PART 06
Tapi, ah, ngapain juga sih aku mikirin dia? Dewi menoleh ke samping, dilihatnya Yadien dan Aini sedang terlibat obrolan yang serius. Hal yang sama dilakukan oleh Amrin dan Anggun. Saat itu seorang laki-laki setengah baya dan seorang pemuda menghampiri mereka sambil membawakan lima butir kelapa muda siap sedot.
"Buat siapa kelapa-kelapa ini, Pak, Bang?" Yang bertanya Anggun. Agak heran dia, karena mereka tak merasa memesan kelapa muda.
"Buat anak berlima. Dari anak ganteng di atas itu," jawab si bapak-bapak sembari menunjuk ke arah Dadan.
Saat Dewi, Aini, dan Anggun menengok, lagi-lagi Dadan hanya terseyum dan memperlihatkan jempolnya kepada mereka. Aini dan Anggun membalasnya dengan hal yang sama. Dewi spontan ikut menoleh, walau sesaat. Ada perasaan rikuh yang tiba-tiba muncul dalam hatinya terhadap pemuda misterius itu.
"Kalau begitu terima kasih ya, Pak, Bang,” ucap Anggun sembari mengangguk kepada dua pengantar kelapa muda.
"Iya, sama-sama, Nak. Air kelapa muda baik buat ketahanan tubuh dari udara laut," ucap si bapak-bapak.
"Oh, gitu ya, Pak? Kalau gitu, sampaikan ucapan terima kasih kami juga kepada si pengirimnya itu ya, Pak?" kata Anggun juga.
"Baiklah. Kami permisi dulu."
"Iya, Pak, Bang. Silakan…," berucap Yadien dan Amrin hampir bersamaan.
“Wi, lu mau nggak?" bertanya Anggun sembari menyodorkan sebiji kelapa muda yang siap disedot itu ke Dewi. Sebenarnya ada nada lain dalam pertanyaan itu. Nada yang membuat Dewi jadi salah tingkah.
"Ah, langsung disedot saja. Biasanya lu kan paling doyan kelapa muda," goda Anggun pula.
"Nggak usah dipikirkan siapa yang ngirim, yang penting rasanya, nek. Mubajir lho kalau bagian lo nggak lo nikmati?!" lanjut Aini pula.
"Iya, mubajir itu dosa, lho!" Yadien ikut-ikutan.
"Nolak rejeki itu dibenci oleh Nabi, kata nenek gue, “ Amrin pun ikut berpendapat. Gelak tawa pun pecah.
"Iya, deh. Ntar gue mau," ucap Dewi akhirnya, dengan sikap malu-malu meong.
Akan tetapi, baru saja kelimanya menikmati air kelapa muda, tiba-tiba dari arah utara terdengar orang-orang pada berteriak, "Ntu’ba…! Ntu’ba…! Ada ntu’baa…!"
Teriakan-teriakan itu membuat suasana panik. Orang-orang lari berhamburan untuk menghindari celaka yang diakibatkan oleh orang-orang yang sedang ntu’ba. (Ntu’ba = pertikaian bersenjata tajam antara dua orang atau lebih; tawuran).
Tampaknya pertikaian itu melibatkan antarkelompok, yang masing-masing menggenggam senjata tajam berupa golok dan parang. Ketika salah seorang pelaku terkena sabetan parang lawannya, suasana pun makin hiruk-pikuk, orang-orang pada berlarian untuk menyelamatkan diri. Ketika orang-orang yang bertikaian itu terus menuju ke arah mana Aini, Anggun, Amrin, Yadien, dan Dewi berada, kepanikan semakin mencekam. Amrin, secara spontan langsung memanggul tubuh Anggun dengan punggungnya dan membawanya ke tempat yang aman.
Yadien pun tak mau kalah. Setelah membatin, dalam kondisi darurat begini…halal ajalah, ia pun tak mau membuang-buang waktu. Tubuh Aini langsung diangkat dan dipanggulnya, tanpa peduli walaupun Aini kaget dan berteriak tertahan. Sebenarnya tubuh Aini berat sekali. Namun karena didorong oleh sebuah kepanikan dan merasa diri jantan, maka tubuh gadis yang sebenarnya berat sekali itu dibawa larinya juga.
Sepintas, perilaku Yadien dan Amrin itu benar-benar seperti dua orang kalila (penculik manusia) yang perkasa. Namun fatalnya, Dewi yang paling panik justru sudah berada di antara kelompok manusia yang lagi hendak saling membunuh itu. Lebih-lebih ketika salah seorang perempuan pengunjung yang berada di sampingnya jatuh tersungkur karena tertabrak dan terinjak oleh banyak kaki. Dewi sangat takut dan gemetaran. Ia berteriak histeris sambil menutup matanya dengan kedua tangannya. Bunyi tulang tangan yang beradu di sekelilingnya membuatnya pucat pasi dan kian gemetaran. Tepat pada saat kedua kakinya terasa lemas dan hendak jatuh, tau-tau sepasang tangan kekar mengangkat tubuhnya, menggendongnya, lalu membawanya dengan cepat keluar dari situasi yang berbahaya itu.
Ketika Dewi menyadari siapa yang barusan menggendongnya, wajahnya pun langsung memerah saga dengan mata melotot. Ia begitu salah tingkah.
"Oh, jadi lo ya yang gendong gue?!" tanya Dewi dengan judes kepada Dadan. Sikapnya tetap tak menunjukkan kesukaannya, sekalipun ia baru saja dihindarkan oleh si pemuda dari situasi gawat.
Namun Dadan hanya menanggapinya dengan tersenyum, seperti biasanya.
"Maafkan aku, kalau memang tindakanku barusan keliru. Aku sama sekali tak punya maksud apa pun selain murni hanya ingin menghindarkan kak Dewi dari situasi itu. Ya, spontan karena dorongan hati saja. Sekali lagi, maafkan aku.”
Sesaat Dewi memandang lekat ke wajah Dadan. Dalam hatinya kecilnya, sebenarnya ia merasa sangat bersyukur karena telah dibebaskan dari situasi yang sangat berbahaya barusan oleh pemuda di depannya. Bahkan seolah ia baru tersadarkan, bahwa betapa laki-laki ini begitu kuat sifat perlindungannya. Andaikata barusan ia tidak dibebaskan olehnya, mungkin bisa saja ia akan celaka.
Benar kata Anggun, mungkin Tuhan selalu mengirim laki-laki ini agar selalu ada di mana pun ia berada punya maksud dan tujuan tertentu. Ya, seperti untuk menyelamatkan gue seperti baru saja dilakukannya.
Namun karena sudah terlanjur angkuh dan gengsi, Dewi pun lantas berucap dengan dan wajah yang masih tetap tak ramah, "Iya, gue terima permintaan maaf lo! Tetapi gue tak akan mengucapkan terima ka…”
Dewi tidak melanjutkan ucapannya, karena tiba-tiba Amrin, Anggun, Aini, dan Yadien menghampiri dan serentak menggodanya sambil bertepuk tangan.
"Nggak lucu, tau!" ketus Dewi. "Kalian hanya mementingkan keselamatan diri dan pasangan masing-masing!"
"Ya, kami minta maaf sekali, deh, Wi. Habis suasananya begitu bikin panik," berkata Yadien dengan wajah bersalah.
"Benar, Wi. Kami kira lu juga lari bersama kami. Kami lebih panik justru ketika lu ternyata tertinggal," sambung Amrin.
"Maafkan kami ya, Wi. Sumpah, kami tak bermaksud meninggalkan lo sendiri. Semuanya panik. Nyatanya lo sendiri sampe nggak tahu harus ngapain, kan?" ucap Aini lalu memeluk Dewi, menenangkan hati sahabatnya itu.
"Ehm, ya, mungkin Tuhan juga telah menentukan momen, saat mana Sang Arjuna diutus buat menyelamatkan seorang Dewi," goda Aini, seraya mengedipkan matanya kepada Dadan.
Ucapan Aini itu membuat wajah Dewi berubah merah saga, salah tingkah. "Ah, pulang aja, yuk!" ucapnya sembari berlari meninggalkan tempat itu.
Aini, Anggun, Amrin, dan Yadien serentak bersorai sembari bertepuk tangan. Dadan hanya tersenyum, menggeleng-geleng pelan, dan menggaruk kepalanya yang tak gatal.
Mereka pulang dengan menggunakan dua benhur (sejenis pedati beroda dua khas Bima yang ditarik oleh seekor kuda). Yadien, Aini, Anggun, dan Amrin sengaja langsung memenuhi satu benhur, sehingga terpaksa Dewi harus satu benhur dengan Dadan.
"Eh, Dan, " goda Amrin, "Tuh sang Dewinya dijaga baik-baik, ya? Hahay...!"
Demi memperlihatkan kepalan tangannya sambil melototkan matanya. Amrin, Anggun, Yadien, dan Aini menyambutnya dengan tawa ramai.
* * *
