup. Ada kerinduan berbalut sakit yang diam-diam menyelinap dalam dadanya.

Ekspresi Aygul otomatis membuat Vengo turut memandangi restorannya lantas memandang Aygul kembali.

Seakan dapat merasakan isi hati Aygul, Vengo berkata, "Kita pindah saja."

"Tidak perlu." Tak disangka Aygul menolak. "Ayo masuk, hari ini aku traktir Pak Vengo sepuasnya."

Vengo tak tahan tersenyum.

"Tsk! Aku juga punya uang," sungut Aygul karena merasa senyuman Vengo tadi seolah meremehkan.

Vengo mengedikkan bahu tak berkata apapun. Berikutnya mereka memasuki restoran, dan dalam hitungan 15 menit pesanan diantar ke meja mereka.

Makan malam bersanding panorama laut bukan hal baru di kehidupan Aygul.

Di umur sekarang, dia berkali-kali melewati masa ini termasuk saat usianya lima hingga tujuh tahun.

Semua kenangan manis dan pilu ada di sana, mengingatnya hanya akan membuat Aygul senang sekaligus sakit.

"Ngomong-ngomong, terima kasih untuk malam itu," ucap Vengo memulai perbincangan.

Aygul tahu etiket. Sebelum menjawab, dia meletakkan sendok dan garpunya lebih dulu. "Aku juga berterima kasih. Jas nya sangat melindungi ku dari tatapan liar."

"Malam itu, Loi kabur dari acara makan malam keluarga. Bocah itu larinya sangat cepat. Aku kesulitan mencari sampai akhirnya mendadak hujan. Jika tidak bertemu denganmu, entah apa yang akan terjadi," ungkap Vengo.

Teringat Loi, Aygul juga teringat pipinya yang gemuk. Dia tanpa sadar terkekeh.

"Hm." Tatap Vengo.

"Putramu sangat menggemaskan, Pak. Kalau malam itu aku tidak bersedih..." Aygul keceplosan, dia lekas menutup mulut rapat-rapat seraya menghindari kontak matanya dengan Vengo.

Sebenarnya, tanpa Aygul jelaskan pun Vengo sudah tahu. Lagi pula mata normal mana yang tidak menemukan buliran bening di mata gadis itu.

"Lupakan." Aygul lanjut makan.

Vengo juga tak lagi bicara, tetapi setelah makanannya habis, dia bertanya karena penasaran. "Ada yang mengganggumu di perusahaan?"

Mendengar ini, Aygul berpikir Vengo bisa mengatasi masalahnya lantaran perusahaan itu di bawah kepimpinan pria tersebut. Hanya saja, Aygul tak mau masalah pribadi diperbesar-besarkan.

"Dibilang mengganggu tidak, dibilang baik-baik saja juga tidak. Tapi setelah hari ini, kurasa pria itu tak akan berani mengusik ku lagi."

"Karena dia tahu kamu milikku."

"Eh?"

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel