Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Part 9. Maafkan Mama Nak

Seingat ku, tidak ada pengeluaran yang cukup besar dari rekening Paul belakangan ini.

Sepertinya kali ini Mama Ranti menggunakan uangnya sendiri untuk biaya pelesiran nya ke Eropa.

"Sama siapa Ma, Mama berangkat nya?" Aku berusaha menyambung obrolan.

"Sama temen-temen arisan Mama. Nih liat, ini Mama foto sama temen Mama. Dia dulu istri pejabat pemerintah. Nah nanti kita ke Eropa bareng." Dengan bangga Mama Ranti menunjukkan foto teman-temannya di galeri ponsel miliknya.

"Kalau yang ini anaknya direktur di perusahaan asing. Ini anaknya juga direktur. Ini mereka semua jalan-jalan dibiayai lho sama anak-anaknya yang udah sukses itu."

Aku menatap wajah ibu mertuaku sekilas. Setahuku, Paul juga selalu membayari biaya perjalanan Mama Ranti.

"Kita rencana ke empat negara, tapi pake private tour guide sama nginep di hotel yang bagus. Jadi ya agak mahalan. Yah untung ada Paul, jadi Mama bisa ikutan." Senyuman cerah Mama Ranti mengembang.

"Oh. "

Aku hanya bisa memaksakan senyuman di wajah, Paul sama sekali tidak bercerita soal ini.

Kini aku mulai sedikit cemas, dari mana Paul mendapatkan uang? Seingatnya tidak ada mutasi dalam jumlah besar di rekening-rekening Paul. Ia baru saja mengecek transaksi mutasi di setiap rekening Paul dan tidak menemukan pengeluaran dalam jumlah besar.

Apa Paul menggunakan kartu kreditnya?

"Suami kamu itu Royal banget Jadi Mama bisa jalan-jalan." Ujar Mama Ranti sambil tersenyum senang.

"Iya Ma." Aku Pun turut tersenyum.

"Kamu mau oleh-oleh apa?"

"Nggak usah Ma."

"Temen-temen Mama pada pamer, dikasih uang jajan berapa sama anak-anaknya." Mama Ranti lagi-lagi memancing emosiku

"Masa ada yang dibawain tiga ratus juta, cuma buat shopping, belum termasuk akomodasi lho ya. Temen Mama yang anaknya jadi direktur perusahaan asing itu. Nih liat, dia pake kalung berlian segede ini. Itu dibeliin anaknya yang direktur itu." Mama Ranti menunjukkan kalung temannya di dalam foto.

Hati ku sedikit panas. Entah mengapa aku merasa Paul selalu dibanding-bandingkan.

Padahal menurut ku, apa yang diberikan Paul selama ini juga sangat banyak.

"Memangnya Paul kasih berapa Ma?" Aku akhirnya tidak tahan untuk bertanya.

Mama Ranti tertawa sambil mengusap pelan lengannya. "Yah cukuplah. Udah cukup, Paul itu memang selalu ngerti kebutuhan mama."

Aku kini merasa Mam Ranti mengecilkan pemberian Paul.

Dalam hati menyimpan protes. Kenapa tuntutan itu selalu dialamatkan hanya kepada Paul. Kenapa Mama Ranti tidak pernah bersikap sama terhadap Arsy? Malah Mama Ranti terkesan tidak ingin menggunakan uang Arsy sedikit pun.

Tetapi mengapa Mama Ranti selalu bisa demikian tega menuntut Paul?

Yang membuat aku merasa sedih, ini semua hanya demi gaya hidup dan Mama Ranti membanding-bandingkan Paul di hadapanku.

Padahal Aku tahu bagaimana selama ini Paul memanjakan Mama Ranti.

"Ma, kalo kurang bilang aja. Nanti Nayla yang ngomong sama Paul," ucap ku dengan senyuman tertahan. Emosi ku mulai terbawa.

"Jangan. Udah cukup lah itu."

Aku hanya menghela napas dengan perlahan saat berusaha menekan rasa marahku.

Setelah berbicara dengan mama Mertua ,aku menghampiri Paul yang duduk bersama Mayangsari dan Mahardika di ruang TV.

"Mama mana?" tanya Paul, saat aku yang duduk di sampingnya.

"Sama Madewa di belakang."

Paul kembali menatap televisi.

"Paul, boleh aku nanya sesuatu?"

"Apa?" Paul menatapku dengan sisa senyuman di wajahnya.

"Tadi Mama cerita mau ke Eropa."

Senyuman Paul perlahan memudar.

"Kata Mama, kamu yang bayarin. Aku nggak pa-pa kok. Bener. Tapi kenapa kamu nggak cerita sama aku?"

"Kita omongin nanti ."Paul melirik ke arah pintu dimana mama mertuaku berjalan masuk ke arah kami.

" Bunda,kita kapan ke rumah Wa Dheki...?" Tanya Mayangsari.

Mereka pasti ga betah disini.

" Ehmmm, ya udah yuk sekarang aja ...!" Jawabku sambil menoleh pada Paul yang terlihat enggan untuk berdiri.

" lhoooo mau pada kemana ..?" Tanya mama Ranti.

" Mau ke rumah A Dheki Mam, lagian disini anak anak seperti nya ga betah." Jawabku mengatakan yang sebenarnya.

Paul mendongakkan kepalanya menatapku.

" Madewa disini kan...?" Tanya Mama Ranti.

" Iya Mam, Paul disini kok." Jawabku.

Mayangsari dana Mahardika sudah menggeret koper kecil mereka dari dalam kamar tamu.

" Kak Mayang mau kemana...?" Tanya Mahadewa yang berlari dari luar di ikuti Arsy dan Fensya.

" Mau nginap di rumah Uwak Dheki." Jawab Mayang.

Aku pun beranjak dan mengambil koper ku. Dan meninggalkan koper Paul.

Namun baru beberapa langkah,Paul masuk dan menutup pintu kamar.

"Aku jelasin yang tadi." Ujar Paul mengajak ku duduk di tepi ranjang.

Aku menghela napas sejenak.

"Iya aku yang bayarin Mama. Kamu tenang aja. Aku nggak ambil uang dari rekening yang kamu pegang kok." Ujar Paul.

"Ambil aja nggak pa-pa. Itu uang kamu," tukas ku cepat. "Itu uang kamu dan aku nggak ada hak ngelarang kamu. Silahkan kamu pake. Aku cuma minta kamu jujur ke mana aja aliran uang itu. Cuma itu. Aku nggak pernah larang kamu."

Paul menghembuskan napas berat.

Paul sudah tahu kalau aku tidak akan melarangnya. Tetapi ia sulit jujur soal pengeluarannya untuk Mama Ranti dan Fensya, yang begitu sering.

"Oke. Lain kali aku bilang." Ujar Paul sepertinya tidak ingin memperpanjang masalah ini meski luar biasa dilema.

Paul sepertinya sedikit menyesalkan kenapa Mama Ranti harus menceritakan soal ini kepada ku.

"Kenapa kamu nggak bilang yang soal ini?"Aku bertanya karena ingin tahu alasan Paul.

" Udahlah, itu urusan aku. Yang penting di rekening yang aku titipin ke kamu, uangnya utuh nggak aku otak-atik."

"Paul...?. Kamu dapet uang darimana?" Aku menatapnya dengan cemas. Tentu saja aku takut. Lebih baik Paul bersikap jujur dan menggunakan uang dari rekening yang dititipkan kepadanya.

"Udahlah. Itu urusan aku."

"Paul, aku pikir kita terbuka satu sama lain. Kenapa kamu jadi tertutup soal ini?"

"Aku bingung!" jawab Paul dengan nada meninggi. "Kalian sama-sama perempuan penting di hidup aku! Aku nggak mau bikin kalian kecewa apalagi sampai salah paham!" Ujar Paul dengan penekanan di intonasi nya.

"Paul. Aku nggak akan salah paham. Asal jelasin yang bener ke aku. Biar aku ngerti."

"Kamu nggak akan ngerti! Keluarga kamu nggak banyak nuntut kayak Mama dan Fensya! Kamu nggak akan ngerti aku berusaha jaga hubungan di antara kita semua tetep baik-baik aja. Kamu nggak ngerti betapa pusingnya aku berusaha bahagiain semua orang! Aku capek Naylaaaaa!" Aku menatap prihatin melihat Paul yang terlihat sangat tertekan.

Suamiku marah dan kekesalan itu dilampiaskan kepadaku.

"Apa salah aku? Aku cuma tanya," ucap kudengan nada kalem. "Kenapa kamu bentak-bentak aku?"

"Kamu kejar aku terus. Kamu bikin aku ngerasa serba salah."

"Ya udah. Mulai sekarang kamu pegang sendiri rekening kamu. Jangan aku yang ngatur. Aku juga nggak mau tahu semua mutasi di rekening kamu."

"Nayla....? "

"Biar aku selesaikan dulu," tukas ku cepat.

"Kamu sendiri yang dulu minta bantuan aku buat bantu kelola keuangan kamu. Terus sekarang kamu sendiri yang ngerasa keberatan tiap aku nanya. Jadi kamu atur sendiri aja ya? Aku nggak akan nanya-nanya lagi kecuali apa yang menjadi hak aku sama Mahadewa. Mulai sekarang, aku nggak mau tahu sama semua urusan kamu di luar hak aku sama Mahadewa."

"Kamu nggak mau tahu sama semua urusan aku di luar ? Kamu barusan bilang gitu?"

"Kamu nggak jujur sama aku. Daripada kamu bohong, mending aku nggak usah tahu sekalian."

"Fine!" sahut Paul dengan wajah keras.

Aku menghentakkan pegangan koper dan menggeret nya.

" Kamu mau kemana...?" Tanya Paul.

" aku mau menjaga hati Mayangsari dan Mahardika. Mereka disini sama sekali tidak di gubris." Aku sungguh merasa bersalah pada Mayangsari dan Mahardika atas sikap Paul dan Ibunya.

 

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel