Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 9: "Langkah Awal"

Tian menatap Wu Lei dengan tekad yang membara, seperti api yang takkan padam meski angin ribut menerpa. Matanya menyala penuh keyakinan, sementara Wu Lei, dengan tatapan tajam bak elang yang mengawasi mangsanya dari ketinggian, mengamati setiap gerakan Tian. Setiap detail diperhatikan dengan seksama, seolah-olah dia bisa membaca pikiran Tian hanya dengan melihat cara dia bergerak. "Jangan pernah biarkan musuh membaca niatmu, Tian," katanya dengan nada yang penuh wibawa, tetapi ada kelembutan tersembunyi di balik kekerasannya. "Seranglah dengan pikiran yang jernih, tubuh yang teguh, dan hati yang tak tergoyahkan."

Tian mengangguk, meresapi setiap kata yang keluar dari mulut Wu Lei. Setiap kata itu beresonansi dalam dirinya, seperti getaran halus yang menggugah sesuatu di dalam hatinya, sesuatu yang lama tersembunyi namun kini mulai bangkit. Dia merasakan semangatnya semakin membara, terdorong oleh kata-kata Wu Lei yang mengandung makna mendalam. Dengan langkah perlahan namun pasti, Tian mengikuti setiap instruksi Wu Lei, mencoba memahami bukan hanya teknik, tetapi juga filosofi di baliknya. Dia menyadari bahwa latihan ini lebih dari sekadar gerakan fisik; ini adalah perjalanan untuk mengenal dirinya sendiri.

Wu Lei mengangkat tangannya, menunjukkan gerakan yang sederhana namun penuh makna. "Langkah pertama adalah mengenali dirimu sendiri," katanya dengan suara yang lembut namun tegas. "Jika kau tahu dirimu dan musuhmu, seratus pertempuran akan kau menangkan tanpa kehilangan satu pun."

Tian mengulangi gerakan itu, mencoba menyelaraskan tubuh dan pikirannya. Dia bergerak dengan keanggunan yang perlahan-lahan tumbuh dalam dirinya, setiap gerakan terasa lebih alami seiring waktu. "Aku tahu diriku," bisiknya, lebih kepada dirinya sendiri. Namun, di dalam hatinya, keraguan masih berbisik, menantang keyakinannya. Apakah dia benar-benar tahu siapa dirinya? Apa yang sebenarnya dia cari dalam perjalanan ini? Setiap langkah yang dia ambil seolah-olah membuka lapisan baru dalam dirinya, tetapi lapisan itu justru membawa lebih banyak pertanyaan daripada jawaban.

Wu Lei tampak membaca pikiran Tian dengan ketajaman yang mengesankan. "Ketika kau ragu, saat itulah musuh akan menyerang. Jangan biarkan keraguan merayap masuk, Tian. Ingatlah, keyakinan adalah senjata terkuatmu."

Latihan berlanjut dengan intensitas yang meningkat. Wu Lei memperkenalkan teknik-teknik baru, masing-masing lebih kompleks dan menantang dari yang sebelumnya. Tian, meskipun kelelahan, terus maju, terdorong oleh hasrat yang membara untuk menjadi lebih kuat. Dia merasa bahwa setiap teknik adalah teka-teki yang harus dipecahkan, dan setiap gerakan adalah kunci untuk membuka rahasia yang lebih dalam.

"Teknik ini," Wu Lei berhenti sejenak, menatap Tian dalam-dalam dengan sorot mata yang penuh kebijaksanaan, "hanya akan berguna jika kau memahami intinya. Bukan hanya mengandalkan kekuatan fisik, tapi juga kekuatan batin." Wu Lei kemudian menunjukkan teknik bela diri yang begitu rumit, seolah-olah setiap gerakan adalah sebuah seni yang terjalin indah, setiap langkah adalah irama yang harmonis dalam simfoni yang sempurna.

Tian mengikuti, matanya fokus, tubuhnya bergerak dengan kecepatan yang semakin meningkat. Namun, setiap kali dia merasa hampir menguasai gerakan itu, Wu Lei menambahkan elemen baru yang membuatnya kembali berpikir keras. Ini bukan hanya tentang kecepatan atau kekuatan; ini tentang pemahaman yang mendalam. Tian mulai menyadari bahwa setiap gerakan memiliki makna tersembunyi, dan bahwa untuk menguasai teknik ini, dia harus lebih dari sekadar mengulangi gerakan—dia harus menghidupkannya, mengintegrasikannya ke dalam jiwanya.

"Apa kau merasakan getarannya?" tanya Wu Lei tiba-tiba, memecah konsentrasi Tian yang tengah tenggelam dalam latihan.

Tian mengerutkan kening, bingung. "Getaran?" Dia tidak mengerti apa yang dimaksud Wu Lei. Getaran seperti apa yang seharusnya dia rasakan?

"Getaran di dalam dirimu, di dalam setiap langkah dan pukulan yang kau lakukan. Itulah yang memisahkan pejuang sejati dari mereka yang hanya berlatih secara fisik." Wu Lei menatap Tian dengan intensitas yang seolah-olah mencoba menanamkan pemahaman ini langsung ke dalam jiwanya.

Tian mengangguk perlahan, mencoba merasakan apa yang dimaksud Wu Lei. Dia mengulangi gerakannya, kali ini lebih hati-hati, lebih peka terhadap setiap perubahan kecil di dalam dirinya. Dia mulai merasakan sesuatu, sebuah energi yang mengalir melalui tubuhnya, sebuah kekuatan yang lebih dalam dari sekadar otot dan tulang. Getaran itu nyata, halus namun kuat, seperti angin yang berhembus lembut namun bisa menggoyahkan pohon yang besar.

Wu Lei tersenyum tipis, melihat perubahan di dalam muridnya. "Bagus, Tian. Kau mulai mengerti. Kekuatan sejati berasal dari dalam. Lanjutkan."

Latihan berlanjut, dengan setiap gerakan semakin mengalir, semakin alami. Tian merasa seolah-olah tubuhnya bergerak dengan sendirinya, dipandu oleh energi yang tak terlihat namun kuat. Dia merasa seperti air yang mengalir, mengikuti arus namun tetap memiliki kekuatan untuk mengubah arah kapan saja. Setiap gerakan menjadi lebih dari sekadar latihan; itu adalah manifestasi dari dirinya sendiri, perpaduan antara tubuh, pikiran, dan jiwa.

Di saat Tian mulai merasa nyaman dengan kemajuannya, Wu Lei menghentikannya. "Sudah cukup untuk hari ini."

Tian terkejut, merasa latihan baru saja dimulai. "Mengapa? Aku masih bisa melanjutkan."

Wu Lei menggeleng, matanya penuh kebijaksanaan. "Latihan bukan hanya tentang kekuatan fisik. Kau harus memberi waktu bagi pikiranmu untuk mencerna apa yang telah kau pelajari. Besok kita akan melanjutkan."

Tian mengangguk, meski dengan sedikit kekecewaan. Dia tahu Wu Lei benar, tapi semangatnya masih membara, masih ingin terus maju. Namun, dia juga menyadari bahwa pelajaran hari ini bukan hanya tentang teknik, tetapi tentang memahami batasan diri dan pentingnya merenung untuk tumbuh lebih kuat.

Saat Tian hendak pergi, Wu Lei memanggilnya sekali lagi. "Ingatlah, Tian. Perjalanan ini baru saja dimulai. Kau telah mengambil langkah awal, tapi jalan di depan masih panjang dan penuh tantangan. Bersiaplah."

Tian mengangguk dengan tegas, menyadari bahwa tantangan yang sebenarnya baru saja dimulai. Dia meninggalkan tempat latihan dengan hati yang lebih ringan, namun pikirannya penuh dengan apa yang akan datang selanjutnya. Ada semangat yang baru dalam dirinya, semangat yang menyala seperti api yang takkan padam.

Malam itu, di bawah langit yang dipenuhi bintang, Zhao Ming berdiri di sebuah bukit, menatap ke kejauhan. Angin malam berhembus, membawa kabar yang tak diinginkan. Dengan sorot mata yang tajam, Zhao Ming mendengar kabar yang menghancurkan kedamaiannya—Tian sedang dilatih oleh Wu Lei.

"Jadi, kau memutuskan untuk melawanku dengan bantuan Wu Lei?" gumam Zhao Ming, tangannya mengepal kuat, kemarahan mulai membara dalam dirinya. Amarahnya menggelegak seperti gunung berapi yang siap meletus. "Jika itu yang kau inginkan, Tian, maka kau akan mendapatkannya."

Zhao Ming menatap ke arah di mana Tian berlatih, seolah-olah bisa melihatnya dari kejauhan. "Ini belum berakhir, Tian. Ini baru permulaan." Dengan itu, dia berbalik dan menghilang ke dalam kegelapan, meninggalkan ancaman yang menggantung di udara, menggetarkan malam yang sepi dengan kesunyian yang menakutkan.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel