Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Part 6. Modus Tuan Suami

“Ini, ya pelakornya, Mbak Nay?” tanya Azizah sambil menunjuk foto Paul dan Fensya.

“Hem, kok berani ya foto suami orang diposting...? Padahal Suami orang lho...? Sekarang malah sudah dihapus. Untung aku sempat screenshot..”ujar Azizah lagi.

Mata ini membelalak, nampak foto Fensya yang terlihat cantik tengah berpelukan dengan seorang pria yang hanya tampak sampingnya saja, dengan wajah yang dibuat samar. Namun, aku bisa mengenali siapa pemilik punggung lebar itu. Potongan rambut juga telinga khas milik pria yang selama ini menghangatkan wajahku saat kutenggelamkan di sana. Dia adalah suamiku, Paul Christensen,Pria yang menghalalkan ku karena wasiat keluarga beberapa tahun lalu berselang 3 bulan setelah kematian Edward suami pertama ku yang juga kakak sepupu Paul.

Dari mana mereka Azizah mendapatkan foto yang keberadaannya sangat dirahasiakan oleh Paul dan keluarganya?

Apa.aku harus membuktikan kebohongan Paul..?

Lucu memang! Aku yang dibohongi, diselingkuhi diam-diam, aku pula yang ditempatkan sebagai penjahat yang mengganggu kebahagiaan mereka. Dan Paul selalu mengelak.

“Astaghfirullah, istighfar Mbak Nayla. Suami mbak fiks ini selingkuh, jadi jangan diam saja....!" Ujar Azizah sahabatku.

Hanya aku dan Azizah orang Indonesia di Hana Bank Gumi. Azizah sudah lima tahun di Korea, dan memang ditempat kan langsung dari Jakarta.

Hanya dengan Azizah aku berbagi kisah. Begitupun Azizah ,usia kami terpaut tiga tahun.

***

Aku duduk di atas karpet sambil meluruskan kaki dengan punggung bersandar ke ranjang.

Aku menempati kamar yang bunda dulu tempati.

Aku melihat sekeliling kamar,aku sengaja tidak merubah apapun hanya menambah beberapa foto saja. Bahkan pakaian bunda pun tidak aku keluarkan dari lemari. Hanya beberapa pakaian saja,pakaian bunda lainya sudah disumbangkan.

Aku menatap foto Bunda,lebih tepatnya foto kami sekeluarga tanpa ayah.

" Bunda, kenapa aku seperti menjalani kehidupan bunda dalam versi aku sekarang..? Apa aku akan sekuat Bunda..?" Aku seolah berbicara dengan Bunda.

Aku dan Nathan punya kebiasaan unik selain berbicara saat sujud, kami selalu berbicara dengan Bunda.

Dan setelahnya aku merasa sangat tenang.

" Bunda, mertuaku apa seburuk mertua Bunda dulu..? Mungkin yang berbeda mertua ku bahasa yang keluar dari mulutnya lebih terdengar berkelas yang terdengar hanya milyar dan milyar. He he he.. benar kata bunda, cara orang kaya ilmu dengan orang miskin ilmu mengatasi masalah mereka itu sangat berbeda."

Aku lalu berdiri berjalan ke lemari buku, memilih buku harian bunda yang aku sudah susun menurut tanggalnya.

Ruang kerja Papa Yong soo sekarang kami buat jadi ruang kerja keluarga walaupun tetap terhubung ke kamarku.

Aku mengambil salah satu buku bunda,lalu melihat sekeliling ruang kerja Papa Yong soo, yang juga tidak kmu rubah. Hanya ditambah koleksi buku Bunda dan Sangmin oppa saja dalam rak baru.

Aku lalu duduk dikursi pijat.

" Bundaaaa pinjam kursinya ya...!" Ucapku sambil menyalakan remote kursi pijat.

Aku membuka buku harian Bunda,aku dan Nathan menganggap buku bunda itu buku pintar. Dimana kamu bisa mendapatkan solusi seolah berbicara dengan Bunda.

A Dheki juga gitu,kalau ada masalah pasti datang kesini, duduk dikamar ini.

Ini jadi kamar ritual kami he he he.

" Bunda, bagaiman aku harus menghadapi ibunya Paul...? Apa aku harus menolongnya .? Tapi ini uang anak anak. Aku sendiri tidak pernah menyentuhnya dari dulu,bukanya Bunda dulu berpesan. ' ini hanya titipan Edward dan papah Hutier untuk anak anak,aku hanya membantu menyimpangkan." Ucapku sambil membuka halaman demi halaman buku harian bunda,dan berakhir pada halaman yang menurutku pas dengan situasi yang aku hadapi sekarang.

" Aku bukanya tidak mau memberikan modal untuk Mas Wandi, ataupun Mama mertua. Selama gaya hidup mereka seperti itu,tidak akan pernah merubah. Bodo amat mau dibilang pelit juga, duit aku kok..? Buka duit mereka."

Aku tersenyum membaca tulisan Bunda.

" Apa aku juga harus mendiamkan saja..? Bukan kah selama ini juga aku tidak pernah menuntut apapun dari Paul. Anggap saja itu salah satu bantuan aku untuk Paul."

" Naaaay....? Sayaaaaang...?" Aku mendengar Paul memanggilku.

" Aku disini Puuuuu...!" Jawabku sambil tetap duduk di kursi pijat Bunda.

" Nay, kamu lusa jadi ke Jakarta..?" Tanya Paul.

" Jadi Puu..!" Jawabku lalu menutup buka harian Bunda dan meletakan dipangkuan ku.

" Apa mama dan Fensya bisa ikut sama kamu..? Aku ga ikut ya .?" Ujar Paul.

" Harusnya kamu ikut Puu,, bukannya akan ada proses akuisisi cottage.....?" Ucapku.

" Aku belakangan,aku pakai pesawat biasa saja." Ujar Paul pelan .

" Memang ada pesawat luar biasa..?" Aku lupa kalau private jet milik Christ company sudah dijual tiga bulan lalu.

Biasanya mertuaku wara Wiri dengan segala kemewahan nya.

" Mama ga mungkin mau pakai kelas ekonomi Nay, kalau kita berempat pakai kelas bisnis udah berapa Nay..?" Aku menatap Paul prihatin.

Suamiku yang dulu begitu angkuh dan selalu memandang semuanya dengan uang sekarang kebingungan dengan uang.

" Aku pakai Q back class kok,ngapain pakai kelas bisnis. Nyampe nya juga sama barengan,kalau jatuh juga sama aja jatuh." Jawabku.

" Puu, kalau kamu memang tidak mampu jangan paksakan diri. Maaf bukan aku melarang kamu menyenangkan Mama,tapi ada saatnya Mama juga harus mengerti kondisinya sekarang." Ucapku.

Paul lalu duduk di kursi kecil di ujung kaki ku.

" Mama cuma ngandelin aku Nay..! Sementara perusahaan yang running sudah keteteran. Pabrik di Polandia sudah minta material dari Korea. Sementara mama juga dikejar oleh investor." Paul berbicara sambil tertunduk.

" Apa kami jatuh karena mengkhianati kamu Nay..? Apa mama jatuh karena ucapan nya pada kamu dan Bunda..? Kalau memang karena itu, bisakah kamu memaafkan kami Nay..?" Ucap Paul.

Aku matikan kursi pijat lalu beringsut turun dan duduk tegak sesaat setelah kursi pijat bergeser masuk ke posisi standar.

" Aku ga pernah doain kamu atau Mama yang jelek lho, hanya saja yang aku tahu ucapan itu doa. Dan satu yang selalu aku ingat dari ucapan Bunda. ' kalau kita bangga Dunia,maka dunia yang akan menghancurkan kita,lalu kita mengejar dunia, maka dunia akan berlari menjauh dari kita." Paul lalu mendongak menatap ku.

" Ampun Nay...! Aku sudah salah selama ini, aku terlalu bangga dan sombong dengan semua kekayaan yang aku pikir tujuh turunan pun tak akan habis." Ujar Paul sambil meraih tangan ku yang memegang buku harian Bunda.

"Puuuu,dunia itu berputar. Kalau dipikir ya, ku sama Fensya itu satu sekolah, dan kita itu seperti si kaya dan si miskin. Fensya yang ke sekolah dengan mobil. Sementara aku dan Nathan ke sekolah dengan sepatu yang sudah berkali kali di jahit. Aku tidak pernah bermimpi akan menjadi bagian dari hidup Hutier Abraham maupun Christensen yang kaya raya. Kami dulu hanya berusaha sekolah yang bener,agar kami bisa ke Korea dan tinggal di Korea."

Aku lalu berdiri dan berjalan ke rak buku meletakan kembali buku harian bunda ditempat nya semula.

" Bunda pernah jatuh lebih dari Mama,mama sekarang masih mending ada kamu yang menuhin semua maunya mama. Dulu bunda saat jatuh,bunda sakit dan harus mengurus aku dan Nathan. Yang berjalan saja belum bisa. Aku bukan bermaksud membandingkan Mama kamu dengan Bunda, tapi setidaknya Mama kamu yang berpendidikan harusnya bisa bijak menyikapi semua permasalahan nya. Kita sebagai anaknya harus bisa mensuport Mama dengan cara yang tidak harus mengorbankan kewajiban kita sendiri." Mendengar ucapan ku Paul mengangguk,entah apa dalam pikirannya.

" Nay, boleh aku pinjam deposito Mahadewa..?"tanya Paul.

Aku tertegun.

Aku tidak menyangka Paul akan memakai uang Mahadewa.

" Nanti aku ganti..!" Ucap nya.

" Aku tidak pinjam uang Mayangsari atau Mahardika. Aku pinjam uang anakku.." ucapan Paul membuatku tersenyum.

"Ehmmm ya,,, Mayangsari dan Mahardika bukan anak kamu ya...!" Aku tahu Paul sedang berusaha memancing egoku dan gengsi ku, berharap ku akan terpancing dan mempersilahkan Paul memakai uang Mayangsari dan Mahardika...

No

No

No

Pancingan anda salah tuan Suami.

Ilmu ini aku sudah khatam dari Bunda, dan bunda selalu wanti wanti untuk tidak terpancing gengsi seperti kesalahan bunda dulu.

" Ini deposito Mahadewa, pakai saja..! Nanti aku jelaskan sama Mahadewa kalau uangnya dipakai kamu untuk membantu neneknya. Mahadewa pasti ngerti kok.." ucapku sambil memberikan satu booklet plastik berisi dokumen Mahadewa .

Disitu berisi semua dokumen Mahadewa dari mulai polis asuransi Samapi buka tabungan dan sertifikat deposito.

Paul membukanya,memeriksa perlahan lalu menatapku.

" Selama ini kamu tidak pernah memakainya sama sekali..? Ini masih Utuh.." ujar Paul heran.

" Aku memberi anak anak makan dan yang lainya dari penghasilan restoran saja sudah cukup dan masih bisa nabung,kenapa harus pakai uang dari post lain. Aku Mau anak-anak ku hidup sewajarnya. Seperti dulu Bunda mendidik aku dan Nathan."

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel