Part 7.Bunda Ga Seperti Mama
Akhirnya aku memutuskan tidak berangkat ke Jakarta dengan banyak pertimbangan.
" Aku ga jadi ke Jakarta, aku ga bisa ninggalin kerjaan." Ucapku pada Paul sambil meletakan tas kerjaku diatas meja. Lalu melangkah ke meja untuk sarapan.
Paul mengikuti ku dan duduk di sebelahku.
Sementara ibu mertua ku dengan malas duduk dihadapan kami.
" Nay, tabungan Mahadewa tidak cukup untuk membayar nyonya Iskandar. Kamu tambahin dulu,nanti kalau Sangmin sudah membayar pembelian cottage, Mama balikin uang kamu." Paul yang sedang menyantap sarapannya mendongak.
" Mom,ini sudah cukup untuk nyonya Iskandar." Jawab Paul.
" Ga cukup Ul, total yang disetorkan nyonya Iskandar itu seratus dua puluh milyar. Dan yang Tante setorkan ke broker itu hanya tujuh puluh lima milyar. Sisa nya Tante pakai." Ujar Fensya yang ikut bergabung untuk sarapan.
" Mama pakai untuk apa uangnya..?" Tanya Paul dengan wajah terkejut.
Bukan ibu mertuaku yang menjawab, tapi Fensya kembali menjawab.
" Tante ikut arisan berlian." Ucapnya.
" Ya sudah jual saja berlian nya..." Ucapku spontan.
Ibu mertuaku melotot saat mendengar ucapan ku
" Enak saja..." Jawab ibu mertuaku.
" Iya Tante aneh deh, aku saja bela belain aku lelang koleksi tas dan sepatuku. Tante ga mau koleksinya dilelang. Itu bisa nutupin padahal." Ujar Fensya.
Paul meletakan sumpit nya.
" Mam, sebaiknya jual koleksi perhiasan mommy dan barang branded lainya. Lagipula untuk apa sih hanya tunggu lemari dan kamar saja. Kan lebih cepat itu dijual." Ujar Paul.
Aku melirik jam dinding.
" Aku berangkat kerja dulu." Pamitku lalu berniat menyalami Paul.
Paul menatapku.
" Aku siang ini ke Fukuoka. Sepertinya besok aku baru pulang." Ucap nya.
Aku mengangguk lalu menyalami tangan Paul.
Aku menyalami ibu mertuaku yang terlihat enggan memberikan tangannya padaku.
Paul mengantarku sampai ke depan rumah dimana sopir sudah menungguku.
" Nay, aku akan menjual koleksi mobil dan jam tanganku. Mungkin rumah dan beberapa asset di Jerman akan dijual." Ucap Paul.
Aku hanya mengangguk sebelum aku masuk kedalam mobil.
Kalau dihitung berdasarkan ucapan Paul dan cerita Fensya. Sisa yang harus dikembalikan memang lumayan sangat banyak.
Aku sebenarnya tidak aneh dengan ibu mertuaku yang selalu tampil wah.
Kadang aku tidak habis pikir, ibu mertuaku itu bisa membeli sepasang sepatu dengan harga fantastis, bisa beli rumah.
Bukan sekali dua kali ibu mertuaku menghina tas ku yang menurut ibu mertuaku seharga tusuk gigi.
**
Malam itu aku sampai dirumah sekitar pukul delapan malam.
Ibu mertuaku dengan wajah masam sudah menungguku.
" Nay, mama mau bicara." Ucapnya saat aku mengucapkan salam dan mengenakan sandal rumah.
" Sebentar mam, aku kebelet pipis.." jawabku lalu berjalan cepat ke kamarku dan meletakan tas sebelum akhirnya aku masuk ke kamar mandi.
Sekalian aku mencuci wajah dan berganti pakaian seragam kantor dengan pakaian rumah.
Cape lho,perjalanan dari Gumi ke Busan itu dua jam dengan mobil.
Tadi dalam perjalanan pulang aku yang biasanya tidur dalam mobil, tadi sepanjang jalan aku chatting dengan Nathan dan Paul.
Saat aku keluar dari kamar aku melihat Fensya sudah duduk diatas bantal kecil diruang keluarga bersama ibu mertuaku Dengan wajah masamnya.
" Nay kamu jangan egois, kalau yang menghadapi masalah ini Annisa,apa kamu akan tetap menyimpan peninggalan Edward. Pasti ga kan..? Kamu pasti akan menggunakan asset dan uang peninggalan Edward untuk menolak Annisa.?" Pertanyaan ibu mertuaku itu awalnya aku tanggapi dengan senyuman kecil sebelum aku menjawabnya.
" Iya kan, kamu pasti akan menjual apa yang kamu punya untuk menolong Annisa." Ucap ibu mertuaku lagi dengan sinis.
" Ehmmm Bunda ga mungkin melakukan kesalahan seperti Mama lakuin sekarang. Maaf Mam,..! Aku yakin banget kalau bunda ga ka pernah melakukan hal yang seperti mama lakukan sekarang. Dan kalaupun bunda berhutang, bunda pasti akan berusaha menyelesaikan nya sendiri. Bunda akan menjual hartanya terlebih dahulu sebelum meminta tolong pada orang lain. Karena bunda pun ngajarin aku dan Nathan, untuk melepaskan asset dari pada meminjam atau menyusahkan orang lain. Kata orang Sunda mah harta talang raga" Aku hentikan dulu ucapan ku melihat reaksi ibu mertuaku.
" Maksud kamu apa ..?" Tanya ibu mertuaku ketus.
" Bunda punya tas mahal, paling mahal tas bunda itu ratusan juta, ga sampai milyaran seperti mama. Itupun bunda dapat dari hadiah bukan sengaja Bunda beli sendiri, bunda tidak mau berinvestasi dalam barang mewah. Maaf Mam,bukan nya mau membandingkan tapi mama Yang nanya aku. Dan aku jawab begini karena bunda ga mungkin bikin aku dan Nathan terjebak dalam masalah." Jawabku.
" Jadi maksud kamu,aku menjebak kamu dalam masalah...?" Bentak ibu mertuaku.
" Apa mama ga menyadari Paul sudah banyak kehilangan projectnya, bahkan Paul juga menutup beberapa pabriknya di jepang maupun di Korea ini. Aku sendiri baru tahu kemarin dari Afifah dan setelah aku konfirmasi pada Paul ternyata benar. Dan itu Paul lakukan saking cintanya Paul pada Mama. Tapi mama lebih cinta koleksi mama. Tadi pagi Paul izin akan menjual koleksi mobil dan jam tangannya dan beberapa assetnya di Jerman. Apa seperti itu tidak menjebak anak dalam masalah. Padahal Mama bisa menanggulanginya. Bukankah mama cukup berpendidikan...? Kenapa Mama ga lapor polisi kalau mama kena tipu..? Dan minta penundaan pembayaran kembali..? Kan bukan mama yang menipu, mama sendiri tertipu." Ucapku.
Tangan ibu mertuaku mengambang hendak menamparku.
" Ya ya ya... Hey ... Kamu...? Ada apa kamu mau memukul anakku ..?" Aku menoleh melihat ke arah suara.
Disana ada Lee Salhi putri nya Imo dan Suaminya.
Ibu mertuaku dengan tangan masih terangkat menoleh kesal.
" Dengar Ya Nayla, kalau dulu Paul tidak menikahi kamu,aku tidak akan se sial ini. Kamu ini memang pembawa sial" ujar ibu mertuaku sambil berdiri.
" Ga ada hubungan nya kali tante.justru kalau Nayla tidak menikah dengan Paul, Christensen group tidak mungkin memiliki saham di Hutier " aku ga nyangka kata-kata itu keluar dari mulut Fensya.
Ibu mertuaku langsung melangkah dengan cepat ke kamarnya.
" Biarkan aja Nay,..! Aku tuh sebenarnya kesel banget sama Tante Ranti, kalau dua tahun lalu itu dia cepat menyelesaikan masalah ini. Ga akan sampai berlarut larut masalah nya. Aku jadi terseret karena kebanyakan investor itu nasabah aku." Ujar Fensya dengan kesal.
" Apa Arsy juga bantu..?" Tanyaku pada Fensya.
" Arsy itu diplomat,mana punya uang sebanyak itu. Malah parahnya ada beberapa investor koleganya Arsy. Tapi Arsy udah gerak cepat balikin uang mereka. Arsy sudah jual rumah di jakarta dan beberapa villa di Bali. Dan setelah itu Arsy ga mau lagi ikut campur. Aku kasian sebenernya sama Paul. Tante selalu menekan Paul, bahkan Tante itu selalu menekan Paul Nay." Aku dengan seksama mendengarkan penjelasan Fensya.
Chuka Lee salhi lalu duduk di sampingku dan suaminya juga duduk bergabung.
Mereka ngerti bahasa Indonesia dengan baik karena sebelumnya suami istri itu mengelola bisnis di Bali dan Jakarta.
" Tante Ranti itu disaat kita belingsatan nyari solusi, dia malah liburan dengan kapal pesiar dengan kawan sosialitanya." Ujar Fensya membuat kami Menggelengkan kepala.