Part 2. Aku Meneruskan Bunda
Setelah Paul berangkat aku melihat mobilnya keluar dari car port, aku pun segera berkemas untuk segera mengantar Mahadewa ke sekolah, lalu aku harus ke kantor.
"Bunda,ini kotak makan siang ayah ketinggalan " ucap Made ( panggilan untuk Mahadewa) sembari menunjuk pada sebuah kotak makan diatas meja
"Ah iya, nanti Bunda anterin aja kalau gitu." Kebetulan kantor haddan searah dengan kantorku yang juga masih daerah Haddan.
Aku dan pun segera berangkat, tujuan utamaku adalah mengantar Made ke play ground terlebih dahulu, baru akan mengantar bekal makan siang Paul yang tertinggal, setelahnya berangkat ke kantor.
Usai mengantar Made sampai kelasnya dan berbicara sebentar dengan gurunya, aku melanjutkan menuju Kantor Paul.
Begitu sampai, aku segera turun dari mobil dan di sambut oleh staffnya disana
"Mau ketemu, Sajangnim?" tanya staf nya di front office, Park Yuen yang memang sudah mengenalku sebagai istrinya Paul langsung berdiri dan membungkuk saat aku masuk.
"Iya, mau nganter kotak makan siangnya ketinggalan," jawabku.
"Oh begitu," jawab Park Yuen.
"Ya sudah kalau begitu, saya masuk dulu ya, Yuen Si!"
"Oh iya mari,Samonim silahkan!" Jawabnya kembali membungkukkan badannya
Aku pun gegas melangkah menuju ruangan Paul.
Beberapa staf menyapaku sambil membungkukkan badannya, hormat salam khas Korea
' Paul pasti kaget, karena jarang-jarang aku datang kemari apa lagi jam segini' batinku, sembari tersenyum.
Tiba di depan pintu ruang kerjanya, aku hendak mengucap salam. Namun, terhenti saat tanpa sengaja mendengar suara perempuan,,,
***
Aku berhenti di depan pintu ruangan Paul, suamiku. Ternyata di dalam ruangan itu ada Ibu mertuaku dan Fensya, adik sepupu nya Paul.
Aku merasa kecewa dan heran karena Paul tidak mengajak Ibu mertua ke rumah, melainkan bertemu di kantor Paul.
Sejak kapan Ibu mertuaku ada di Korea?
Dalam hati, aku bertanya-tanya apa yang sebenarnya sedang dibahas di dalam sana.
Kuhela nafas panjang dan memutuskan untuk menarik diri, tak jadi menemui menemui Paul.
Aku akan menunggu saja apa yang akan dikatakan Paul nanti. Aku berbalik perlahan, berusaha tidak membuat suara yang bisa mengganggu mereka.
Saat berjalan meninggalkan ruangan itu, hatiku semakin penasaran. Apakah ada sesuatu yang disembunyikan dari aku? Mengapa mereka tidak mengundang Ibu mertua ke rumah saja? Bukankah itu lebih baik daripada bertemu di kantor Paul yang sibuk? Aku berusaha menenangkan pikiranku dan memutuskan untuk menunggu Paul menjelaskan nanti.
Aku ingin menanyakan langsung kepadanya tentang pertemuan itu. Barangkali ada alasan yang jelas mengapa mereka memilih untuk bertemu di kantor. Aku berharap nanti Paul akan menjelaskan semuanya dengan jujur, agar kecurigaanku ini bisa sirna.
" Agassi,,, ini tolong nanti berikan pada suami saya ya..! Sepertinya mereka sedang meeting serius, saya ga enak ganggu." Ucapku sambil meletakan kotak makan sing Paul di atas meja front office.
Park Yuen seger berdiri dan membungkuk.
" Baik Samonim, nanti saya berikan pada sajangnim." Jawabnya.
Aku melirik jam dinding, aku hampir tekat ke kantor. Aku bergegas keluar kantor nya Paul dan masuk kedalam mobilku dengan pikiran yang masih keheranan.
" Nayla...? Tolong ke ruangan saya ..!" Aku langsung berdiri dan mengangguk saat direktur Kim memanggilku
Aku berdiri didepan meja direktur Kim.
" Duduklah...!" Titahnya.
Aku pun segera duduk di kursi didepan meja direktur Kim.
"Kamu bisa jelaskan alasan kamu menolak nasabah?" Tanya direktur Kim.
" Kalau maksud direktur Kim, nasabah itu Yeluen Park, saya menolaknya karena dia berusaha memberikan suap kepada saya dan team saat kami melakukan credit investigasi. Dan itu adalah cerminan moral hazard yang sangat buruk untuk performa nasabah." Jawabku.
Direktur Kim menatapku.
Telapak tanganku berkeringat.
Sepertinya aku akan di disposisi,bahkan mungkin dipecat.
" Dan keputusan saya itu saya ambil setelah kami berembuk dan sepakat, tidak memberikan suntikan modal. Tapi kami akan membantu memulihkan management perusahaan nya." Jawabku.
Dampak wabah covid memang sangat buruk bagi para pengusaha industri.
Direktur Kim terus menatapku.
Sampai aku berpikir, sepertinya tamat sudah riwayatku di Hana Bank.
Aku memaksa otakku berpikir cepat.
Dalam hati aku sungguh merasa apes kenapa aku yang dipanggil terlebih dulu dan bukannya Oni Miena yang jelas jelas manager kredit.
Sepertinya direktur Kim saat ini sedang menilai kapasitas diriku sebagai manager analis nasabah.
" Apa kamu ada masalah atu kendala gitu selama kamu menganalisa nasabah ...?" Tanya direktur Kim, pria yang sudah berusia lebih dari 60 tahun dan masih terlihat gagah itu memang sangat berwibawa.
"Kendala yang sering saya temui saat ini masih program collect call credit yang dikeluarkan dari kantor pusat.
Menurut saya dalam program collect call by deposit itu untuk mendapatkan cashback 0,5% dari penempatan dana minimal satu milyar won selama tiga bulan itu terlalu riskan diberikan untuk pinjaman pemulihan perusahaan yang terkenal dampak covid. Karena beberapa nasabah saya lihat mulai berusaha melakukan upaya mendepositokan uang, yang ia dapat dari pendapatan uang muka pemesanan barang, dan berakhir dengan komplain karena keterlambatan pengkreditan mutasi dari kantor pusat. Karena collect call ini baru bisa cair ke rekening nasabah sebulan sampai dua bulan kemudian. Padahal seharusnya hanya hitungan menit,karena yang dijadikan jaminan mereka adalah uang mereka sendiri. Sementara kita yang ada di outlet, sering dikejar-kejar perihal pencairan ini dan harus mengatasi kekecewaan nasabah yang berharap collect call segera terkredit ke rekening." Ucapku panjang lebar dan direktur Kim melihatku sambil mengangguk anggukan kepalanya.
"Kita di divisi analis sebisa mungkin mengusahakan membantu divisi pelayanan customer untuk menjawab agar nasabah tenang, dan kita juga berusaha dana tetap tumbuh."
" Sejauh ini itu yang membuat divisi marketing tidak berani agresif menawarkan program collect call deposit ini Direktur Kim. Padahal menurut saya itu cara yang ampuh untuk menarik nasabah baru." Aku sudah pasrah,yang iebting aku sudah jelaskan.
" Apa kamu bisa memperbaikinya...?" Tanya direktur Kim.
Aku terdiam.
" Sebenarnya program ini akan aman, kalau saja pencairan tidak terlambat, jadi nasabah bisa segera menjalankan produksi, cara memperbaikinya adalah, ehmmmm kantor cabang harus diberi kewenangan mencairkan dengan batasan atu limit. Hal ini dapat mencegah nasabah membatalkan depositonya." Jawabku.
Aku lihat direktur Kim menarik laci ya dan mengeluarkan sebuah map dengan logo divisi HRD.
Mampus, aku dipecat,lumayan lah kalau mutasi aja. Atau turun jabatan.
" Okey Nayla Triswandi, ini surat pengangkatan kamu menjadi Branch manager Hana Bank Gumi, disana kamu bisa membantu nasabah memulihkan perusahaan nya. Ini hasil penilaian akhir dari rapat direksi kemarin di Seoul." Mata aku terbelalak kaget.
Tak sadar aku menepuk tanganku sendiri.
Branch manager..?
Aku..?
Jadi branch Manager...?
Seperti Bunda...?
Masya Alloh..
Aku spontan menutup mulutku sendiri.
Direktur Kim berdiri dan menyodorkan tangannya.
Aku dengan gugup ikut berdiri dn menerima tangannya.
Direktur Kim menggenggam erat tanganku.
" Ada kamu, aku seperti melihat Annisa, wanita Indonesia yang selalu mengajariku untuk semangat dan bersikap jujur.." ucap nya, tak kuasa air mataku jatuh juga.
" Kamu Putri nya Annisa Lee kan, saya melihat dia ada dalam pemikiran kamu." Ucap direktur Kim lagi.
" Direktur Kim kenal ibu saya...?" Tanyaku setelah kami kembali duduk.
Direktur Kim mengangguk.
" Sangat mengenalnya, saya kenal dia tahun 2011, Annisa masih menjadi panjang nim ( supervisor) tapi dia berani mengajukan progam easy one, atau program pengiriman uang gaji buruh migran ke negara asalnya untuk buruh migran ilegal. Gila ga..? Ibu kamu bikin program tergila yang membuat dulu itu direktur tehnik menggebrak meja. Namun ibu kamu tidak peduli dan terus presentasi, sampai akhirnya direktur Dong kuk menyetujuinya. Dan program itu berhasil bahkan booming, luar biasa, setiap hari transaksi diatas dua milyar won hanya dari pengiriman uang. Belum setiap awal bulan, transaksi pembayaran gaji masuk ke rekening buruh migran ilegal itu luar biasa." Ucapan direktur Kim membuat ku rindu Bunda,rasa banggaku pada bunda bercampur Rindu.
" Dan sekarang kamu juga sangat berani mengemukakan pendapat kamu, saya itu salah satu fans nya ibu kamu lho. Saya menikah dengan istri saya itu ibu kamu yang nyomlbangin. Ha ha ha..." Direktur Kim tertawa lepas.
" Okey Manager Nay, selamat bertugas. Usai jam kantor kita akan rayakan pengangkatan kamu ya ..!"
Aku mengangguk lalu berdiri dan kembali membungkukkan badan sebelum melangkah keluar dari ruang direktur Kim.
" chuka habnidaaaaaaa " aku terkejut mendapati team aku sudah berjejer di depan pintu dengan balon dan terompet.
Mereka sudah tahu..?
" bagaimana kalian tahu...?' tanyaku heran.
Semua nya serempak melihatkan layar handphonenya.
Astaghfirullah aku baru menyadari kalau aku tadi masuk ga bawa handphone ku.
Rupanya pengangkatan aku sebagai branch manager di umumkan di group KakaoTalk.
" Terimakasih Yaa Rabb, terimakasih Bunda,aku yakin ini bagian dari dia bunda yang selalu mengiringi langkahku. Dan aku sangat yakin, kalau hidupku seperti bapak tilas kehidupan Bunda"