Part 8.Semua Terserah Kamu
Setelah satu tahun berlalu, aku berharap Ranti Christensen, ibu mertuaku, akan berubah setelah masalah uang investor akhirnya terselesaikan, meskipun keluarga Christensen harus kehilangan banyak aset. Namun, kekecewaanku semakin besar ketika mengetahui Paul, suamiku, masih saja memenuhi kebutuhan keuangan ibunya dengan diam-diam.
Sebenarnya aku tidak masalah, memang kewajiban anak laki-laki mengurusi ibunya.
Yang ku sesalkan adalah Paul melakukannya diam-diam. Memang tak perlu izin dariku,tapi setidaknya kasih tahu aku lah.
Aku merasa sakit hati saat menemukan bukti transaksi dari rekening bersama kami yang dialihkan ke rekening ibu mertuaku. Aku tidak keberatan jika Paul ingin membantu ibunya, tapi mengapa harus dengan cara seperti ini?
Aku menatap Paul sambil memberikan bank statement.
"Kenapa kamu harus sembunyi-sembunyi memberikan uang pada mama? Apakah kamu merasa perlu menyembunyikan hal ini dariku?"
Paul tampak kaget dan terkejut, ia menundukkan kepalanya dan menarik nafas dalam-dalam.
"Aku tidak bermaksud menyembunyikan ini darimu, sayang. Aku hanya tidak ingin menambah beban pikiranmu," jawabnya dengan suara bergetar.
Aku merasa jengkel mendengar jawabannya, seolah-olah aku bukan bagian dari keluarga ini dan tidak berhak tahu apa yang terjadi.
Aku berusaha menahan air mata, rasanya aku tidak ingin menangis.
Tapi keselnya itu bikin sesak di dada.
"Paul, kita ini suami istri. Kita harus saling terbuka dan jujur satu sama lain. Jangan sembunyikan sesuatu dariku, apalagi soal keuangan keluarga. Apa ini tidak berlebihan .?" Aku menunjukkan nominal yang menurutku sangat tidak wajar.
Paul akhirnya mengangkat wajahnya, matanya berkaca-kaca. "Aku minta maaf, sayang. Aku hanya ingin menyenangkan Mama di hari tuanya," ucapnya dengan suara serak.
Dalam hati, aku berharap Paul akan berubah dan ibu mertuaku Ranti akan menyadari bahwa memaksakan anaknya memberikan uang itu tidak baik.
Setiap Minggu Paul mentransfer lima juta rupiah pada Mama Ranti yang saat ini tinggal di jakarta. Itu belum termasuk uang bulanan lima puluh juta.
Sebenarnya tidak masalah kalau Paul suamiku usahanya sudah stabil.
Sekarang ini Paul selain tetap running bisnis nya, Paul juga bekerja di Ghemchon engineering dengan posisi CEO,memang gajinya lumayan. Tapi yang aku tahu, bukan itu hal yang diinginkan suamiku. Yang tidak terbiasa bekerja pada orang lain.
Diam-diam aku menyimpan pertanyaan.
Apa kali ini Paul juga yang membiayai perjalanan liburan mama? Aku ingin sekali bertanya, tetapi rasanya aku kelewatan kalau terus bertanya masalah keuangan pada Paul.
Aku sama sekali tidak keberatan jika Paul bersikap Royal pada Mama Ranti yang memang ibu kandungnya .
Bagaimana pun juga, Mama Ranti adalah mamanya yang memang sangat dekat dengan Paul.
Lagi pula memang semua uang di rekening atas nama Paul, adalah hak Paul sepenuhnya mau diapakan uang itu.
Paul memang menyerahkan pengelolaan keuangan keluarga kepadaku, akan tetapi aku tidak pernah berniat sedikit pun melarang Paul untuk memberikan uang untuk mama Ranti.
Dan kami sepakat memberikan mama Ranti uang bulanan dan juga uang makan mingguan.
Sementara gaji ARt, sopir dan pengeluaran lainya kmu yang tanggung.
Karena kami tidak mau mama terbebani biaya hidup.
Tetapi akan berbeda jika hal itu Paul berikan Tania sepengetahuanku, walaupun aku tahu Paul banyak rekening pribadi.
Dan aku merasa tidak rela jika Paul terlalu memanjakan Fensya dengan materi, karena Fensya itu sejatinya sudah bisa mencari uang sendiri dan hanya sepupu walaupun memang fensya yang tinggal bersama mama Ranti.
Tapi kenapa Paul tidak mendiskusikannya terlebih dahulu denganku.
***
Liburan Natal kali ini Mama mengundang anak-anaknya berkumpul di rumahnya di Jakarta.
Mama mertua ku katanya bahkan sudah menyiapkan hidangan khusus.
Ini pertama kalinya Mama mertuaku mengundang kami setelah aku rujuk dengan Paul.
Mama mengundang kedua putranya Paul dan Arsy datang untuk merayakan pergantian tahun baru bersama.
Saat kami datang Mama mertuaku, Fensya dan Arsy sedang merokok di teras rumah, saat aku melihat mobil Mercedes berwarna silver diparkir di halaman. Mobil yang tampak besar dan tentu saja prestise.
Luar biasa keren. Salah satu dari koleksi mobil Paul yang dipakai mama mertuaku. Hanya mobil itu yang tidak jual tahun kemaren untuk menyelesaikan masalah mama mertuaku.
Ada empat mobil mewah diparkir disana,aku hanya ingat mobil milik Paul dan mobil lainya aku juga bingung kapan mama membelinya setelah huru hara yang investor.
" Mobil siapa itu..? Tanyaku pada Paul yang terlihat sedikit gugup.
Kami sendiri dijemput oleh sopir nya A Dheki dari airport.
" Oh itu yang merah mobilnya Fensya,.." Paul menunjuk BMW sport berwarna merah.
Aku sebenarnya ga aneh dengan Fensya yang selalu mendahulukan penampilan.
Tapi kalau itu semua dari uang suamiku, aku tidak rela.
Apalagi yang aku tahu, Fensya sekarang hanya menemani Mama mertuaku selain mengelola bisnis skincare nya yang aku juga tahu itu sebenarnya bisnis Paul untuk mama mertuaku.
" Dan yang tiga itu mobilnya Arsy dan mobil Mama." Jawab Paul.
Ketiganya segera menenggelamkan puntung rokoknya di atas asbak dan berdiri menyambut kami yang baru saja turun dari mobil.
Arsy berjalan mendahului dan menyalami Paul dan Aku.
"Udah ditungguin Mama! Dari tadi mama ngomongin kalian terus " ucapnya dengan senyuman riang.
"Madewaaaaaaa!" Ucap Mama mertuaku menyambut putra kami Mahadewa yang berlari ke arahnya.
Bocah kecil miniatur Paul itu segera berada dalam gendongannya.
"Omaaaa!" Madewa segera berlari memeluk Mama Ranti yang sudah tampak merindukannya.
"Madewa cucu Oma yang ganteng! Oma kangeeeen!" Mama Ranti segera menciumi kening dan kedua pipi putraku.
"Ini Paul Junior yaa! !" Ucap Mama Ranti.
"Aduh, kamu tambah berat! Udah gede ya! Udah gede udah tinggi!" Mama Ranti segera menurunkan Mahadewa yang memang sudah bertambah tinggi.
"Hallo Kak Nayla!" Sapa Arsy dengan senyuman cerahnya lepas begitu saja saat melihat aku menyusul di belakang punggung Paul yang menggiring Mayangsari dan Mahardika.
Dan tak satupun dari mereka menyapa Mayangsari dan Mahardika putraku dari pernikahan ku dengan Edward.
Aku sempat melihat Paul tengah memperhatikan ibunya yang sibuk dengan pipi gemoy madewa.
"Hai Arsy...? Mana istrimu..?" Tanyaku membalas sapaannya dengan senyuman singkat.
" Lagi ada acara dulu, besok baru nyusul kak." Jawab Arsy.
Paul lalu membawa Mayangsari dan Mahardika masuk mengikuti Mama Ranti yang menuntun Madewa.
Aku hanya tersenyum maklum, Mama mertuaku memang sering berlagak lupa melibatkan Mayangsari dan Mahardika, Mama Ranti selalu berucap hanya Madewa cucunya tanpa melibatkan Mayangsari dan Mahardika.
Mungkin bagi mama mertuaku, Mayangsari dan Mahardika bukan termasuk cucunya.
Awalnya aku sedikit kesal, tetapi lama-lama aku sudah terbiasa.
Kini aku sudah tidak ingin memperpanjang masalah itu di dalam dirinya sendiri.Aku sudah berdamai dengan sikap Mama mertuaku dan begitupun Mayangsari dan Mahardika sudah bisa menerimanya.
**"