Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 6: "Bayangan Masa Lalu"

Wu Lei berdiri di tepi jurang, memandangi bayangan kota yang tampak samar di kejauhan. Gemerlap lampu kota yang biasa memberi kesan kehidupan, malam ini hanya terasa seperti sebuah paradoks dari dunia yang tak pernah mengerti kesakitannya. Angin malam yang dingin berdesir, menyapu wajahnya dengan kelembutan yang menyembunyikan kekejaman. Seperti sentuhan kematian yang selalu mengintai dalam setiap desahan napas. Seakan-akan angin itu membawa pesan dari masa lalu, membisikkan kegelapan yang terus menggerogoti hatinya yang sudah lama hancur.

Setiap langkah yang diambil Wu Lei terasa berat, seolah-olah beban yang ia bawa bukan hanya fisik, melainkan juga spiritual, menghantam jiwanya yang penuh luka. Beban itu menghancurkan setiap pijakan yang ia buat, menciptakan celah-celah dalam dirinya yang sulit untuk ditambal. Langkahnya tidak lagi ringan, tidak lagi penuh keyakinan. Ia adalah pria yang telah kehilangan kompasnya, tersesat dalam pusaran kenangan yang terus menghantuinya.

Malam itu, seperti malam-malam sebelumnya, bayangan masa lalunya kembali mengejar, memaksanya untuk menghadapi luka-luka yang belum sepenuhnya sembuh. Luka-luka itu seperti noda yang tidak bisa hilang, meski ia mencoba sekuat tenaga untuk melupakannya. Tian, sosok yang kini menjadi targetnya, adalah bayangan dari masa lalu yang tak pernah ia duga akan muncul lagi. Tian bukan sekadar nama dalam daftar tugas, dia adalah penghubung antara masa lalu dan masa kini, sebuah jembatan yang tak bisa dihindari, yang harus dilalui meski dengan risiko terjatuh ke dalam jurang penyesalan yang tak berujung.

Wu Lei mengepalkan tinjunya, mencoba meredam amarah yang sudah lama ia pendam, seperti api yang tak pernah padam, hanya tertutup oleh abu. "Mengapa dia?" pikirnya, sebuah pertanyaan yang menggema di dalam kepalanya, berulang-ulang seperti mantra yang tak pernah menemukan jawabannya. Malam yang seharusnya membawa kedamaian, kini menjadi saksi dari kebingungan dan rasa sakit yang menjeratnya.

Di tengah keheningan yang nyaris tak tertahankan, sebuah suara lembut namun penuh wibawa memecah suasana, membawa Wu Lei kembali ke realitas yang menakutkan. “Tian adalah penghalang, dan kamu tahu apa yang harus dilakukan, Wu Lei,” kata suara itu, dingin dan tanpa emosi, seperti es yang menutup pintu hatinya. Wu Lei menoleh dan melihat seorang pria berbaju hitam berdiri di sampingnya, seakan-akan terbuat dari bayang-bayang malam itu sendiri. Pria itu adalah pemberi tugas, pemilik dari setiap nyawa yang diambil Wu Lei. Tatapannya kosong, matanya memancarkan kegelapan yang tidak mengenal belas kasih.

“Dia bukan hanya sekadar target,” gumam Wu Lei, kata-katanya nyaris tak terdengar, penuh dengan keraguan yang perlahan-lahan menggerogoti keyakinannya. Namun, pria itu menatapnya dengan tatapan yang tajam, tanpa ada sedikit pun simpati dalam matanya. “Setiap orang punya alasan untuk hidup, tapi tugasmu adalah memastikan alasan mereka berakhir,” kata pria itu dengan nada tegas, seperti hakim yang menjatuhkan vonis mati tanpa memberi ruang untuk banding.

Wu Lei terdiam, pikirannya kembali melayang ke masa lalu yang kelam, penuh dengan kenangan yang ingin ia hapus tapi tak pernah bisa. Keluarganya yang hancur karena ambisi yang salah, keputusan-keputusan yang salah arah, dan kini, beban yang ia pikul semakin berat. Setiap detik terasa seperti tekanan yang semakin menghimpit, membawa Wu Lei semakin dekat ke tepi jurang, baik secara fisik maupun emosional. Tian adalah bagian dari masa lalu itu, bagian yang tidak bisa ia tinggalkan begitu saja. Setiap langkah menuju pembunuhan ini adalah langkah menuju kebangkrutan jiwanya sendiri, seperti menyusun batu bata yang akan menjadi dinding penjara bagi dirinya sendiri.

Di sisi lain, Tian merasakan sesuatu yang ganjil malam itu. Bayangan masa lalu yang selama ini ia coba lupakan, tiba-tiba muncul kembali, seperti bayangan gelap yang mengejarnya dalam mimpi buruk yang tak pernah berakhir. Ia merasakan hawa dingin yang aneh, seakan-akan seseorang tengah mengincarnya dari kegelapan yang tak terlihat. Di ruang kerja yang sunyi, Tian menatap foto keluarganya yang sudah lama ia simpan di sudut meja, sebuah memento dari masa yang tak akan pernah kembali. Wajah-wajah dalam foto itu tampak seperti hantu yang menatapnya, menuntut jawaban atas dosa-dosa yang ia lakukan di masa lalu.

“Masa lalu tidak pernah benar-benar berlalu,” bisik Tian pada dirinya sendiri, mencoba menghibur dirinya dengan keyakinan bahwa ia bisa menghadapi apa pun yang datang. Namun, saat ini, ada rasa takut yang menggerogoti keberaniannya, meruntuhkan pertahanan yang selama ini ia bangun dengan susah payah. Setiap detik yang berlalu terasa seperti bom waktu yang siap meledak kapan saja, menghancurkan segala sesuatu yang ia pertahankan.

Ketegangan semakin meningkat seiring Wu Lei mendekati targetnya. Setiap gerakan, setiap napas, terasa berat, dipenuhi keraguan dan kebencian yang bercampur aduk dalam hatinya. Di satu sisi, ia tahu tugas ini harus diselesaikan, tidak ada jalan lain. Namun di sisi lain, bayangan masa lalu Tian yang terhubung dengan dirinya, membuatnya goyah, seperti akar pohon yang menjerat langkahnya, membuatnya sulit untuk bergerak maju. Bagaimana mungkin ia bisa mengeksekusi seseorang yang pernah menjadi bagian dari hidupnya, yang pernah ia percayai?

Namun, pria di balik bayang-bayang itu tidak memberi Wu Lei pilihan lain. “Jangan biarkan perasaan menghalangimu, Wu Lei. Masa lalu adalah sesuatu yang harus kau hapus, bukan dipelihara,” kata pria itu, suaranya tajam seperti pisau yang mengiris setiap keraguan dalam hati Wu Lei.

Wu Lei mengepalkan tinjunya, kali ini lebih erat, seakan mencoba menahan seluruh dunia dari runtuh di sekelilingnya. “Aku mengerti,” gumamnya dengan suara berat, mencoba meyakinkan dirinya sendiri bahwa ini adalah satu-satunya jalan. Tanpa menunggu lebih lama, ia menghilang ke dalam kegelapan, menuju ke tempat di mana Tian berada.

Tian, tanpa sadar akan ancaman yang mengintai, terus memandangi foto keluarganya. Sebuah suara di dalam dirinya terus berbisik, mengingatkan akan dosa-dosa yang tidak bisa ia hapus, seperti tinta yang menodai kertas putih kehidupannya. Ia tahu, suatu saat bayaran untuk semua kejahatannya akan datang, dan mungkin malam ini adalah saatnya. Namun, meskipun ia tahu, ia tetap berharap bahwa ia bisa menghadapinya dengan kepala tegak.

Tiba-tiba, suara langkah terdengar dari luar pintu, memecah keheningan yang sebelumnya menenangkan. Tian tersentak, hatinya berdegup kencang, setiap detik terasa seperti tarikan napas terakhir. Pintu terbuka, dan sosok yang ia kenal muncul di hadapannya. Wu Lei berdiri di sana, dengan wajah tanpa ekspresi namun mata yang penuh dengan kegelapan, seperti malaikat maut yang datang menjemput jiwa yang tersesat.

“Kita bertemu lagi, Tian,” kata Wu Lei dengan suara rendah namun tajam, setiap kata seperti pisau yang menusuk hati Tian. Tian terdiam, terkejut sekaligus takut, hatinya tenggelam dalam kepanikan yang tak bisa ia kendalikan. Ini adalah sosok yang pernah ia percayai, namun kini berdiri di hadapannya sebagai pembawa maut.

Wu Lei melangkah mendekat, perlahan namun pasti, mengangkat pistol yang ia bawa. Namun, sebelum ia menarik pelatuk, sebuah suara dari masa lalu menghentikannya. “Wu Lei, ingat siapa dirimu sebenarnya,” suara itu menggema dalam benaknya, menghancurkan ketegasan yang sebelumnya ia miliki. Ia terdiam, menatap Tian yang kini tak berdaya, dan bayangan masa lalu mereka bersama kembali terlintas. Ia tahu, jika ia melakukan ini, tidak akan ada jalan kembali.

Di titik kritis ini, Wu Lei berdiri di persimpangan antara balas dendam dan penebusan. Namun, malam itu, keputusan yang ia buat akan menentukan takdirnya dan takdir Tian. Satu tarikan pelatuk bisa menghancurkan segalanya, tetapi satu pilihan untuk tidak melakukannya bisa mengubah semuanya.

Wu Lei menatap Tian sekali lagi, mencoba mencari jawaban di dalam dirinya. Apa yang lebih kuat, dendam atau harapan? Kegelapan atau cahaya? Dan di saat-saat penuh ketegangan itu, dengan tangan yang gemetar, ia membuat pilihan yang akan menghantui hidupnya selamanya. Namun sebelum keputusan itu terealisasi, sebuah bayangan dari masa lalu muncul, mengguncang keduanya ke inti terdalam dari keberadaan mereka, menghentikan waktu dan memaksa mereka untuk menghadapi kebenaran yang tidak pernah mereka duga akan muncul kembali.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel