Ringkasan
Dalam dunia penuh dengan kekuatan dan keajaiban, Tian Liang adalah seorang pemuda lemah yang selalu dipandang rendah oleh keluarganya sendiri. Hidupnya penuh dengan kehinaan, dan keberuntungan seolah tidak pernah berpihak padanya. Namun, ketika dia menemukan rahasia kuno yang tersembunyi dalam darahnya, Tian menyadari bahwa kekuatannya selama ini terpendam dalam-dalam. Berpura-pura tetap lemah untuk melindungi dirinya dari musuh-musuh yang mengintai, Tian memulai perjalanan penuh lika-liku. Dia meningkatkan kekuatan melalui latihan yang gigih, menguasai keterampilan kuno yang hanya dimiliki oleh sedikit orang. Ketika dia semakin kuat, musuh-musuhnya mulai merasakan ketakutan yang mendalam, tapi mereka tidak tahu bahwa kekuatan sebenarnya dari Tian masih tersembunyi. Mampukah Tian Liang mengubah nasibnya dan berdiri sebagai pemenang di dunia yang kejam ini? Ataukah dia akan terjerumus lebih dalam ke dalam kegelapan yang menyelimuti hatinya?
Bab 1: "Jejak yang Hilang"
Di tengah kerumunan elit yang bergoyang dalam tarian dan canda, Tian berdiri tertegun, wajahnya merah merona di bawah tatapan tajam dan sindiran. Dia adalah sosok yang jelas-jelas berbeda—seorang pemuda miskin yang berani menginjakkan kakinya di tempat yang hanya diperuntukkan bagi mereka yang lahir dari garis keturunan biru. Angin malam menyapu lembut, tetapi Tian merasakan panas yang membakar di pipinya, bertolak belakang dengan suhu dingin malam.
"Anak si pengemis ini berani-beraninya datang ke sini," suara seseorang dari kerumunan terdengar lantang, mencemooh. "Apa dia pikir kakinya yang kotor layak menginjak tempat ini? Tempat mulia yang hanya pantas untuk mereka yang lahir dengan darah biru, bukan darah hina sepertinya!"
Tian menunduk, merasakan panas di pipinya yang berbanding terbalik dengan dingin malam itu. Hinaan itu terus menghujani telinganya seperti hujan badai yang tak kunjung reda.
"Lihatlah dia," suara lain menambahkan dengan tawa mengejek, "Bahkan bayangannya pun tidak pantas menyentuh lantai marmer ini! Dia lebih cocok tinggal di dalam got bersama tikus-tikus jalanan!"
"Anak haram ini benar-benar tak tahu diri!" Suara ketiga muncul, lebih pedas. "Kehadirannya di sini mencemari udara, sama seperti ibunya yang tak berguna itu mencemari dunia dengan kelahirannya. Seharusnya dia dibuang saja bersama sampah yang membesarkannya!"
"Tengoklah wajahnya yang kumal itu," suara lainnya menimpali, "Bahkan cermin pun akan retak jika memantulkan bayangan hinanya! Darah murahan yang mengalir di tubuhnya hanya pantas mengalir di selokan, bukan di antara kita yang berdarah mulia!"
"Dia seharusnya berlutut di hadapan kita, bukan berdiri sejajar!" teriak seseorang, "Siapa dia yang berani mengangkat wajahnya di hadapan kita? Wajah yang lebih pantas diinjak-injak daripada dilihat!"
Wajah-wajah arogan itu menatapnya seolah-olah dia adalah kotoran yang harus segera disingkirkan. "Kau berpikir bisa menjadi bagian dari keluarga ini? Berkacalah dan jangan bermimpi!" seseorang berbisik di telinganya, suaranya tajam seperti bilah pedang, menancap dalam-dalam di hatinya yang rapuh. "Kau hanya sebutir debu yang terhempas angin! Mimpi saja tak cukup untuk melawan takdir, Tian Liang."
"Cih! Bahkan seandainya kau mandi seratus kali pun, bau kemiskinan itu tak akan hilang dari tubuhmu!" Hinaan itu terus bergema di sekelilingnya, menyerang dari segala arah. "Kau ini hanya beban bagi dunia, parasit yang menghisap belas kasihan orang lain untuk bisa bertahan hidup!"
"Jika kalian berpikir hinaan kalian bisa menghancurkan aku," Tian berusaha menjelaskan, suaranya serak, "Kalian salah besar. Aku mungkin tidak lahir dari darah biru, tapi keberanian dan tekadku lebih berharga daripada apa pun yang kalian miliki."
Salah satu dari orang yang menghinanya tertawa sinis, "Berani sekali kau bicara, minta dihajar kau. Terima pukulan ini!"
Tubuh Tian membungkuk di bawah hujan pukulan yang menghujam. Setiap tamparan adalah sebuah saksi dari rasa malu yang mendalam, meninggalkan jejak biru di wajahnya, darah bercampur dengan air mata yang tak tertahan. Di tengah kekacauan, dia mencoba berbicara, tapi suaranya tak terdengar di antara sorak-sorai kebencian yang menyelimuti dirinya.
Tian merasa dunianya runtuh. Takdir, kata itu bergema di dalam kepalanya, menghantam kesadarannya dengan kejam. Benarkah takdir begitu kejam padanya? Ataukah memang dia yang terlalu lemah untuk melawannya?
Saat malam semakin larut dan tamu-tamu mulai meninggalkan pesta mewah itu, Tian yang merasa dirinya tak lebih dari bayangan samar di tengah gemerlap cahaya, mulai melangkah menjauh. Setiap langkah terasa berat, seolah-olah beban dunia menindih pundaknya. Tetapi di balik kesunyian itu, ada sesuatu yang aneh—sebuah kilatan cahaya dari dalam hutan di dekat rumah besar itu menarik perhatiannya.
"Apa itu?" Tian berbisik pada dirinya sendiri, rasa penasaran mulai menggantikan rasa malu yang menggerogoti hatinya. Kilatan itu seperti panggilan, seperti suara sunyi yang memintanya untuk mendekat.
Dengan langkah-langkah yang ragu tetapi penuh harap, Tian mengikuti sumber cahaya itu. Hutan di depan matanya tampak seperti labirin yang tak berujung, penuh dengan kegelapan yang seolah-olah ingin menelannya. Namun, di balik semua itu, cahaya misterius tersebut terus memanggilnya, membuatnya semakin dalam terperangkap dalam rasa ingin tahu.
Tian menembus pepohonan yang tinggi menjulang, dedaunan yang bergemerisik di atas kepalanya seperti bisikan-bisikan rahasia yang tak mampu dia pahami. Hingga akhirnya, di tengah-tengah hutan yang lebat, Tian menemukan sebuah gulungan kuno, tergeletak di atas tanah yang lembap.
Gulungan itu terlihat tua dan rapuh, namun ada sesuatu yang aneh memancar darinya, sebuah aura misterius yang seolah-olah memanggil Tian untuk membuka rahasianya. "Apa ini?" Tian bertanya-tanya, perasaan takut dan penasaran bercampur menjadi satu. Tanpa sadar, tangannya terulur, mengambil gulungan itu dengan hati-hati.
Ketika gulungan itu terbuka, tulisan-tulisan kuno yang terukir di dalamnya mulai bersinar, seolah-olah ada kekuatan besar yang terperangkap di dalamnya dan kini siap untuk dilepaskan. Kata-kata dalam bahasa yang tak dia mengerti mulai membentuk pola-pola di pikirannya, seolah-olah berusaha memberitahunya sesuatu.
"Ini adalah rahasia keluargamu," suara dalam hati Tian bergema, "Rahasia yang telah lama tersembunyi dari dunia, yang akan mengubah nasibmu selamanya."
Tian tersentak mundur, jantungnya berdegup kencang. Rahasia keluarganya? Bagaimana mungkin? Dia hanyalah seorang pemuda miskin, tanpa nama besar, tanpa harta, tanpa kekuatan. Namun, di dalam gulungan ini, ada sesuatu yang lebih besar dari dirinya—sebuah kekuatan yang mampu mengubah segalanya.
"Aku harus mencari tahu," Tian berbisik pada dirinya sendiri, tekad mulai tumbuh di dalam hatinya. "Aku harus mengetahui kebenaran tentang siapa aku sebenarnya."
Dengan gulungan itu di tangannya, Tian menyadari bahwa hidupnya tak lagi sama. Malam itu bukan sekadar malam yang penuh dengan penghinaan dan cemoohan, tetapi adalah malam di mana nasibnya mulai berubah.
"Kau tak akan bisa lari dari takdirmu, Tian Liang," suara lain berbisik dalam pikirannya, tetapi kali ini, Tian tidak takut. Dia akan menghadapi takdirnya, apapun yang terjadi.
Malam yang dingin itu menjadi saksi awal dari perjalanan panjang Tian, perjalanan yang akan membawanya ke dalam dunia yang penuh dengan misteri dan bahaya, di mana setiap langkahnya akan menentukan masa depannya. Gulungan kuno itu adalah kunci, dan Tian kini memiliki kekuatan untuk membuka pintu menuju takdir yang telah lama tersembunyi dari pandangannya.
Dengan tekad yang baru, Tian menatap ke depan, ke arah hutan yang gelap dan jalan yang belum dia ketahui. Dia tahu, ini baru permulaan—permulaan dari sesuatu yang lebih besar, sesuatu yang akan menguji batas kemampuannya, sesuatu yang akan menentukan apakah dia layak untuk menentang takdir yang telah digariskan untuknya.
"Aku tidak akan mundur," Tian berbisik, suaranya penuh dengan keyakinan yang baru ditemukan. "Aku akan menemukan rahasia ini, dan aku akan menunjukkan kepada dunia siapa Tian Liang yang sebenarnya."