Part 3.Lipstick Di tas Paul
Aku berusaha menghubungi Paul untuk memberitahukan kalau aku akan pulang malam karena ada makan malam dengan orang kantor.
Walaupun Paul tidak dirumah, aku selalu memberi tahunya kalau aku ada acara seperti ini, begitu juga Paul.
Di Korea memang sudah biasa acara dadakan makan malam dan minum Soju, entah itu karena prestasi salah satu staff atau pun karena hal lainya.
Dan malam ini acara yang diperuntukan untuk ku,yang tidak mungkin aku tidak menghadiri nya.
" Yaaaaa,, Manager Nay... ? Kamu harus bernyanyi untuk kita...!" Ujar salah seorang staff sambil mengangkat gelas Soju.
Kami mengadakan makan malam di karaoke restoran, 7080 cil gong pal gong. Karaoke yang lumayan terkenal, dan sering digunakan oleh orang kantoran untuk acara ka tor atau acara keluarga.
Dan sampai hampir jam sebelas malam Paul tidak juga membaca pesanku bahkan Samapi aku di rumah pun tak ada balasan atau kabar dari Paul.
Sebenarnya aku sangat penasaran ada urusan apa ibu mertuaku dan Fensia sampai datang ke Korea dan lebih anehnya lagi ibu mertuaku tidak menemui aku.
Apa sebenci itu ibunya Paul sama aku .?
Saat aku hendak membuat Ramyon,entah kenapa aku selalu lapar setiap banyak pikiran, aku melihat Nathan dan Yunhi keluar dari paviliunnya dan masuk kedapur menghampiri aku.
" Teh, tadi waktu aku mau sholat Jumat, aku seperti melihat ibunya Paul ya...?" Ujar Nathan.
" Emang beneran kok itu ibunya Paul. Tadi aku juga lihat mereka di seven eleven." Ujar Yunhi.
" Aku juga tadi saat nganterin kotak makan siang Paul, ngeliat mereka ada diruangan Paul. Mungkin yang pagi-pagi telpon itu ibunya Paul." Jawabku.
" Lho emangnya teteh ga ketemu ..?'aku menggelengkan kepala menjawab pertanyaan Nathan.
" Aku dengar dari kang Haikal, perusahaan Christensen dililit hutang. Mereka lagi jual hotel dan villa yang di Ciater sama Pangalengan. Malah hotel yang baru dibeli di Pangandaran juga dijual. Gila ya dampaknya covid. Bikin. Susah orang." Ujar Nathan.
Aku terdiam.
" Teh...? Itu mie nya dihabisin Nathan..." Yunhi menepuk tanganku, dan benar saja Enat dengan santai nya memakan Ramyon dengan kimchi yang baru saja aku masak.
" Yeee, lagian bikin mie bukanya langsung dimakan. Kalau udah bengkak mana enak...?" Jawab adik ku itu tanpa menghentikan suapannya.
Yunhi lalu berdiri mengambil dua bungkus Ramyon dan memasaknya.
" Nath,Sangmin Oppa kapan ke Jakarta...?" Tanyaku.
" Minggu depan Teh, aku juga ikut sama Yunhi. Soalnya Imo(Tante dalam bahasa Korea) ga ada teman katanya.
" Aku ga bisa ikut sepertinya, tanggal 15 aku mutasi ke Gumi." Nathan menatapku.
" Kok bisa...?" Tanya nya.
" Eissssh... Nya bisa atuh ... Enaaaay .. anaknya bundaaaaaaa gitu lhooooo...!" Jawabku menggoda Nathan.
" Ngapain ke Gumi. Terus gimana jadinya ..?" Tanya Nathan dengan antusias.
" Aku jadi Branch manager dunk...!" Jawabku.
Entah kenapa tiba-tiba Enat tertunduk.
Lalu menoleh keluar.
" Bunda pasti sedang tersenyum sambil netesin air mata bangga sama teteh. Aku kapan ya bikin Bunda bangga.?" Ujar Nathan dengan mata berkaca-kaca.
" Euuuuh anggeur kamu mah sok lebay alay kucay. Bunda itu bangga sama kamu, kamubtuh kesayangan Bunda." Ucapku sambil menyuapi Enat dengan sumpit dan spontan Enat mangap menyambut suapan Ramyon dan kimchi yang aku sodorkan.
" Aku lima tahun kerja, ya giniiiiiii aja. Ga naik naik." Ujar Nathan.
" Gaji kamu naik kan ..? Ga bersyukur...?" Yunhi yang menjawab ucapan Nathan.
" Tapi aku tetap aja Nathan ga pake embel embel Nathan Bujangnim( manager)." Jawab Nathan.
" Kamu kan sajangnim,.. ngapain mau turun jadi bujangnim..?" Tegur Yunhi lalu meletakkan dua mangkuk kecil untuknya dan aku. Lalu kembali lagi panci berisi mie instan yang sudah bermunculan bakso dan telur.
Nathan memang selama ini tidak mengejar karir, Nathan sudah cukup sibuk dengan mengurus warung Indonesia dan juga restoran setelah pulang kerja dari LG.
Nathan bekerja Sebagai design atau biasa disebut R&D dan itu memang cita citanya.
Kamu bertiga menikmati Ramyon dengan kimchi malam itu.
" Kalau makan bertiga gini, jadi inget dulu makan mie satu bungkus bertiga sama bunda ya teh..? Mie nya satu bungkus kuahnya satu panci biar kenyang. Makanya pakai nasi, biar puasa makan mie nya,bunda tambahin jagung tomat sama daung bawang sampai mie nya itu ga keliatan." Kembali mata Nathan berkaca-kaca.
Aku akui, Nathan apapun selalu teringat Bunda.
Makan soto ingat bunda, aku pakai daster dia bilang aku seperti bunda.
Nanti aku ngomel,dia bilang aku cerewet seperti Bunda.
Aku menatap Nathan.
" Kangen bunda ya...?" Ucap ku.
Nathan menganggukkan kepalanya.
" Yaaaaa ... Makan ga ngajak Imo...?" Kamu terkejut setengah mati saat Ini datang dengan kepala penuh rol rambut.
" Kirain IMO sudah tidur...!" Jawab kami hampir serempak.
" Yaaaaa.... Suara Kalian itu sampai ke terminal..." Bentak Imo lalu duduk dan mengambil sumpit.
" Ambilkan mekju(bir)..!" Ucapnya pada Yunhi yang langsung berdiri mengambilkan sebotol bir dari dalam lemari es dan mangkuk kecil dan gelas untuk IMO.
" Emang kita berisik ya...?" Tanyaku.
" Berisik banget...." Kali ini Sangmin oppa yang muncul sambil tersenyum.
" Oppa ada diatas ..?" Tanyaku.
" Iya,ini turun lapar. Aku sudah pesan ayam. Sebentar datang, mana soju nya .? Kamu di pindah ke Gumi..?" Tanya Sangmin Oppa.
Aku mengangguk.
" Chuka habnida... Cieeeeee jadi branch manager ..!" Ucap Sangmin oppa.
Aku tersenyum.
Tak lama bel berbunyi Sangmin oppa berdiri dan berjalan keluar mengambil pesanan ayam.
Jadilah malam itu kamu makan ayam dan Ramyon.
" Nay, suami kamu kenapa...?" Tanya Sangmin oppa .
Ku menatap Sangmin oppa dengan bingung.
" Kemarin di Ansan,Paul bertemu dengan temannya Oppa, dia menawarkan. Hotel dan villa di Ciater." Ujar Sangmin oppa.
" Tuh kan bener...?" Tukas Nathan.
" Aku ga tau Oppa, solnya Paul ga cerita apa-apa. Belakangan ini dia lebih banyak diam. " Jawabku
Menjelang pagi di hari Minggu, Usai salat subuh dan menyiapkan sarapan seperti biasanya, aku membuka tas yang dibawa di bawa Paul dari Fukuoka, aku mengambil pakaian kotor dan diberikan pada ajuma untuk dicuci.
Paul sudah memisahkan pakaian kotor nya dalam plastik jadi aku tak perlu repot, sekalian mengeluarkan pakaian bersihnya. Sementara Pauk sedang di kamar mandi.
Saat tangan tengah sibuk mengeluarkan pakaian bersih Paul dari dalam tasnya, tanganku tak sengaja menyentuh sesuatu,
lip stik....?
Dahiku mengernyit melihat benda tersebut. Kenapa ada lip stik di Tas Paul..?
"Punya siapa ini? Apa hadiah Paul untukku?" Aku bertanya-tanya sembari memperhatikan benda tersebut.
"Tapi, kalau ini benar hadiah untukku kenapa seperti sudah dipakai?"
Sedang sibuk memikirkan dan mengamati benda tersebut, pintu kamar mandi terbuka.
Paul melangkah ke arahku sembari mengeringkan wajahnya dengan handuk.
"Lipstik punya siapa ini?" tanyaku tanpa basa-basi, karena rasa penasaran yang tidak bisa lagi kutunda.
Paul nampak terkejut, dan gelagapan.
"Eum ...i-itu ....