Part 5. Bangkrut Jadi Alasan
"Nay, aku liat Paul sama perempuan bule tadi. Apa itu karyawannya..?" Tanya Kim Marrie saat aku baru saja duduk di kursi kerjaku.
" Aku juga lihat wanita itu nge rangkul lengan Paul suami kamu lho ."
Aku hanya tertawa saja menanggapi ucapan Kim Marrie,pasti maksud dia itu Fensya.
" oh itu Fensya, sepupu nya Paul." Jawabku.
"Tapi,Nay... Kok ga pantas ya sepupu itu ngerangkuk seperti itu..? Di orang Indonesia kan..?" Ucap Kim Marrie lagi sepertinya masih penasaran.
Sebenarnya aku sendiri juga risih kalau Fensya bermanja manja dengan Paul.
Kalau dulu Paul bisa tegas, aku melihat sekarang Paul begitu lemah.
Sebenarnya aku ingin mencari tahu, tapi pekerjaan ku yang sangat banyak, membuatku tidak punya waktu untuk berpikiran aneh.
Aku harus fokus pada pekerjaan ku.
" Ibu mertuaku sedang ada di Busan Kim, sama Fensya. Mereka baru dua hari inilah menginap di rumahku." Aku berusaha menjelaskan pada sahabat ku Kim Marri.
" Jadi nanti kamu pulang ke Busan...?"
Aku mengangguk.
" ya sudah kita sama-sama saja, aku juga pulang ke Busan." Jawab Kim marri sebelum ia keluar dari ruangan ku.
Sebelum jam antor mulai,aku iseng mengecek saldo rekening keluarga kami.
Maksudku rekening ku berdua dengan Paul.
Rekening yang menampung hasil usaha kami.
Aku sebenarnya tidak harus kaget juga melihat penghasilan yang merosot tajam,karena memang selama covid kantor kami di Fukuoka sering tutup.
Akhirnya aku putuskan menghubungi Afifah sahabatku yang juga karyawannya Paul.
" Assalamualaikum Nay...? Apa kabar...? Sorry aku belum sempat ke Busan. Masih stuck disini."
Afifah langsung nyeroscos seperti biasanya.
" Walaikum salam,Ifah. Dah aku boleh tanya tanya ga...?" Tanyaku pada Afifah.
" Boleh dong...? Pasti kmu mau nanya ibu mertua kamu dan Fensya Ya...?" Tebak Afifah.
" Kok tahu...?" Tanyaku.
" Tahulah kakaaaaaaa, kondisi kritis kita disini Nay." Ujar Afifah.
" Maksudnya bagaimana Ifah...? Apa kondisi perusahaan sangat buruk...?" Tanyaku.
" Kita sekarang hanya dua yang buka, Tokyo dan Fukuoka. Dan beberapa project dihentikan. Beberapa karyawan sudah pulang ke Jerman Nay. Aku juga mungkin kn balik ke Jerman kalau kondisi seperti ini terus." Jawaban Afifah membuatku terpukul sekali
Bagaimana mungkin aku Samapi tidak mengetahui kondisi Paul.
Sehebat itukah Paul menutupi masalahnya dari aku..?
Atu aku yang tidak peka..?
***
"Tante, bagaimana ini..? Kartu ku semua sudah tidak bisa dipakai!" Aku yang baru saja melepas sepatu ku dan berganti dengan sendal rumah berhenti sejenak urung membuka pintu rumah.
Perlahan aku berjalan lewat lorong dapur dan mendekati kamar yang ditempati ibu mertuaku.
Ibu mertuaku menempati kamar tamu bersebelahan dengan kamar yang ditempati Fensya.
Dan aku sendiri sekarang berdiri tepat di balik dinding kayu.
Rumah yang aku tempati adalah rumah tua dengan ornamen kayu. Rumah peninggalan orang tuanya Papa Lee Yong soo( kakeknya Sangmin oppa)
"Apa kamu sudah coba kartu lain...?" Aku dengan suara ibu mertuaku
"Sudah Tante,malah ini kartu yang dikasih Paul bisa dipakai tapi saat aku mau tarik tunai satu juta won saja ga bisa." Kali ini aku dengar suara Fensya
"Nanti Tante coba bicara sama Paul, si Nayla itu hebat betul ya bisa menguasai keuangan Paul, padahal dia dari warisan Edward saja sudah cukup. Serakah banget jadi perempuan." Ucap ibu mertuaku.
Saat aku akan keluar dari kamar Ajuma, aku mendengar suara mobil masuk ke garasi samping.
Dan aku lihat ajuma datang,aku segera memberi isyarat agar tidak bicara. Dan ajuma itu langsung masuk ke kamarnya dimana aku berdiri sekarang.
" Arjuna, tolong diam sebentar ya..! Saya hanya ingin mendengar obrolan ibu mertua saya...!" Aku mengetikan text di layar handphone ku dn memperlihatkan padanya.
Ajuma pun tersenyum sambil merekatkan jari telunjuk dan jempolnya sebagai tanda ia mengerti.
Aku lalu duduk di karpet bersama ajuma di dalam kamarnya.
" Paul...?"
" Iya Mam...!"
" Bagaimana, kamu sudah bisa cover dulu untuk nyonya Liem .? Mama ga mau kalau sampai ini jadi berita TV." Aku menyimak semua pembicaraan Paul dan ibu mertuaku.
" Baru Minggu depan Kak Sangmin bertransaksi Mam, sabarlah dulu. Aku ga bisa pakai uang perusahaan lagi. Ini sudah ditunggu pengerjaan proyek soalnya." Jawab Paul.
" Uuuuuul, tadi aku malu banget tau. Semua kartu aku reject." Ujar Fensya.
" Kamu sih pakai kartu untuk shopping terus, kalau sudah begini repot sendiri kan...?" Jawab Paul.
" Ini kartu kamu juga saldonya ga nyampe 1 juta won." Protes Fensya dengan suara cukup keras.
" Kamu tuh uang buat apa,..? Tinggal disini,makanan banyak. Ngapain pakai belanja dan ambil uang tunai sih...?" Jawab Paul.
Aku sedikit heran dengan percakapan Paul dan Fensya.
Walaupun aku tahu dari semua sepupu, Paul memang cukup dekat dengan Fensya.
" Paul, kenapa kau ga pakai uang peninggalan Edward yang dipegang oleh istri kamu..? Kalau kamu ga berani bilang biar mama yang bilang." Sekarang aku dengan suara ibu mertuaku cukup jelas.
Sepertinya ibu mertuaku duduk di kursi yang menempel ke dinding kamar Ajuma.
" Iya Uuuuul, si Nayla kan kerja, gajian dia tuh gede,kamu pinjam lah barang 50 Milyar. Aku tuh dikejar Ambon Ambon suruhan nyonya Liem, soalnya aku yang ngajakin dia." Ujar Fensya.
Aku hanya bisa membayangkan wajah kusut Paul saat ini.
Sumpah,aku ga nyangka.
Kerajaan bisnis Christensen yang begitu diagungkan ibu mertuaku bisa ambruk.
Dn aku lebih tidak menyangka kalau orang sehebat ibu mertuaku bisa ke tipu.
Yaaaa orang hebat.
Karena ibu mertuaku selalu bilang kalau keluarganya berkelas,
Tidak seperti Bunda yang cerdas tapi bukan Keluarga berkelas.
Rasanya ingin aku jawab sekarang.
Bundaku tidak berkelas, tapi bunda membuat orang naik kelas.
" Heh...Paul...? Mau kemana...?" Aku mendengar ibu mertuaku memanggil Paul,sepertinya Paul pergi.
" mandi Mam, pusing..."
***
"Nayla..? Ga jadi nginap di Gumi, kamu kok sudah pulang. Waaaah kamu belanja banyak banget. Pasti kamu habis gajian...?" ucap Fensya langsung berdiri saat aku membuka pintu dan meletakan belanjaan di atas meja.
" Ajummmaaaaaa..." aku berlagaka baru datang dan memanggil ajuma yang sudah tahu maksud ku.
" tolong di tata diatas piring ya. Terus siapkan makan malam.." ucapku pada Ajuma.
Dirumah sekarang sepi setelah Sangmin oppa dan imi juga anak anak berangkat ke Jakarta bersama Nathan dan keluarga kecilnya.
" Nay ini hbis berapa juta kalau dirupiahkan ..?" Tanya Fensya sambil menunjuk makanan yang aku bawa.
Aku memutar bola mataku dengan malas, "Sama sajalah seperti di Eropa,kamu Seperti baru tinggal diluar negri saja. Atau saking udah bangkrut..? Sampai jadi semua dihitung" ucap ku entah kenapa malah jadi pengen ngeyelin Fensya.
Aku melirik ibu mertuaku yang berjalan dari arah lorong kamar tamu menuju ruang keluarga .
"Paul juga sudah Nay, kamu belikan udang kan...?" Ucap ibu mertuaku lalu duduk bersila diatas bantal disebrang meja.
Aku mengangguk.
Tak lama Paul keluar dari kamar kami saat aku mencuci sayuran dan Ajuma menata di meja.
" Nay, Mama mau bicara sama kamu..!" Ucap ibu mertuaku saat kami berempat sudah duduk berhadapan.
"Bicara apa Mam...?" jawabku sambil menoleh wajah tegang suamiku.
"Emm … gini Nay, Mama mau jual saham mama di the Hutier, kamu beli sajalah. Daripada mama jual sama orang lain." Ujar ibu mertuaku.
" Iya Nay, kita kan keluarga, sayang kan kalau saham Tante dibeli orang luar." Fensya ikut bicara.
" kamu bayar saja tujuh ratus milyar Nya, semua saham mama, mama jual sama kamu."
"Maaf Ma, Nay tidak punya uang sebanyak itu. ." Jawabku,karena memang Iya,aku ga punya uang sebanyak itu
"Hem, kalau begitu. Gimana kalau kamu bayar saja seratus milyar dulu, uang peninggalan Edward dan Abraham kamu yang pegang kan..?"