Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 8: "Janji yang Terlupakan"

Wu Lei berdiri di tengah ruangan yang remang-remang, suasana malam yang tenang hanya terganggu oleh suara detak jam yang berdetak pelan di dinding. Wajahnya dipenuhi dengan kerut-kerut kekhawatiran, seolah waktu telah menumpuk semua beban dunia di atas pundaknya. Ia menatap Tian dengan mata yang penuh beban, tatapannya dalam dan penuh arti, seakan seluruh dunia bergantung pada kata-kata yang akan ia ucapkan.

"Tian," suara Wu Lei terdengar rendah dan berat, namun setiap kata yang keluar dari mulutnya menggema dalam keheningan malam, seperti gemuruh petir yang memecah langit yang tenang. "Aku harus memberitahumu sesuatu yang sudah lama kusimpan," lanjutnya, mencoba menahan getaran dalam suaranya. Ia sadar bahwa kata-kata ini tidak hanya akan mengubah hubungannya dengan Tian, tetapi juga seluruh hidup Tian.

Tian, yang sejak tadi berdiri dengan wajah tenang, mulai mengerutkan kening. Ada sesuatu dalam nada suara Wu Lei yang membuat hatinya bergejolak, memunculkan rasa curiga yang sulit diabaikan. "Janji?" Tian mengulang kata itu, suaranya terdengar lebih keras dari yang ia maksudkan. "Janji apa?" desaknya, perasaannya bercampur aduk antara ketidakpercayaan dan harapan. Harapan bahwa mungkin, ada sesuatu yang lebih besar, lebih mendalam, sesuatu yang lebih berarti daripada sekadar kata-kata kosong yang biasa ia dengar.

Wu Lei menghela napas panjang, seolah mencoba mengumpulkan keberanian yang tersisa dalam dirinya. Selama bertahun-tahun, ia telah menyimpan rahasia ini, menyembunyikannya jauh di dalam hatinya. "Ayahmu," Wu Lei memulai dengan suara pelan, namun penuh makna, "sebelum ia pergi, memintaku untuk melindungimu, melatihmu menjadi lebih kuat. Ia tahu betapa kerasnya dunia ini, betapa banyak bahaya yang mengintai di setiap sudut. Dan aku berjanji padanya, Tian. Aku berjanji untuk menjaga dan melatihmu."

Kata-kata itu menggantung di udara, berat dan penuh arti. Tian merasakan jantungnya berdebar lebih cepat, seolah ada sesuatu yang terbangun dalam dirinya. Ada sesuatu yang tak terucapkan, sesuatu yang menunggu untuk diungkapkan. "Kenapa baru sekarang kamu memberitahuku?" Tian bertanya dengan nada yang mengandung kekecewaan. "Kenapa tidak sejak dulu?"

Wu Lei menatap Tian, pandangannya lembut namun tegas, seperti seorang ayah yang berbicara pada anaknya. "Karena aku takut, Tian. Aku takut bahwa jika aku melatihmu, aku hanya akan membawamu lebih dekat kepada bahaya, bukan menjauhkanmu dari itu. Dunia ini tidak mudah, dan kekuatan adalah pedang bermata dua."

Kata-kata Wu Lei menggetarkan hati Tian. Ia merasa terbelah antara keinginan yang mendalam untuk menjadi lebih kuat, untuk memenuhi harapan ayahnya, dan ketakutan yang membara, ketakutan akan harga yang harus dibayar untuk kekuatan itu. "Aku tidak tahu apakah aku bisa mempercayaimu, Wu Lei," Tian berkata dengan suara bergetar, matanya penuh dengan keraguan. "Kamu sudah menyembunyikan ini dariku selama ini. Bagaimana aku bisa yakin bahwa kamu tidak akan menyembunyikan yang lainnya?"

Wu Lei diam, membiarkan kata-kata Tian meresap ke dalam dirinya. Ia tahu bahwa kepercayaan adalah hal yang rapuh, sesuatu yang bisa hancur dalam sekejap. "Kamu benar, Tian," Wu Lei akhirnya berkata dengan nada yang tenang. "Aku memang menyembunyikan ini darimu. Tapi bukan karena aku ingin berbohong padamu, melainkan karena aku ingin melindungimu. Kadang-kadang, kebenaran bisa lebih berbahaya daripada kebohongan."

Tian menatap Wu Lei dengan tatapan yang tajam, mencoba mencari kebenaran di balik kata-katanya. Ia ingin percaya, tapi luka dari pengkhianatan ini terlalu dalam. "Apa yang harus aku lakukan sekarang?" Tian bertanya, suaranya penuh dengan kebingungan dan keraguan. "Apakah aku harus mempercayaimu? Apakah aku harus menerima tawaranmu?"

Wu Lei mendekat, suaranya berubah menjadi bisikan yang penuh keyakinan dan ketulusan. "Tian, ini bukan soal kepercayaan, tapi soal pilihan. Kamu bisa memilih untuk tetap lemah, atau kamu bisa memilih untuk menjadi lebih kuat. Dan aku di sini untuk membantumu. Aku tidak akan memaksamu, tapi aku akan ada di sini, jika kamu memutuskan untuk mengambil langkah itu."

Tian merasa dirinya terjebak dalam badai emosi yang tak terkendali. Ada ketakutan, ada harapan, ada rasa sakit, dan ada keinginan yang kuat untuk menemukan jalan keluar. Tapi jalan mana yang harus ia pilih? Apakah ia harus mempercayai Wu Lei dan mengambil risiko? Atau apakah ia harus berjalan di jalannya sendiri, tanpa bantuan dari siapa pun?

Wu Lei, melihat kebimbangan di mata Tian, melangkah mundur, memberi Tian ruang untuk berpikir. "Aku tidak akan mendesakmu, Tian. Pikirkanlah dengan baik, karena ini adalah keputusan yang akan menentukan masa depanmu. Aku hanya bisa menawarkan bantuan, tapi keputusan akhir ada di tanganmu."

Tian mengangguk perlahan, pikirannya masih dipenuhi oleh berbagai kemungkinan. "Aku akan memikirkan ini, Wu Lei. Aku tidak bisa memberikan jawaban sekarang."

Wu Lei tersenyum tipis, senyum yang penuh dengan pemahaman dan harapan. "Itu yang terbaik, Tian. Kadang, keputusan terbesar membutuhkan waktu untuk dipikirkan. Tapi ingatlah, waktu tidak selalu berpihak pada kita."

Tian menatap Wu Lei sekali lagi sebelum berbalik, meninggalkan ruangan itu dengan hati yang penuh kebingungan dan keraguan. Tapi di balik semua itu, ada secercah harapan, harapan bahwa mungkin, hanya mungkin, ia bisa menemukan jawabannya.

Namun, sebelum Tian sempat keluar dari ruangan, Wu Lei memanggilnya kembali, suaranya penuh dengan keinginan yang mendalam, seolah kata-kata terakhir ini adalah yang paling penting. "Tian, sebelum kamu pergi, ingatlah satu hal. Aku tidak hanya menawarkan pelatihan. Aku menawarkan masa depan. Pilihlah dengan bijak."

Tian berhenti sejenak, merasakan beban dari kata-kata Wu Lei. Ia tahu, apa pun keputusan yang ia buat, itu akan mengubah segalanya. Tapi apakah ia siap untuk mengambil risiko itu? Tian berdiri di ambang pintu, hatinya bergolak, dan dalam hening yang panjang, ia menyadari bahwa keputusan ini tidak hanya akan memengaruhi hidupnya, tetapi juga akan menentukan nasib banyak orang yang bergantung padanya.

Ketika akhirnya Tian melangkah keluar dari ruangan itu, pikirannya masih dipenuhi dengan berbagai pertanyaan dan kekhawatiran. Namun, ada satu hal yang ia tahu pasti—pilihan yang akan ia buat akan menjadi awal dari sesuatu yang besar, sesuatu yang mungkin ia tidak pernah bayangkan sebelumnya. Dalam kegelapan malam yang pekat, Tian berjalan dengan langkah yang berat, tapi ada cahaya kecil dalam hatinya yang mulai tumbuh, menandakan awal dari sebuah perjalanan baru yang penuh dengan tantangan dan harapan.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel