Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 5: Kebangkitan

Dalam keheningan malam yang mencekam, hanya terdengar suara gemerisik angin yang menusuk, seolah mempersiapkan panggung bagi tragedi yang akan terjadi. Bayangan-bayangan di sekitar Tian bergerak perlahan, seakan memberi ruang bagi sebuah peristiwa yang akan mengubah segalanya. Tiba-tiba, tanpa peringatan, kilatan pisau melesat dengan kecepatan mematikan, menembus udara malam yang pekat dan langsung menuju ke arah Tian.

"Sling!!"

Tian, dengan reflek yang terlatih, melompat ke samping, berusaha menghindari serangan mematikan itu. Namun, meski gerakannya cepat, ia tak sepenuhnya lepas dari bahaya. Pisau itu menyayat lengan kirinya, meninggalkan luka tipis namun dalam. Darah merah segar mulai merembes keluar, mengalir pelan dan menyatu dengan bayang-bayang malam yang seakan turut merasakan sakit yang sama.

Namun, Tian bukanlah orang yang mudah gentar. Baginya, rasa sakit adalah teman lama, sesuatu yang sudah ia kenal dan pelajari sejak lama. Matanya menyipit, penuh dengan kemarahan yang berusaha ia kendalikan. "Siapa kau?" tanyanya, suaranya tenang namun penuh ancaman yang tersembunyi. Di balik ketenangan itu, ada amarah yang siap meledak kapan saja.

Bayangan di hadapannya tertawa dingin, suara tawa yang begitu menyeramkan hingga terasa menusuk tulang. "Aku adalah bayangan yang dikirim untuk menghapusmu dari dunia ini, Tian," jawabnya dengan nada yang begitu dingin, seolah nyawa manusia tak lebih dari selembar kertas yang mudah saja dihancurkan.

Tian mengerutkan kening, matanya berusaha menembus kegelapan untuk mengenali sosok di hadapannya. Dan ketika suara itu menggema di telinganya, hatinya tertegun. Ia mengenali suara itu, suara yang pernah mendatangkan teror dalam hidupnya. "Kau... Aku seharusnya tahu bahwa kau tak akan tinggal diam," gumamnya, penuh dengan kesadaran akan bahaya yang kini dihadapinya.

Bayangan itu melangkah keluar dari kegelapan, menampilkan sosok seorang pembunuh bayaran yang begitu dingin dan kejam, seseorang yang pernah menjadi momok dalam kehidupan Tian. "Kau salah besar jika berpikir bisa melarikan diri dari takdirmu, Tian. Kau hanyalah pion dalam permainan besar ini," ujar pembunuh itu, nadanya meremehkan, seakan Tian tidak lebih dari sekadar penghalang kecil dalam rencana besar yang sedang dijalankan.

Tian mengepalkan tangannya, merasakan darah panas yang mengalir cepat di dalam nadinya, memompa kemarahan yang membara di dalam dadanya. "Aku mungkin pion, tapi aku tidak akan membiarkan diriku dimatikan begitu saja," balasnya dengan tegas. Matanya memancarkan tekad yang tak tergoyahkan, seperti bara api yang baru saja tersulut oleh angin yang kencang.

Pertarungan itu pun dimulai. Kilatan pisau dan pukulan yang tajam menghiasi malam yang sunyi, menciptakan simfoni kematian yang mencekam. Tian bergerak dengan gesit, menghindari setiap serangan dengan ketepatan yang luar biasa. Keringat bercucuran dari dahinya, mengalir turun melewati wajahnya, tetapi ia tak membiarkan lelah menguasainya. Pembunuh bayaran itu menyerang tanpa henti, penuh dengan niat untuk mengakhiri nyawa Tian, namun Tian terus bertahan, meski setiap gerakan terasa semakin berat.

Dengan sebuah pukulan keras, pembunuh itu berhasil menjatuhkan Tian ke tanah. Tubuhnya terhempas ke atas tanah yang keras, namun matanya tetap memancarkan semangat yang tak padam. Rasa sakit di seluruh tubuhnya hanyalah pemicu untuk bangkit lebih kuat, sebuah pengingat bahwa ia masih hidup dan masih bisa melawan.

"Sekarang mati, Tian," bisik sang pembunuh bayaran, menekan pisau ke leher Tian dengan kekuatan yang mematikan.

Tian merasakan ujung pisau yang dingin menyentuh kulitnya, namun bukan ketakutan yang muncul, melainkan keberanian yang menderu. Dalam satu gerakan yang tak terduga, Tian meraih batu di dekatnya dan menghantamkan ke kepala pembunuh itu dengan sekuat tenaga. Pembunuh itu terhuyung-huyung, terkejut oleh serangan yang tiba-tiba, memberi Tian kesempatan untuk bangkit kembali.

"Ini bukan akhirku," ujar Tian, suaranya menggelegar seperti guntur di tengah malam yang sunyi. "Aku akan bertahan, apapun yang terjadi."

Dengan seluruh kekuatan yang tersisa, Tian meluncurkan serangan balik yang penuh dengan kemarahan dan dendam yang telah terpendam lama. Setiap pukulan yang ia lepaskan mengandung keputusasaan dan kemarahan yang selama ini tersembunyi di dalam dirinya. Pembunuh itu terkejut, tak menyangka bahwa Tian yang ia kira lemah bisa melawan dengan begitu ganas. Dan dalam satu gerakan cepat, Tian berhasil merebut pisau dari tangan pembunuh itu dan menancapkannya ke dada musuhnya.

Darah mengalir deras dari tubuh pembunuh itu, matanya terbelalak tak percaya akan apa yang baru saja terjadi. "Ini... tidak mungkin..." gumamnya dengan suara serak sebelum tubuhnya terjatuh ke tanah, meninggalkan Tian yang berdiri dengan napas tersengal-sengal, dilumuri darah musuhnya.

Namun, ini bukanlah kemenangan yang manis bagi Tian. Meskipun ia telah mengalahkan musuhnya, hatinya terasa kosong. Kemenangan ini terasa pahit, sebuah pengingat bahwa pertempuran ini hanyalah permulaan dari perang yang lebih besar dan lebih mengerikan. Tian merasakan beban yang luar biasa di dadanya, seakan dunia telah berubah menjadi tempat yang lebih gelap dan kejam.

"Aku bersumpah," ujar Tian dengan suara rendah yang penuh kebencian, "Aku akan membalas dendam pada mereka yang telah menindasku. Kalian semua akan merasakan sakit yang sama seperti yang telah kalian berikan padaku."

Tian berdiri di atas tubuh musuhnya yang sudah tak bernyawa, dikelilingi oleh kegelapan malam yang semakin pekat. Matanya menatap lurus ke depan, penuh dengan tekad yang tak tergoyahkan. Namun, jauh di dalam hatinya, ia menyadari bahwa dendam ini mungkin akan membawanya pada kehancuran yang lebih besar. Tapi itu adalah risiko yang siap ia tanggung, demi harga diri dan keadilan yang selama ini direnggut darinya.

Di tengah malam yang sunyi, Tian menatap ke arah cakrawala yang jauh, seolah mencari jawaban dari kegelapan yang mengelilinginya. Masa depan yang penuh dengan bahaya dan pengkhianatan menantinya, namun Tian tidak lagi merasa takut. Dengan hati yang penuh tekad, ia melangkah maju, meninggalkan mayat musuhnya di belakang, dan menuju ke arah takdir yang menantinya. Bagi Tian, malam ini bukanlah akhir, melainkan awal dari perjuangan panjang yang takkan pernah ia hindari.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel