Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

PART 05

Cowok misterius yang dimaksud adalah Dadan Hermawan.

Tiba-tiba Aini tertawa terbahak-bahak sampai membungkuk. Ada sesuatu kelucuan yang dirasakan oleh gadis yang memiliki kulit kuning langsat bersih itu, sehingga tak mampu menahan tawanya.

"Ikh, napa lu, tiba-tiba ketawa seperti orang kerasukan gitu?" tanya Dewi, yang belum juga mengerti apa yang dipikirkan oleh Aini.

"Benar kata lu, Wi," ucap Aini di sela-sela tawanya. "Itu anak tiba-tiba saja ada di mana pun lu ada. Kakakaka..."

Mendengar ucapan Aini itu, Anggun dan Dewi pun ikut-ikutan ketawa. Perilaku mereka itu membuat para pelari pagi lainnya sontak memalingkan wajah ke arah mereka dengan alis merapat. Mungkin mereka heran, kok ada tiga gadis cantik yang lagi lomba ketawa di pagi-pagi buta?

"Ampun, dah!" ucap Dewi kemudian. "Tuh cowok benar-benar misterius. Jarang ngomong atau nyapa, tapi tiba-tiba aja ada!"

Ucapan Dewi ini malah menambah panjang tawanya Aini dan Anggun.

"Ya mungkin semuanya sudah diatur oleh Yang di Atas, Wi," ucap Anggun kemudian. "Kata bokap gue, sesungguhnya tak ada kejadian yang kebetulan di atas dunia ini. Masih ada kejadian di penghujung setiap kejadian, di luar perkiraan kita."

"Maksudnya gimana?" tanya Dewi, polos.

"Ya, mungkin ada maksudnya Tuhan menggerakkan hamba-Nya yang bernama Dadan untuk selalu ada di mana pun lu berada!"

"Maksud, lo...?" Dewi nampaknya mulai curiga dengan arah ucapan si Anggun.

"Maksud si Anggun tuh, mungkin itu pertanda lo sama si Dadan itu berjodoh!" ucap Aini, lalu kembali tertawa.

“Ih, sorry aja, ya? Bukan tipe ideal gue! Lo berdua aja yang naksir!" ucap Dewi sewot sembari melanjutkan larinya.

"Jiahahaha…" Aini dan Anggun nyaris bersamaan ketawanya demi mendengar ucapan Dewi.

Ketika mentari pagi telah sepenggalan naik, ketiga gadis cantik ini pun telah sampai di Pantai Kolo. Udara laut yang hangat dengan aromanya yang khas pun segera menyambut mereka. Di luar dugaan mereka, ternyata sudah banyak orang yang lebih duluan tiba di pantai nan indah itu. Kawasan pantai sudah cukup ramai. Hanya saja yang tak tampak di situ adalah anak-anak, semuanya orang dewasa, laki-laki dan perempuan. Di antara meraka ada yang hanya ingin menikmati udara dan pemandangan laut sembari duduk berselonjor di atas hamparan pasir pantai. Namun tak sedikit di antaranya yang langsung menikmati hangatnya air laut.

"Si Amrin dan Yadien ke mana ya, kok nggak keliatan?" bertanya Dewi seolah-olah kepada dirinya, karena pandangan matanya ditebarkan ke seantero pantai.

Aini menyenggol pelan pinggang Anggun dengan sikunya. "Yang disebut cuman si Amrin dan Yadien saja, sih? Si Dadan kok nggak disebut?"

"Apaan, sih?” balas Dewi ke Aini dengan nada sewot. “Suka-suka gue, dong!" Lalu, untuk menghindari godaan usil lebih lanjut, ia lantas menarik tangan kedua sahabatnya sambil berkata, "Ke pinggir pantai saja, yuk!"

Ketiganya pun duduk di bibir pantai, membiarkan ujung-ujung riak membasuh kaki-kaki mereka silih berganti, sembari menikmati hamparan lautan, buih-buih penghias gelombang, burung-burung camar yang terbang bebas, berkejaran lantas skali-sekali membasuh paruh mereka di di puncak-puncak riak dan ombak, serta menyaksikan orang-orang yang mandi dan berenang dalam kejernihan air laut.

"Lu berdua pernah merasakan mandi di laut nggak?" bertanya Anggun.

"Belum, tuh," jawab Dewi. "Boro-boro mandi dan berenang, merendam kaki di pinggirannya saja gue sudah ngeri duluan."

"Kalau gue sih ada beberapa kali. Dulu waktu ke Jakarta, di Ancol. Di Pantai Wane dan Ule juga pernah. Wah, gue jadi kepengen mandi juga, nih. Coba tadi tau ke sini, gue pasti bawa pakaian renang sekalian," tutur Aini, sambil sekali-sekali tangannya menyambut lidah riak yang silih berganti datang menyapa kedua ujung kakinya.

"Ya, lain kali saja, kalo kita ke sini lagi," sahut Anggun.

Selanjutnya ketiganya menikmati semua pemandangan yang tersaji di hadapan mereka. Dan, tanpa mereka sadari, dua pasang betis berbulu menyusup pelan-pelan di sela-sela mereka duduk, dari arah belakang. Anggun yang lebih dahulu menyadari keusilan itu, sontak melonjak kaget yang disertai pekikan tertahan. Lalu disusul oleh Dewi dan Anggun dengan tingkah yang sama.

Saaat ketiganya mengetahui, bahwa yang menjulurkan betisnya itu adalah Yadien dan Amrin, maka tanpa dikomando ketiga gadis ini pun segera mengeroyok kedua cowok usil tersebut. Yadien dan Amrin tidak mengelak, hanya duduk membungkuk dan melindungi kepalanya masing-masing sambil tertawa cekikikan. Maka tak ayal lagi, punggung keduanya pun menjadi sasaran serbuan pukulan tiga pasang tangan indah ketiga gadis cantik itu.

"Bikin kaget aja, deh!" ucap Aini kemudian. Wajahnya memerah karena menahan jengkel sekaligus kegelian di hatinya.

"Iya, kukira mahluk aneh yang keluar dari dalam pasir," timpal Anggun pula.

Kelima mahluk Tuhan ini pun sama-sama menikmati gelak-tawa, lalu bergabung untuk bercengkerama di pinggir pantai yang namanya sudah mulai akrab di telinga masyarakat Bima dan sekitarnya itu. Yadien duduk di samping Aini, menopang tubuhnya dengan kedua tangannya ke belakang. Sementara Amrin di samping Anggun. Dewi duduk sekitar satu meter di sebelah kanan Yadien.

"Eh, iya. Si Dadan mana?" bertanya Aini kepada Yadien, seakan-akan baru menyadari tentang keberadaan cowok, yang oleh Dewi disebutnya si cowok misterius itu.

"Tuh di atas, duduk sendirian di bawah pohon kelapa?" jawab Yadien tanpa menengok.

Saat Aini, Anggun, dan Dewi menengok ke arah yang dikatakan oleh Yadien, terlihat Dadan melambaikan tangannya kepada mereka. Ketika Anggun melambaikan tangannya agar bergabung, Dadan pun membalasnya dengan mengangkat jempol tangan kanannya.

"Biar saja dulu dia menikmatim kesendiriannya," ucap Amrin, tanpa ditujukan ke siapa pun.

Pelan-pelan ada semacam rasa iba yang muncul dan menyusup ke dalam kalbu Dewi terhadap Dadan. Perasaannya berkata, bahwa pemuda tak berani bergabung lantaran sikapnya yang tak ramah kepadanya. Dewi sendiri tak tahu, entah kenapa ia tak suka terhadapnya, hanya karena dia sering melihat Dadan muncul di mana pun ia berada. Hanya itu saja. Padahal tak pernah sekali pun pemuda itu mengeluarkan ucapan yang membuatnya tersinggung atau terluka. Justru yang ada hanyalah sapaa-sapaan biasa, anggukan santun, dan selebihnya melontarkan senyuman. Jadi, sangatlah tak beralasan dan justru aneh jika dia menyimpan kejengahan hatinya terhadap Dadan, dan mengatakannya misterius.

Sebenarnya, Dadan bukanlah cowok yang pendiam, suka menyendiri, dan misterius seperti yang Dewi nilai. Bahkan sebaliknya, Dadan adalah cowok yang ulet, pembaca yang baik, pribadi yang tangguh, pemimpin yang baik. Hal terakhir, dia buktikan pernah menjadi Ketua OSIS waktu di SMA, dan sekarang menjadi ketua senat di fakultasnya, termasuk juga ketua dari beberapa organisasi kemahasiswaan lainnya. Bahkan Dadan pernah terpilih sebagai pandu (anggota pramuka) Penegak dan Penggalang terbaik hingga menjadikannya mewakili SMA-nya dulu untuk mengikuti Jamnas di Cibubur, Jakarta. Dadan juga sering tampil sebagai orator yang cerdas dan hebat jika BEM mengadakan mimbar bebas di kampus. Singkatnya, Dadan Hermawan adalah cowok ideal dengan memiliki banyak prestasi diri. Sebenarnya, semua kelebihannya itu sudah sangat diketahui juga oleh Dewi. Tapi mengapa Dewi tidak menyukainya? Dewi sendiri merasa bingung untuk menjawabnya.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel